Situasi geopolitik Eropa saat ini berada pada titik kritis yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot baru-baru ini menyatakan bahwa "risiko perang di Eropa, di Uni Eropa tidak pernah setinggi ini."Â
Pernyataan seolah menggemakan kekhawatiran mendalam di kalangan para pemimpin Eropa. Penyebab kekhawatiran itu adalah konflik Ukraina-Rusia yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun ini.Â
Barrot dengan gamblang menyatakan, "Ancaman terus mendekati kita, garis depan terus mendekati kita." Pernyataan itu juga mengindikasikan bahwa perang yang semula dianggap terlokalisasi kini berpotensi menyebar ke negara-negara Eropa lainnya.
Pernyataan Barrot itu muncul dalam konteks pertemuan puncak di London yang diselenggarakan oleh Perdana Menteri Inggris Keir Starmer. Dalam pertemuan tersebut, Starmer menegaskan bahwa Eropa berada di "persimpangan sejarah" dan menekankan pentingnya tindakan nyata, bukan sekadar retorika.Â
Pertemuan yang dihadiri 18 pemimpin Eropa, termasuk Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, menghasilkan empat rencana konkret untuk mendukung Ukraina. Yang menarik adalah pertemuan pemimpin Eropa itu berlangsung setelah terjadi ketidaksepakatan antara Ukraina dan AS.
Ukraina pantas lega dengan dukungan negara-negara di Eropa. Walau AS di bawah Trump menjauh, situasi Ukraina mendapat perhatian dari Eropa.
Rencana itu mencakup peningkatan bantuan militer dan tekanan ekonomi terhadap Rusia, jaminan kedaulatan Ukraina dalam perundingan perdamaian, penguatan kemampuan pertahanan Ukraina untuk mencegah invasi di masa depan, serta pembentukan koalisi negara-negara yang bersedia mempertahankan kesepakatan perdamaian.
KekhawatiranÂ
Yang mengkhawatirkan, Starmer menyinggung kemungkinan pengerahan pasukan darat dan pesawat tempur Inggris jika diperlukan. Kemungkinan ini meripakan sebuah indikasi keseriusan ancaman yang dihadapi.Â
Pernyataan ini sejalan dengan usulan Prancis dan Inggris untuk gencatan senjata parsial selama satu bulan, tidak termasuk pertempuran darat. Usulan dan rencana itu tentu saja masih sepihak atau belum mendapat kesepakatan dari Rusia sebagai pihak yang bersangkutan langsung dengan Ukraina.