JALAN PELAN-PELAN Â SEDANG ADA BANJIR Â
Sore ini,  minggu (22/5)  pukul 16.00 WIB, hingga menjelang waktu Sholat Magrib.  Aku berdiri di depan rumah ibuku yang terkena banjir air pasang laut. Sembari memandang deresnya air pasang yang lewat  di jalan. Â
Aku berusaha  menghalau air masuk ke rumah ibuku, dengan alat seadanya seperti lap pel dan serok yang aku miliki. Karena banjir kali ini lebih besar dari hari sebelumnya dan datang  begitu cepat.
Rumah ibuku yang terletak 25 M dari dari rumahku. Dab karena ibu yang tinggal seorang diri, setelah ditinggal Bapak 125 hari yang lalu membuat aku sering bolak balik ke rumah ibuku. Termasuk pada hari Minggu ini.Â
Banjir pasang yang besar pula membuat aku harus  berada di rumah ibuku dan meminta para pengguna jalan untuk pelan-pelan jalannya. Fungsinya agar air pasang tidak berombak dan masuk rumah karena terjangan roda kendaraan.
Derasnya air pasang ditambah ombak besar karena  laju kendaraan yang kencang lewat depan rumah sering membuat air pasang masuk ke dalam rumah. Sehingga memaksa aku harus  berdiri di tengah-tengah jalan untuk mengingatkan mobil yang lewat agar jalanya pelan-pelan.
Akupun tahu, bahwa setiap langkah yang diambil, dipastikan ada resiko yang dihadapi. Hal ini terbukti, saat aku melihat mobil mau lewat di depan rumah, akupun segera berdiri di depan jalan raya untuk mengingatkan agar jalanya pelan-pelan. Tiba-tiba seorang  ibu melaju menyalip mobil yang aku stop. Dengan tak sengaja secara reflek aku mengatakan "Alon-alon bu?,"
Si Ibu menjawab dengan marah-marah. Â Kalau kamu saya tabrak, nanti saya yang salah," cetus ibu yang aku ingatkan agar tidak berjalan di depan rumah yang banjir dengan pelan-pelan. Ia malah menyengaja melajukan motornya dengan kencang. Alasannya karena motor mogok dan baru bisa jalan, sehingga seorang ibu, harus berjalan kenjang agar motornya tidak mati lagi.
"Aku hanya minta pelan-pelan, agar tidak menambah beban dari mereka yang sedang rumahnya kebanjiran."