Mohon tunggu...
Luliyatul Mutmainah
Luliyatul Mutmainah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Alumni S1 Perbankan Syariah, Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta; Mahasiswa Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia; Alumni Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FOSSEI)

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Bitcoin, Bagaimana Pandangan Al Maqrizi?

10 Desember 2018   15:33 Diperbarui: 12 Desember 2018   16:26 2674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Bagaimana kita menggunakan uang saat ini? Apakah selalu dengan uang tunai? Atau sudah beralih ke uang elektronik yang biasa di sebut e-money? Atau bahkan yang cukup hanya menggunakan kecanggihan teknologi seperti cryptocurrency? 

Revolusi penggunaan uang seperti ini adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah ritme zaman. Saat ini orang lebih tertarik untuk melakukan transaksi hanya dengan satu kali klik tanpa membawa uang tunai. Selain karena kemudahan, masyarakat juga tidak perlu membutuhkan waktu banyak dengan adanya teknologi ini. Pergeseran motif penggunaan uang juga mulai bergeser, masyarakat mulai tertarik memanfaatkan uang untuk berinvestasi pada hal yang tidak berwujud, seperti perputaran uang dalam bentuk digital atau yang saat ini disebut cryptocurrency.

Cryptocurrency merupakan mata uang digital yang belum mengantongi izin dan regulasi pemerintah serta bukan termasuk mata uang resmi. Ada berbagai macam cryptocurrency, salah satunya adalah Bitcoin. Bitcoin merupakan cryptocurrency pertama yang diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun awal tahun 2009. Sedangkan artikel tentang Bitcoin dirilis pada tahun 2008 dengan judul “Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”. Bitcoin merupakan versi pee-to-peer dari uang elektronik yang memungkinkan pembayaran online secara langsung tanpa melalui pihak ketiga yaitu institusi keuangan seperti perbankan.

Bitcoin memanfaatkan teknologi bernama Blockchain. Blockchain ini mendesentralisasikan basis data ke seluruh jaringan yang tergabung dengannya. Setiap transaksinya akan disimpan dalam database jaringan Bitcoin. Bitcoin tidak memiliki wujud sebagaimana uang kertas, koin, perak maupun emas.

Bitcoin ini diperoleh dengan dua cara sebagaimana emas, yaitu membeli atau menambang. Akan tetapi, Bitcoin memiliki batasan jumlah. Dalam sistem hanya ada 21 juta Bitcoin yang beredar. Dalam whitepaper yang dirilis sekitar setahun sebelum Nakamoto merilis Bitcoin, dijelaskan alasan hadirnya Bitcoin karena dominasi institusi keuangan konvensional, termasuk perusahaan pihak ketiganya atas transaksi online. Institusi keuangan sebagai perantara ini hanya akan menambah biaya transaksi, sehingga membatasi transaksi dengan nilai minimum untuk dilakukan.

Bitcoin muncul sebagai respon atas krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008. Bitcoin lahir dengan menciptakan sistem keuangan yang bergantung pada bukti, bukan hanya kepercayaan. Bukti tersebut adalah cryptography, bukti yang sulit untuk dimanipulasi oleh orang yang tidak memiliki hak.

Perbedaan pendapat terkait penggunaan Bitcoin sebagai mata uang ini terus berkembang di dunia secara global, tidak hanya di Indonesia. Bitcoin ini muncul untuk menghilangkan pihak ketiga dalam peredaran uang, sehingga nilainya lebih aman dari inflasi, tidak terpengaruh situasi politik, kebijakan luar negeri, memiliki lindung nilai, dan dapat melewati batas negara. Bitcoin juga dapat digunakan sebagai sistem tabungan baru masyarakat tanpa harus melalui pihak perbankan. Akan tetapi, saat ini Bitcoin belum memiliki payung hukum yang jelas dalam mengatur peredaran mata uangnya. Selain itu, Bitcoin belum memiliki lembaga penjamin simpanan atau pengawas dalam mengantisipasi penyalahgunaan transaksi seperti penipuan, pencurian, atau pencucian uang dan lainnya.

Kita perlu mengingat terkait syarat dari mata uang itu sendiri, dua syarat yang harus dimiliki adalah adanya pengakuan negara secara sah dan disepakai untuk digunakan bersama oleh masyarakat. Adanya nilai terhadap mata uang seperti dolar, rupiah, dan lainnya itu dikarenakan pengakuan dan dapat digunakan oleh masyarakat.

Al Maqrizi memiliki pendapat terkait fungsi uang, yaitu uang bukan komoditi maupun investasi. Selain itu, mata uang harus memiliki nilai intrinsik seperti dinar dirham. Oleh karena itu, adanya uang yang memiliki fungsi derivatif saat ini bertentangan dengan pendapat Al Maqrizi. Uang yang ada saat ini tidak terlepas dari fungsi komoditi dan investasi seperti Bitcoin. Meskipun Bitcoin memiliki kelebihan yaitu lebih aman dan tidak bisa hilang, hal ini karena tidak memiliki bentuk fisik dan nilai intrinsik.

Al Maqrizi merupakan tokoh konservatif, sehingga menekankan bahwa uang tanpa bentuk fisik merupakan awal dari kekacauan. Hal ini dikarenakan saat itu terdapat kebijakan pencetakan mata uang dirham campuran atau disebut fulus. Penciptaan fulus dimaksudkan sebagai alat tukar barang yang tidak signifikan. Kebijakan sepihak dilakukan dengan menaikkan volume pencetakan uang fulus dan menetapkan rasio 24 fulus yang sebelumnya adalah 48 fulus pada setiap dirhamnya. Hal ini memicu terjadinya inflasi dan mempersulit keadaan masyarakat saat itu.

Dalam salah satu riwayat dikatakan bahwa Umar bin Khattab berkeinginan membuat uang dari kulit unta, namun hal ini tidak dilakukan karena khawatir akan punahnya unta suatu saat nanti. Penjelasan ini mengandung pengertian bahwa uang tidak harus memiliki nilai instrinsik setara dengan emas dan perak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Bitcoin tidak harus memiliki nilai intrinsik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun