Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

AUKUS, Kembalinya Kekuatan Global AS di Indo-Pasifik Melalui Strategi Burden Sharing?

22 September 2021   09:38 Diperbarui: 23 September 2021   05:30 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mendengarkan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, ketika mereka mengumumkan pakta kerja sama di East Room Gedung Putih, Washington DC, 15 September 2021.| Sumber: AP PHOTO/Andrew Harnik via Kompas.com

Beberapa negara segera memprotes keras pakta pertahanan segitiga itu. Keputusan ini seperti diduga memancing reaksi dari negara mendominasi aktivitas militer di wilayah perairan Indo Pasifik, yaitu China. 

Proyek jangka panjang kapal selam nuklir tentu dianggap China berpotensi menciptakan instabilitas politik kawasan yang telah terbentuk selama itu. Pakta pertahanan segitiga itu secara jelas mengganggu dominasi China dalam menjalankan aktivitas pertahanan di LCS. 

Pemerintahan Xi Jinping menyatakan bahwa (3 negara tersebut) akan merusak perdamaian, stabilitas, dan memicu perlombaan senjata (terutama dengan sumber energi atau berhulu ledak nuklir). Pakta pertahanan itu dikhawatirkan merusak komitmen internasional dalam upaya mengurangi (non proliferasi) nuklir internasional.

Prancis melancarkan protes keras dan menarik duta besarnya dari Canberra dan Washington, DC. Lalu, pemerintah China menganggap pakta itu justru menciptakan ketidakpastian keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Bagi China, AUKUS dianggap memicu perlombaan senjata di kawasan itu.

Perbedaan sikap juga terjadi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Mereka terpecah suaranya antara mendukung, menolak, dan bersikap diam saja. Singapura dan Malaysia yang tergabung dengan Australia, AS, dan Selandia Baru di dalam pakta Five Power Defence Arrangement (FPDA) secara jelas mendukung AUKUS. Apalagi kedua negara itu juga tergabung dengan Commonwealth States sebagai negara-negara bekas jajahan Inggris.

Meskipun demikian, Selandia Baru melarang kapal selam tersebut untuk memasuki wilayah perairannya. Pernyataan resmi ini disampaikan secara langsung oleh Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Arden. Selandia Baru tetap berkomitmen terhadap program internasional untuk non-proliferasi nuklir serta berupaya untuk tetap menjaga kestabilan di kawasan Indo Pasifik.

Sementara itu, organisasi regional di kawasan Asia Tenggara, yaitu ASEAN belum menunjukan responnya. Untuk kesekian kalinya, negara-negara anggota ASEAN tidak dapat menunjukkan kohesivitasnya, padahal AUKUS secara jelas mengancam sentralitas ASEAN. 

Kehadiran AUKUS ternyata tidak dapat menimbulkan sikap kolektif di antara negara-negara anggota ASEAN terhadap potensi ancaman regional. Padahal, pakta itu secara jelas berpotensi menempatkan Asia Tenggara sebagai medan persaingan antara AS dan China.

Burden Sharing

Yang menarik adalah bahwa pakta itu tidak dapat disangkal merupakan upaya baru AS untuk kembali ke kawasan Indo-Pasifik. Presiden AS Joe Biden seakan memberikan isyarat konkret mengenai niatannya itu melalui upaya mengembangkan kerja sama internasional AS dengan berbagai negara, termasuk di bidang pertahanan. 

Setelah menarik diri dari Afghanistan, AS menginisiasi pembentukan Pakta Pertahanan Baru itu di wilayah Indo Pasifik untuk menyaingi ekskalasi kekuatan dan aktifitas militer China di Laut China Selatan (LCS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun