Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rolling Stone Indonesia Tutup, Senja Kala Media Cetak dan Suburnya Media Abal-abal

2 Januari 2018   10:15 Diperbarui: 5 Januari 2018   18:39 3153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rolling Stone Indonesia menyatakan menutup usahanya dan mengembalikan lisensi penerbitan majalah dan situs RSI (Justin Sullivan/Getty Images/AFP)

Mengakhiri tahun 2017 PT a&e Media selaku pemegang lisensi Majalah Rolling Stone Indonesia dan situs Rolling Stone Indonesia mengumumkan tidak lagi menerbitkan media musik tersebut mulai awal tahun 2018 ini. Segala merk Rolling Stone dikembalikan ke pemilik merk Rolling Stone di New York, Amerika Serikat. Tidak luput manajemen mengucap terimakasih kepada semua yang pernah terlibat dalam penerbitan majalah selama 12 tahun. Mulai dari karyawan, pembaca, klien, relasi, musisi, label dan lainnya.

Pertama kali diterbitkan 2005 lalu, PT a&e Media mengklaim Rolling Stone Indonesia merupakan majalah Rolling Stone yang pertama di Benua Asia. Kehadiran majalah seakan menjadi pelepas dahaga penikmat musik, terutama band di Indonesia untuk mendapatkan informasi yang aktual dan mendalam tentang musik, baik internasional maupuan tanah air. Ulasan-ulasan mengenai musik dalam setiap tulisannya juga dapat menambah wawasan penikmat musik, bahkan penikmat musik yang sudah berpengalaman atau musisi sekalipun tidak jarang mendapatkan wawasan baru selepas membaca Rolling Stone.

Dalam edisi setiap bulannya, majalah ini selalu mengangkat isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan, Tidak saja dunia musik internasional, tetapi tidak jarang pula mengulas band-band legendaris Indonesia seperti Slank, Dewa 19, Koes Plus dan sebagainya. Bahkan ada istilah, belum sah sebagai musisi kalau belum pernah masuk Majalah Rolling Stone Indonesia. Inilah yang menjadikan majalah ini memiliki nilai lebih dan tidak ada majalah musik yang bisa menandinginya.

Namun perjalanan Rolling Stone Indonesia tidak selalu mulus. Harganya Rp 35.000 karena ongkos cetaknya yang begitu mahal membuat tidak semua penikmat musik mampu membelinya. Seringkali satu majalah dibaca banyak pembaca secara bergantian. Banyak juga yang memilih membeli bekas dengan harga yang jauh lebih murah karena tidak ada berita basi dari majalah. Inilah barangkali yang membuat oplah majalah merosot meskipun banyak penggemarnya, hingga manajemen memutuskan untuk menutupnya karena hasil penjualan tidak mampu menutupi biaya operasional termasuk ongkos cetak yang terlampau mahal.

Tutupnya Rolling Stone Indonesia menambah kabar duka jurnalisme menyusul media-media cetak lain yang sudah terlebih dahulu tutup. Awal tahun 2016 lalu Sinar Harapan juga mengumumkan kalau koran yang sudah terbit sejak 1960-an itu tidak lagi cetak. Tabloid Soccer dan Harian Bola grup Kompas Gramedia juga tutup. Koran berbahasa Inggris Jakarta Globe, koran ekonomi Indonesia Finance Today, majalah teknologi Chip, Tech Life, Majalah T3, What Hi Fi, Reader's Digest Indonesia, Bloomberg Business Week, Kawanku, majalah musik Trax, Fortune, Tabloid Gaul, Car & Tunning Guide, Majalah Hai adalah sederet nama media cetak yang tumbang tidak lama ini. Banyaknya media cetak yang bertumbangan seakan menjadi masa senja kala media cetak. Tidak menutup kemungkinan selanjutnya akan menyusul media-media cetak lain yang bertumbangan.

Meskipun sekeras apapun berusaha mengikuti perkembangan zaman, media-media cetak tetap sulit bertahan karena pembacanya mulai meninggalkan dan beralih ke media online yang dianggap lebih praktis. Pembaca kekinian tinggal membuka aplikasi yang terhubung dengan internet lalu segala informasi yang dibutuhkan akan banyak tersedia. Bahkan informasinya lebih update dan biayanya pun lebih murah.

Namun, murahnya informasi juga berbanding lurus dengan kualitas informasi yang didapatkan. Tidak banyak informasi ulasan mendalam mengenai satu topik seperti yang biasa disajikan Rolling Stone Indonesia maupun media cetak lain yang telah bertumbangan. 

Rata-rata informasi di online itu sepenggal-sepenggal dan sekadarnya. Belum lagi pembaca harus memilah mana yang spam atau bahkan hoax. Berbeda dengan media cetak terutama majalah atau tabloid yang lebih segmented. 

Informasi yang disajikan memang sebatas tema dari majalah/tabloid tersebut, tetapi ulasannya begitu mendalam karena digarap jurnalis-jurnalis dengan spesialisasi di bidang tersebut. Dan tentunya bebas spam atau hoax karena jurnalisnya bekerja dengan berpedoman kode etik jurnalistik (KEJ) dan medianya telah terverifikasi Dewan Pers.

Bukan berarti jurnalis media online tidak berintegritas. Telah banyak media online yang bertanggung-jawab dan mempekerjakan jurnalis setelah melalui proses seleksi perekrutan yang ketat. Mereka tentu saja juga bekerja sesuai KEJ karena medianya telah terverifikasi Dewan Pers. Meskipun informasi yang disajikan banyak yang tidak mendalam karena prinsip media online mengutamakan kecepatan, tetapi informasinya bisa dipertanggungjawabkan.

Masalahnya sekarang banyak media online abal-abal yang bertebaran di linimasa media sosial. Alih-alih bekerja berdasarkan KEJ, mereka barangkali bahkan tidak tahu apa itu jurnalisme. Yang mereka tahu pasti adalah bagaiaman cara terus memproduksi informasi spam atau hoax agar banyak dibaca orang. Modusnya biasanya dengan mengambil berita-berita dari media mainstream, memelintirnya, memberikan judul yang yang bombastis kalau perlu yang provokatif lalu menyebarkannya melalui media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun