Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Urgensi Impor Kereta Bekas

1 April 2023   10:33 Diperbarui: 2 April 2023   11:33 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Impor kereta bekas yang akan dilakukan anak usaha Kereta Api Indonesia (KAI) menjadi sorotan. Pasalnya, rencana tersebut tiba-tiba dibahas oleh anggota parlemen meskipun praktiknya sudah lama.

KAI Commuter selaku operator kereta rel listrik (KRL) sudah sejak lama mengimpor sarana bekas. Beberapa pertimbangannya antara lain harga terjangkau, sarana andal, dan ada kepastian suku cadang.

Tak jarang, meskipun bekas, keandalan sarana KRL ini diapresiasi oleh penggunanya. Entah darimana asal muasalnya, tiba-tiba impor bekas ini dipermasalahkan oleh parlemen. Yang mana, notabene dari mereka tidak paham urgensi dari impor tersebut. Mereka hanya menekan operator untuk pakai produk dalam negeri buatan Industri Kereta Api (INKA).

Padahal, ada hal lain yang perlu dipertimbangkan tapi tidak dipahami oleh anggota dewan. Sebelumnya, perlu dipahami bahwa KAI Commuter perlu adanya tambahan sarana dalam waktu dekat. Sebab, sebanyak 29 unit sarananya akan menjalani masa konservasi di tahun ini hingga 2024 mendatang. Artinya, perlu ada penggantinya untuk mengangkut ribuan penumpang di Jabodetabek.

Kalau tidak segera diganti, konsekuensinya adalah pengurangan jadwal perjalanan. Ini akan berimbas pada penumpukan penumpang di stasiun-stasiun. Dalam kondisi normal saja, kondisi "chaos" kerap kali terjadi terutama di jam berangkat dan pulang kerja.

Bayangkan, jika jadwal perjalanan dikurangi, apakah kondisi itu tidak lebih buruk dari biasanya? KAI Commuter ingin agar jangan sampai ada pengurangan perjalanan KRL. Dari satu alasan itu, wajar jika operator plat merah itu ingin segera mendatangkan sarana bekas dari Jepang.

Alasan berikutnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sarana dari INKA. Biaya untuk mengimpor sarana bekas dari Jepang jauh lebih murah dibandingkan sarana baru dari INKA. Untuk membeli satu kereta bekas dari Jepang, diperlukan biaya sebesar Rp 1,6 miliar. Sedangkan, untuk satu kereta baru dari INKA harganya sekitar Rp 20 miliar.

Satu trainset (rangkaian) KRL kira-kira terdiri atas sepuluh kereta. Sehingga, tinggal kalikan sepuluh saja untuk mengetahui harga satu trainsetnya. Pembelian satu trainset dari Jepang butuh Rp 16 miliar dan satu trainset dari INKA butuh Rp 200 miliar.

Dengan kata lain, satu trainset INKA setara dengan pembelian 12 trainset bekas dari Jepang. Selanjutnya yang jadi pertanyaan, tidak bisakah perusahaan plat merah sekelas KAI membeli? Jawabannya, sangat-sangat bisa tapi dengan beberapa kondisi yang tidak memberatkan perusahaan.

Perlu diketahui, KAI sekarang sedang menanggung beban hidup yang tidak sedikit. Biaya operasional kereta api saja sudah mahal ditambah dengan membiayai ribuan karyawannya. Tapi, karena tugas negara, perseroan itu juga menanggung biaya hidup dua proyek pemerintah. Sebut saja proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodebek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun