Tahapan kedua adalah Rational Mind (6-12 tahun) dimana keterampilan serat kemampuan yang telah muncul dari dalam diri anak terus dikembangkan, dilatih, diperkuat, dan disempurnakan. Di sisi lain pada tahapan kedua ini anak akan belajar mengenai kondisi dunia abstrak.
Tahapan ketiga adalah Humanistic Mind (12-18 tahun), dimana anak dilatih untuk memahami nilai-nilai kemanusiaan serta mampu berkontribusi pada lingkungan.
Anak didorong untuk mampu memahami peran sosial dan ekonomi di masyarakat. Tahapan keempat adalah Specialist Mind (18-24 tahun) sudah tidak disebut sebagai anak melainkan orang dewasa yang mampu menemukan posisinya di tengah-tengah masyarakat.
Metode Montessori sangat menekankan pada peranan bermain dalam pembelajaran atau lebih dikenal sebagai "Learning through Play". Montessori meyakini bahwa bermain merupakan suatu kebebasan dan kegembiraan. Anak belajar secara spontan memilih aktifitas yang diinginkan serta berkreasi dengannya dan belajar untuk memecahkan masalah di dalamnya.
Selain itu bermain dalam pandangan Montessori juga dapat belajar keterampilan sosial baru, bahasa baru, dan keterampilan fisik baru. Metode Montessori juga sangat mendorong anak dalam hal kemandirian.
Anak-anak diberikan kebebasan serta memilih cara terbaik untuk membantu mencapai keterampilan yang diperlukan agar berhasil. Montessori dalam hal kemandirian menawarkan sebuah kurikulum yang disebut dengan "Exercise of Practical Life" (Latihan dari Kehidupan Praktis).
Dalam kurikulum ini memberikan panduan kepada orang dewasa dalam mengawasi serta mengontrol lingkungan dimana anak tinggal dan bermain. Kegiatan dalam practical life mampu melatih perkembangan keterampilan motorik pada anak serta memperkaya kemampuan kosakata pada anak.
Beberapa contoh kegiatan Practical Life adalah menyediakan alat nyata yang membuat anak yakin, melakukan dengan perlahan serta memberikan waktu untuk menyerap keterampilan tersebut dalam memberikan contoh untuk melakukan sesuatu, dan mengajak anak mengulang aktifitas sebanyak waktu yang mereka suka.
Montessori dalam hal kemandirian anak, beranggapan bahwa seringkali orang tua mencoba untuk membantu terlalu banyak kepada anak dan hal itu merupakan cara yang salah dalam proses pembelajaran.
Montessori percaya bahwa setiap anak memiliki potensi alamiah atau kekuatan dari dalam dirinya untuk berkembang secara mandiri. Anak memiliki keingingan alamiah untuk belajar yang seiring dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan kesenangan. Dorongan alamiah ini akan terpenuhi dengan memberikan fasilitas seluas-luasnya kepada anak dengan berbagai aktifitas yang dikerjakan.