Mohon tunggu...
Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe Mohon Tunggu... Penulis - Founder Perpus Rakyat

Menulis untuk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Wawancara Eksklusif dengan Jurnalis yang Pernah Meliput di Kamp Pengungsian Eks ISIS

9 Februari 2020   23:02 Diperbarui: 10 Februari 2020   09:12 2933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Hussein Abri Dongoran / Tempo

Bagaimana abang bisa masuk ke kamp pengungsian tersebut?

Untuk masuk ke kamp di Suriah (Rojava) itu agak repot, karena mereka  kan di bawah kekuasaan militer (pasukan kurdistan Suriah) yang berafiliasi ke Amerika. Pemerintahan Suriah kan terbelah. Bagian Assad di Damaskus. Tetapi di bagian utara itu namanya Rojava, pasukan Kurdistan Suriah.

Itu saya harus dapat izin dulu dari otoritas setempat. Pertama saya ketemu dengan juru bicara pasukan Kurdistan Suriah, namanya Mustafa Bali. Setelah tu saya ketemu dengan Menteri Luar Negeri sana (Rojava), namanya Abdul Karim Umar.

Setelah keduanya itu belum langsung dapat izin untuk masuk, saya harus ketemu Kepala Intelijen, namanya Siaman, di kawasan intelijen Rmeilan, di sini dingin sekali. Itu kunci agar dapat izin ke kamp Al-Hawl.

Setelah melalui mereka, saya harus menunggu 3 hari baru dapat izin masuk Al-Hawl. Sebetulnya saya ke sana kan pingin semua kamp bisa didatangi, tetapi karena alasan keamanan saya cuman dikasih Al-Hawl.

Kenapa Alasan keamanan? Karena sebulan lebih itu kamp-kamp ditutup bagi pendatang dari luar, karena banyak pemberontakan dari dalam. Ada yang ditusuk pisau dan lain-lainnya.

Ketika abang sampai ke lokasi kamp, apa saja yang abang saksikan?

Pertama pas masuk itu udah takjub, karena di pintu masuk (pagar-pagar besi) udah banyak ibu-ibu pakai pakaian burqa (hitam-hitam), terus ada pasukan setempat namanya  Assayis dan pasukan penjaga udah nodongin pistol supaya mereka jangan keluar, ibaratnya menertibkan lah. Tetapi anak-anak kecil lalu-lalang.

Begitu saya masuk, saya mencari warga negara kita, karena itu ada puluhan ribu orang, disuruh menyari sendiri, bukan dapat izin lalu disuruh langsung dapat gitu. Kayak mencari jarum di jeruji.

Saya langsung teriak pakai Bahasa Indonesia, karena kan itu pasti langsung gampang didengar orang Indonesia. Tiba-tiba ada orang Filiphina (anak kecil), dia nunjukin lah ke tenda ibunya. Dari situ baru keliling, banyak anak kecil di tenda-tenda itu, ya, selayaknya kamp-kamp pengungsi lah.

Baru lah sekitar setengah jam lebih nyari-nyari, ketemu, yang mau diajak ngobrol. Sebelumnya ada warga Indonesia yang gak mau saya temuin. Ya udah akhrinya saya mencari yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun