Mohon tunggu...
Lukmanul Hakim
Lukmanul Hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis salah satu usaha untuk mengikat ilmu. Aktifitas saya sebagai jurnalis warga menjadikan selalu untuk menulis berita. Begitu juga sebagai kontributor TVMU untuk wilayah Brebes, mesti menulis Naskah narasi berita. Jadi Menulislah...menulis...dan menulis...Salam Literasi

Kontributor TVMu untuk Kabupaten Brebes

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Korban Bullying Cenderung Akan Menjadi Pelaku Bullying di Masa Depan

21 Februari 2020   17:58 Diperbarui: 21 Februari 2020   18:03 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : kapanlagi.com

Penulis akan mengawalinya dari pengalaman pribadi saat masih kecil berusia 7 hingga 14 tahun yang kerap mengalami bullying. Istilah bullying tentu baru didengar penulis akhir-akhir ini, namun prakteknya hampir sama dialami penulis. Dari mulai dipermalukan di hadapan orang banyak, dengan dipelorotkan celananya, hingga adu fisik. 

Mungkin ini yang menyebabkan penulis menjadi pribadi yang tertutup dan tidak mudah pandai bergaul dengan orang lain. Ada ketakutan tersendiri yang dialami penulis hingga saat ini, tidak percaya diri, kurang bisa berbaur dan berbagai kelemahan yang dialami. Perpindahan lokasi tempat tinggal pun sama diperlakukan bullying oleh teman baru, padahal sudah beda Kecamatan. 

Penulis masih ingat saat dipaksa diambil sandal yang masih dipakai oleh dua teman, sehingga sampai menangis, hingga menyendiri tidak bergaul lagi dengan kebanyakan orang. Hanya beberapa teman saja, baik laki-laki maupun perempuan. Justru, penulispun sempat mengalami kenyamanan saat bergaul dengan perempuan.

Korban bullying cenderung menjadi Pembully

Menurut sumber wikipedia, bullying adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. 

Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar / MI, penulis saat itu merngalami pembullyan dari teman sekelas maupun kakak kelas. Dari mulai ancaman teman sekelas yang lebih besar fisiknya, meminta jawaban saat Ujian Catur Wulan, sampai kakak kelas yang saat ketemu di jalan sengaja mendorong sepeda dengan kakinya sehingga sampai penulis terjatuh dari sepeda.

Disatu sisi, penulis menjadi korban bully, namun disaat bersamaan, penulis juga punya langganan dua orang yang menjadi pelampiasan pembbulyan dengan guyon yang berlebihan atau "gasak-gasakan" sampai akhirnya salah satu dari mereka keluar dari Sekolah, penulis masih penasaran, sepertinya gara-gara ucapan yang berlebihan disampaikan kepadanya, hingga menyakiti perasaannya.

Waktu masih duduk di bangku MI, ingin cepat-cepat lulus dan pindah ke SMP, agar tidak dibully lagi. Namun, ternyata setelah duduk di bangku SMP pun masih mengalaminya. Ada satu orang kakak kelas waktu MI, namun ketika ketemu masih buang muka ke saya dan kerap saat ada kesempatan menggunakan fisiknya untuk berusaha menjatuhkan penulis dari sepeda yang sedang dinaiki.

Awal merasa terisolir dari teman dan ketakutan mendalam

Saat duduk di bangku SMP, justru pembullyan muncul dari kawan sepermainan diluar sekolah. Setiap bertemu, mereka kerap becanda dan kompak mengganggu penulis. Puncaknya pada saat sholat di Mushola, saat penulis sholat sunnah sebelum Maghrib, salah seorang dari mereka mengganggu, menaik sajadah hingga penulis hampir terjatuh. Di malam itu juga, suasana hati penulis dipenuhi kemarahan, sehingga saat jelang sholat Isya di Mushola tersebut, bertemu anak itu lagi, tanpa pikir panjang lagi, langsung memukul wajahnya. 

Harapan dari penulis hanya satu, agar tidak disepelekan lagi oleh teman-temannya. Namun, kejadian itu berbuntut panjang, orang tuanya tidak terima atas perlakuan penulis dan meminta pertanggung jawaban atas pemukulan tersebut. Penulis yang saat itu dipenuhi ketakutan, bersembunyi di kamar mandi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun