Mohon tunggu...
Lugas Rumpakaadi
Lugas Rumpakaadi Mohon Tunggu... Jurnalis - WotaSepur

Wartawan di Jawa Pos Radar Banyuwangi yang suka mengamati isu perkeretaapian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kursi Adu Dengkul

28 Juli 2022   10:24 Diperbarui: 31 Juli 2022   09:14 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta Api Tawangalun yang menggunakan kereta ekonomi berkapasitas 106 penumpang. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kursi adu dengkul atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai kursi adu lutut, itulah istilah yang dilontarkan warganet belakangan ini. Istilah ini muncul untuk menjelaskan kondisi kursi kereta kelas ekonomi yang hingga saat ini masih digunakan oleh Kereta Api Indonesia (KAI).

Kereta kelas ekonomi yang dimaksud adalah kereta dengan kapasitas 106 penumpang. Pengguna setia jasa transportasi kereta api pasti tidak asing dengan kereta yang satu ini. Ciri khasnya, sandaran tempat duduk yang tegak, berhadapan, ruang kaki yang sempit, dan kadang ada juga yang sponsnya ambles.

Kereta-kereta tersebut umumnya bisa dijumpai pada kereta api lokal dengan rute yang relatif pendek. Sebut saja seperti Pandanwangi, Penataran, Dhoho, Tumapel, Lokal Cibatuan, Lokal Bandung Raya, Walahar Ekspres, Lokal Merak, dan sebagainya.

Namun, ada juga beberapa kereta api antar kota yang menggunakan rangkaian kereta kelas ekonomi berkapasitas 106 penumpang ini. Beberapa contohnya antara lain Tawangalun, Sritanjung, Probowangi, Airlangga, Matarmaja, dan masih banyak lagi.

Umumnya, kereta ekonomi ini bisa dijumpai pada kereta api yang mendapatkan subsidi public service obligation (PSO) oleh pemerintah. Namun, pada praktiknya ternyata ada pula kereta api antar kota yang masih menggunakan rangkaian kereta ini, walaupun subsidi PSO-nya telah dicabut.

Permasalahan inilah yang kemudian menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet. Bahkan, ada juga yang membandingkan dengan moda transportasi lainnya yang menawarkan fasilitas lebih dengan harga lebih terjangkau.

Dari perbincangan hangat tersebut, ternyata ada banyak orang yang kurang setuju apabila kereta dengan kursi adu dengkul ini masih dioperasikan. Terutama, jika dioperasikan pada kereta api antar kota, yang jarak tempuhnya jauh dan tarifnya yang mahal.

Memang, seperti yang kita ketahui bersama bahwa KAI mengoperasikan 2 jenis kereta api jika dilihat dari harga tiketnya. Pertama adalah kereta api komersial dan yang kedua adalah kereta api bersubsidi PSO. Saya pernah membahas perbedaan keduanya dalam artikel tersendiri.

Pada intinya, kereta api komersial sudah tidak mendapatkan subsidi sehingga tarifnya bervariasi tergantung dari waktu pemesanan dan jarak tempuhnya. Sedangkan untuk kereta api yang masih mendapat subsidi PSO, tarifnya cenderung tetap, tidak tergantung pada waktu pemesanannya.

Kursi adu dengkul rasanya mengurangi kenyamanan penggunanya. Apalagi jika kereta tersebut masih digunakan pada kereta api antar kota yang sudah dicabut subsidinya. Pengguna tentunya berharap, ana rega ana rupa, ada harga ada kualitas dan bukan sebaliknya yang mana harga naik tapi kualitas tidak ikut naik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun