Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tarif Trump, China, ASEAN: Geopolitik di Antara Konfrontasi dan Negosiasi

1 Mei 2025   08:39 Diperbarui: 2 Mei 2025   07:31 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perang dagang AS dan China. (FREEPIK/KJPARGETER)

Kebijakan tarif yang dikeluarkan Presiden Trump pada 2025 telah benar-benar menciptakan gelombang kejut dalam arsitektur perdagangan global. 

Kebijakan itu menghadirkan tantangan unik bagi China dan negara-negara ASEAN. Respon mereka tidak seragam, melainkan mencerminkan kompleksitas kepentingan nasional dan strategi geopolitik masing-masing. 

China mengambil sikap konfrontatif. Bukan sekadar respons ekonomi, melainkan penegasan kedaulatan dalam pertarungan hegemoni global. China, sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia, memiliki leverage ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara ASEAN. 

Dengan PDB sekitar $18 triliun (2024) dan cadangan devisa terbesar di dunia, China mampu menahan tekanan ekonomi dari tarif AS. Selain itu, China memiliki surplus perdagangan besar dengan AS (sekitar $400 miliar pada 2024), yang menjadi alasan utama Trump menargetkan China dengan tarif tinggi, mencapai 145% pada April 2025.

China melancarkan balik tarif, memberlakukan pembatasan ekspor teknologi kunci, seperti bahan baku semikonduktor dan rare earth minerals. 

Strategi ini berbeda dengan pendekatan defensif yang dilakukan selama Trump era pertama. Sebaliknya, negara-negara ASEAN menempuh jalur diplomasi multilateral. Singapura, Malaysia, dan Vietnam mengambil pendekatan negosiasi. 

Mereka membentuk konsorsium ekonomi untuk meminimalisasi dampak tarif, menciptakan rantai pasok alternatif yang kurang bergantung pada kedua kekuatan besar.

Indonesia, dengan posisi strategisnya, memilih pendekatan selektif. Pemerintahan Prabowo Subianto memanfaatkan keanggotaan BRICS untuk mendiversifikasi mitra dagang. Langkah ini tidak sekadar respons ekonomi, melainkan manuver geopolitik yang cerdas.

Illustration: Craig Stephens
Illustration: Craig Stephens

Great depression

Dibandingkan dengan Depresi Besar (Great Depression) pada 1929-1939, tarif Trump 2025 memiliki karakteristik berbeda. Great Depression mengakibatkan penurunan PDB global hingga 15%, pengangguran massal mencapai 25% di Amerika Serikat, dan perdagangan internasional menurun drastis hingga 65%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun