Mohon tunggu...
Luhur Pambudi
Luhur Pambudi Mohon Tunggu... Staff Pengajar SOBAR Institute of Phylosphia -

Perut Kenyang Hatipun Senang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bila Senja Tak Berani Menghalau Malam

30 Juli 2018   16:52 Diperbarui: 31 Juli 2018   00:38 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lukisan affandi: hariansejarah.id

Susu soda itu masih belum habis, belum juga sampai setengah,  hendakku minum, tapi susu dan ampas sodanya sudah mengapung dipermukaan gelas bak buih sampai pintu air Wonokromo. Airnya mendadak keruh, tidak bening, keruh warna merah.

Aku tak jadi menyeruputnya. Kutinggalkan saja tergeletak, biasanya aku membawanya kembali ke meja bartender, agar ia yang sendirian menahkodai cafe ini, tak begitu kerepotan menghadapi aku pelanggan membosankan yang merepotkan, sembari membayar susu soda itu, harganya tak terlalu mahal. Karena itu membuatku sering kembali dan memesannya lagi.

Cafe mendadak sepi, sola-sola suara dzikir berkumandang lantang di sebuah langgar sebrang cafe. Langgar dengan pintu kecil, kurang lebih cukuplah menampung mereka yang lalu layang dan kebetulan menoleh ke arah langgar, lantas mendadak teringat, bahwa bukan karena kebutuhan atau kewajiban untuk menyembahmu Sang Hyang, Tuhan Semesta Alam, Allah SWT. Tapi Karena welas asihmu yang kusadari bagaimana caranya aku mencicil dalam rangka membalasnya, kalau tidak dengan dengan cara bersyukur dan mengelu-elukan dzatmu.

Dipertengahan sujud rokaat ke 2 sholat Magrib, kebetulan ditemani oleh nyaringnya sound system yang melantunkan syair tanpo waton, sebagai pertanda 10 menit lagi sudah masuk Isya. Mendadak aku teringat, mereka yang berpeluh, dahaga, lapar, dikejar deadline, tuntutan laporan, manipulasi anggaran, dan yang lalu lalang dibalik punggungku dalam posisi duduk diantara dua sujud. 

Jari telunjukku terangkat, tepat saat kusebut mesra asmaMu sebagai pengingat, agar tak menyampingkan mereka yang tak sempat bersujud dan bersilah pasrah diserambi ini. 

Agar tak memfitnah mereka yang mendadak lupa apa yang harus didahulukan diwaktu sempit ini, agar tak sekali-kali berani menghujat rendah mereka yang belum menyempatkan berserah atas apa yang mereka kejar dari pagi hingga pagi lagi.

Semakin dekat diriku pada-Mu, menandakan semakin lancang diriku dihadapan mahkluk-Mu. Semakin dalam aku bercinta dengan-Mu, menandakan semakin arogan aku mengekploitisir rasa rindu bersama-Mu dihadapan sesamaku. 

Aku tidak lagi takut, akan Kau terima atau Kau tolak mentah-mentah amal ibadahku. Aku tak lagi risau kau hendak mengampuniku atau kau menyampakkanku yang berpeluh air mata dan dahaga. 

Yang ku takutkan cuma satu, menganggap mereka sebagai sesamaku, lebih rendah dihadapan-Mu. Karena sorban, kopyah, sarung dan sajadah yang tiap hari kusempatkan untuk kubawa di ransel kecil pemberian kakekku.

Dalam doaku yang sepertinya tak boleh berlama-lama lagi aku sematkan, karena sebentar lagi masuk Isya. Ya Tuhan, aku sepakat dengan orang ketiga yang tak sengaja kudengar pendapatnya tentang tata cara menghadapmu. 

Tapi aku tak menolak dengan orang kesatu tentang syarat dan standarisasi yang telah kau tetapkan, tapi Ya Tuhan yakinlah keragu-raguan dan ketidaktahuan orang kedua adalah kepastian keadaan yang sama kiranya, dengan yang aku rasa. Harap maklum Ya Tuhan, harap maklum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun