Mohon tunggu...
Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe Mohon Tunggu... Penulis - Founder Perpus Rakyat

Menulis untuk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gelar untuk Apa?

19 Januari 2020   11:24 Diperbarui: 19 Januari 2020   11:30 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Surya Malang

Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Indonesia Maju mengatakan, "Kita memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja ...."

Pak Jokowi juga mengatakan hal seperti itu, "Semua negara sekarang ini persaingannya ada di situ. Bukan ijazahmu apa. Bukan adu ijazah, bukan. Adu keterampilan. Adu skill. Adu kompetensi."

Saya sangat sepakat dengan pernyataan Mas Nadiem dan Pak Jokowi tersebut. Sialnya, pernyataan itu hanya sebatas retorika saja. Saat ini, kita masih menyaksikan banyak perusahaan atau pemberi kerja yang membuat syarat harus lulus S-1 tanpa melihat skill pelamar tersebut.

***

Begitulah kondisi kita saat ini, semua hal tergantung cara berpikir dan pengetahuan yang kita miliki. Ini yang perlu digarisbawahi, pengetahuan dan skill.

Jika tidak suka membaca buku, maka sudah tentu akan ditinggal peradaban. Jika tidak mengasah skill, maka sudah tentu akan ditinggalkan penghasilan.

Di tengah bonus demografi yang puncaknya pada tahun 2045 ini, kita memiliki tantangan. Apakah itu akan dikatakan sebagai bonus atau musibah demografi? Jawabannya tergantung dengan pengetahuan dan skill yang kita miliki.

Saya melihat banyak orang yang tidak memiliki gelar akademik mempunyai kontribusi besar pada Indonesia. Mereka melahirkan karya-karya bagus. Bahkan, mereka mengabdikan dirinya pada dunia yang ia geluti.

Parahnya, para koruptor lebih banyak memiliki gelar akademik. Pengetahuan mereka digunakan untuk membodohi dan menyengsarakan rakyat.

Masyarakat yang berada di perdesaan hidup melarat diakibatkan mereka. Ilmunya digunakan untuk membodohi masyarakat. Bukannya membantu masyarakat.

Kampus yang seharusnya lebih peka dengan keadaan masyarakat, mereka lebih asyik hidup di bangku perkuliahan tanpa memikirkan masalah masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun