Pemakaman Paus Fransiskus pada 26 April 2025 ternyata lebih dari sekadar upacara perpisahan dengan seorang pemimpin rohani. Tanpa disangka, peristiwa itu telah menjadi panggung diplomatik yang kompleks ketika ketegangan global bertemu dalam momen keheningan dan refleksi.
Pertemuan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Trump dan Presiden Ukraina Zelensky di St. Peter's Basilica menjadi momen simbolis yang mengejutkan banyak pengamat. Dua pemimpin yang hubungannya sempat memanas pasca pertemuan dramatis di Oval Office pada Februari lalu kini berbicara dalam suasana yang jauh berbeda.Â
Mereka bertemu di bawah bayang-bayang almarhum Paus yang selama hidupnya konsisten menyerukan perdamaian. Zelensky sendiri menyebut pertemuan ini "sangat simbolis, dengan potensi menjadi bersejarah".Â
Pernyataannya mengisyaratkan bahwa momen di luar rencana itu dapat membuka jalan dialog yang selama ini terputus. Satu jam pembicaraan mereka di sela-sela upacara pemakaman menghasilkan apa yang Gedung Putih sebut sebagai diskusi "sangat produktif".
Ironisnya, venue diplomatik yang dipilih adalah ruang suci yang identik dengan perdamaian. St. Peter's Basilica - pusat kekatolikan global - menjadi saksi dialog antara dua pemimpin dari negara yang sedang berkonflik.Â
Kehadiran mereka di tempat itu membawa pesan mendalam tentang kemungkinan rekonsiliasi. Pertemuan ini nyatanya memang bukan hasil perencanaan formal, melainkan apa yang mereka sebut sebagai "diplomasi spontan".Â
Protokol duduk berdasarkan urutan alfabetis negara justru menciptakan dinamika interaksi yang unik dan tidak terduga.
Konteks geopolitik di sekitar pertemuan ini pun kompleks. Rusia baru saja melancarkan serangan terhadap Kyiv.Â
Sedangkan Amerika Serikat dan sekutu Eropa terus mempertahankan dukungan mereka kepada Ukraina. Namun, di tengah pusaran konflik, momen di Vatikan telah menguak celah kecil bagi harapan akan perdamaian.
Zelensky dengan tegas menyatakan tujuan utamanya adalah gencatan senjata penuh dan tidak bersyarat, serta perdamaian yang berkelanjutan. Pernyataannya mencerminkan kelelahan akan konflik berkepanjangan yang telah menghancurkan ribuan nyawa.