Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Benarkah Nikah Mahal? Bukankah Gratis?

1 Januari 2018   21:08 Diperbarui: 1 Januari 2018   21:23 2025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akad nikah Hamis Daud dan Raisa Andriana. | Kompas Entertainment.

Desember kemarin seperti pada tahun-tahun sebelumnya adalah musim orang menikah. Setidaknya dalam sebulan saya mendapatkan belasan undangan pernikahan. Sebagian berasal dari kolega, tetangga, saudara atau bahkan teman lama yang sudah lama tidak bertemu tetiba berkirim undangan menikah. Beruntung tidak ada undangan dari mantan kekasih.

Sebagian dari undangan pernikahan itu saya datangi, tetapi sebagian lain tidak karena sesuatu hal yang membuat berhalangan hadir. Dari sejumlah resepsi pernikahan yang saya datangi rata-rata memang mengesankan digelarnya sebuah pesta sebagiamana pernikahan umumnya. Mereka yang memilih menyelenggarakannya di lingkungan rumah memasang tenda-tenda biru besar. Di dalamnya digelar banyak meja kursi untuk menjamu tamu undangan lengkap dengan hidangan di atas mejanya.

Hidangan yang di meja masih belum cukup, tamu undangan juga dipersilakan menikmati makanan berat yang digelar prasmanan dengan beragam menu. Tamu bebas memilih dan mengambilnya sesuai seleranya yang tentu saja hampir semuanya lezat. Sementara pasangan pengantin duduk di pelaminan lengkap dengan busana pengantinnya dan siap untuk disalami setiap tamu yang datang.

Sementara sebagian pengantin terutama yang tinggal di perkotaan lebih memilih menyewa gedung untuk resepsi pernikahan karena keterbatasan lahan. Hampir sama lengkap dengan banyak hidangan lezat yang disuguhkan, bedanya mereka yang menikah di gedung tidak perlu memasang tenda. Para tamu sembari menyantap hidangan dan beramah-tamah dengan tamu undangan lain maupun keluarga mempelai juga dimanjakan dengan hiburan musik.

Pesta pernikahan semacam itu seakan telah lumrah dan menjadi tradisi di masyarakat. Meskipun terlihat senang dengan berhasilnya menggelar pesta, tetapi tidak sedikit pengantin dan keluarganya yang diam-diam mengeluh dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pesta pernikahan. Bagaimana tidak, dari kalkulasi biaya pernikahan semacam itu bisa mencapai puluhan sampai ratusan juta rupiah!

Biaya sebesar itu tentu saja untuk keperluan menyewa tenda, menyewa gedung, perlengkapan sound sistem, riasan pengantin dan yang paling banyak biasanya untuk keperluan kuliner. Kenikmatan dan beragamnya hidangan dalam tradisi akan mempengaruhi persepsi tamu undangan mengenai prestis pasangan pengantin. Semakin lezat hidangan yang disajikan tentu saja akan meningkatkan penilaian tamu.

Pesta pernikahan ini sebenarnya lebih lekat dengan gengsi daripada tradisi. Seringkali masyarakat menentukan status sosial seseorang dari seberapa glamor pesta pernikahannya. Tentu saja mereka yang secara perekonomian dianggap mampu akan berusaha menyelenggarakan pesta pernikahan seglamornya. Bahkan tidak jarang pasangan pengantin beserta keluarganya memaksakan untuk menggelar pesta glamor hanya untuk bisa diakui statusnya lebih tinggi, baik di mata masyarakat atau di mata keluarga pasangan.

Tidak jarang ada yang sampai menjual aset berupa tanah, sawah, rumah dan lainnya hanya sekadar untuk menggelar pesta pernikahan. Banyak pula pasangan yang sampai menunda pernikahannya bertahun-tahun hanya karena tabungannya belum cukup untuk menikah. Lebih tragis lagi ada yang sampai batal menikah karena ditolak calon mertua gegara tidak punya uang untuk gelaran pesta pernikahan.

Memang ada unsur tradisi di balik pesta pernikahan. Saat prosesi pernikahan ada ritual-ritual yang harus dilakukan kedua mempelai untuk Tuhan, leluhur dan melestarikan adat dan budaya. Kalau dikalkulasi biayanya tidaklah terlampau besar hanya berkisar jutaan bergantung masing-masing daerah. Namun kalau toh pengantin tidak sanggup melaksanakan tradisi itu percayalah leluhur tidak akan picik untuk memaksanya. Mungkin hanya cibiran-cibiran orang sekitar kalau dianggap secara ekonomi mampu melaksanakannya tetapi tidak melaksanakan ritual tradisi.

Namun sebenarnya lepas dari pesta pernikahan yang biayanya begitu mahal, nikah itu sendiri kalau hanya sekadar ingin sah secara agama dan hukum negara itu murah bahkan gratis! Benarkah nikah itu gratis? Kalau tidak percaya, bagi kamu yang beragama Islam bisa datang ke Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Dilansir dari website Kementerian Agama (Kemenag), menikah di KUA berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Agama tidak dipungut biaya alias gratis.

Sementara kalau ingin menikah di luar KUA akan dikenakan Rp 600 ribu yang bisa dibayarkan melalui transfer ke rekening bank. Uang itu untuk biaya operasional penghulu yang akan menikahkan. Tentu saja prosesi itu bisa dilakukan setelah calon pasangan pengantin memenuhi dokumen persyaratan. Nah, silakan kalau ingin menikah gratis atur jadwal untuk pergi ke KUA bersama calon istri/suami dan keluarga. Tanpa pakai ribet dan pesta glamor sebenarnya pasangan calon pengantin sudah sah menjadi suami istri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun