Mohon tunggu...
Lukman Yunus
Lukman Yunus Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pedesaan

Minat Kajian: Isu lingkungan, politik, agama dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Covid-19, Seram atau Biasa Saja?

22 Juli 2020   23:48 Diperbarui: 22 Juli 2020   23:43 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Covid-19 | Sumber foto: sukabumiupdate.com

"Di twitter serem banget bahas soal Covid19, tapi dunia nyata nyantai aja sambil nongkrong di coffee shop di tengah tengah kerumunan orang orang".

Tulisan di atas merupakan tweet salah satu pengguna Twitter @SiiJagoan. Menurut saya ada benarnya yang Ia sampaikan. Lihat saja di lingkungan sekitar tempat tinggal kita, terjadi kerumunan orang. Umumnya tempat kerumunan orang seperti pasar, restauran, warung kopi, dan sebagainya. Padahal jika kita kembali pada protokol kesehatan, sangat jelas bahwa kerumunan orang berpotensi terkena Covid-19.

Kerumunan orang seperti apa yang dimaksud dalam terminologi Covid-19? Kita tahu bahwa di dalam protokol kesehatan mengatur tentang perilaku masyarakat di tengah pandemi yakni jaga jarak, menggunakan masker, dan sebagainya. Dalam konteks kerumunan orang, apakah sudah efektif pemberlakuan protokol kesehatan tersebut dalam masyarakat? Jawabannya belum efektif. Untuk membuktikannya sendiri, coba survei tempat kerumunan orang pada beberapa tempat seperti yang disebutkan di atas. 

Kenapa kerumunan orang berpotensi terkena Covid-19? Pertanyaan ini sudah tidak perlu lagi. Lantaran masyarakat sudah banyak mendengar baik itu dari media maupun informasi langsung yang disampaikan oleh pihak kesehatan maupun pemerintah di lingkungan tempat tinggalnya. Lihat pemberitaan media yang menginformasikan keganasan Covid-19 ini. Dalam setiap harinya ada informasi penambahan jumlah pasien positif di beberapa daerah. Selanjutnya pasien positif ada yang dikabarkan meninggal dan sembuh. 

Masuknya Covid-19 di Indonesia pada awal Maret lalu, menunjukkan bahwa sudah 5 bulan kita hidup berdampingan dengan Covid-19. Bukan waktu yang pendek. Sementara beberapa negara lain yang terdampak Covid-19, sudah menunjukkan progres yang bagus. Sudah ada penurunan jumlah kasus pasien positif Covid-19 bahkan situasinya sudah normal kembali. Sebut saja Taiwan, Singapura dan Korea Selatan (Sumber: Liputan6.com). Kenapa Indonesia tidak bernasib demikian?

Suksesnya beberapa negara terdampak Covid-19 yang kembali normal, harusnya membuat Pemerintah dan masyarakat merefleksikan diri. Berkaca dari realitas yang ada, kenapa Indonesia masih ditemukan kasus baru pasien positif Covid-19? Jumlahnya pun tidak menurun, ada kalanya melonjak naik, atau kata yang tepat menggambarkan kondisi tersebut ialah fluktuatif. 

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tentunya memiliki peran strategis dalam konteks merespons wabah Covid-19. Tindakan preventif hingga penyembuhan. Sejauh mana langkah konkret Pemerintah efektif dalam upaya percepatan penanganan Covid-19? Silahkan melihat fakta. Memang tidak sepenuhnya kesalahan Pemerintah, perilaku masyarakat juga berpengaruh dalam jumlah kasus Covid-19. Seperti perilaku kerumunan orang yang tidak mengikuti standar protokol kesehatan. 

Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri Brigjen (Pol) Rusdianto mengungkapkan, hasil tes cepat atau rapid test Covid-19 lima orang di car free day Jakarta, Minggu (21/6/2020) berstatus reaktif (Sumber: kompas.com).

Disinilah letak urgensi pertanyaan "Covid-19 seram tidak ya?". Di media massa maupun cetak memberitakan betapa ganasnya Covid-19 namun di dunia nyata beberapa orang masih terlihat perilaku tidak mematuhi protokol kesehatan. Apa yang menyebabkan hal demikian?

Diksi "New Normal" artinya apa? Apakah situasinya sudah normal kembali sehingga masyarakat sudah dapat bernafas lega karena tidak ada lagi Covid-19 yang mengancam keselamatan manusia. Merujuk pada beberapa sumber yang diinformasikan di media, "New Normal" atau tatanan baru yang dimaksud ialah masyarakat beradaptasi di tengah pandemi Covid-19 dengan menaati berbagai macam protokol kesehatan. Ada budaya atau kebiasaan baru yang harus ditaati oleh masyarakat saat ini. Jadi, "New Normal" tidak berarti sudah normal kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun