Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengapa Wakil Presiden Kamala Harris Tidak Mampir ke Indonesia?

4 September 2021   15:30 Diperbarui: 5 September 2021   02:11 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan Wakil Presiden (Wapres) Amerika Serikat (AS) Kamala Harris | araratadvertiser.com.au

Kunjungan Wakil Presiden (Wapres) Amerika Serikat (AS) Kamala Harris telah berlangsung satu minggu lebih yang lalu. Harris berkunjung ke Singapura pada 22 Agustus dan Vietnam pada 25 Agustus lalu. Kunjungan itu menarik perhatian karena merupakan kunjungan pertama pemimpin nomer 2 AS ke kawasan ini.

Masalah yang menjadi judul tulisan ini sebenarnya dapat dianggap sederhana saja. Begitu pula jawabannya, yaitu AS memang hanya ingin melawatkan Wapres Kemala Harris ke Singapura dan Vietnam saja. Jadi, Wapres AS memang tidak diagendakan berkunjung ke Indonesia. 

Pandangan ini beranggapan bahwa kunjungan ini bersifat protokoler semata. Pandangan ini menunjukkan bahwa kunjungan Harris itu bukan masalah besar bagi Indonesia. Kunjungan Harris tidak perlu memantik analisis lebih lanjut berkaitan dengan hubungan strategis AS dan Indonesia.

Selain itu, ada pandangan lain bahwa posisi Wapres dalam sistem politik, khususnya politik luar negeri AS, cenderung sebagai 'pajangan' saja. Selama ini, Wapres AS tidak pernah memberikan arti penting strategis bagi kebijakan luar negeri AS. Oleh karena itu, kunjungan Wapres, bukan Presiden AS, diarahkan ke Singapura dan Vietnam saja, bukan ke Indonesia. 

Namun demikian, lawatan Wapres AS itu tetap perlu dianggap sebagai sesuatu yang serius. Kunjungan tersebut mau tidak mau dapat dianggap sebagai bentuk dukungan AS. Dukungan AS terhadap kawasan Asia Tenggara, ASEAN, dan, bahkan, negara-negara tertentu saja. Kunjungan Wapres AS ini merupakan kunjungan pertama seorang petinggi nomor 2 AS yang menjadi pendamping presiden dalam pemilu di AS. 

Selama ini atau sejak awal pandemi, AS seringkali mengutus pejabat setingkat menteri luar negeri di berbagai pertemuan, walau virtual, dengan para pemimpin negara-negara di Asia Tenggara. Menteri luar negeri AS tercatat beberapa kali melakukan kunjungan ke beberapa negara di kawasan ini, termasuk ke Indonesia.

Persoalannya adalah bahwa kunjungan Wapres AS Kemala Harris menjadi serius berdasarkan sudut pandang hubungan internasional. Mengapa demikian serius?

Keseriusan ini berkaitan dengan pandangan bahwa kunjungan seorang petinggi sebuah negara, apalagi orang nomor 2 dari sebuah negara besar seperti AS, dapat mencerminkan arti penting negara yang dikunjunginya. Pandangan ini berkaitan dengan beberapa isu strategis yang berlangsung di kawasan ini dalam beberapa waktu terakhir. 

Isu-isu itu memiliki kemungkinan besar menjadi dasar bagi kebijakan AS terhadap kawasan ini, termasuk dalam hubungan bilateral AS dengan negara-negara yang menjadi anggota ASEAN. Yang menjadi kekawatiran adalah bahwa perilaku negara-negara ASEAN itu menyebabkan Wapres AS hanya mengunjungi Singapura dan Vietnam. 

Netralitas Indonesia

Berkaitan dengan posisi Indonesia, kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan, seperti: Mengapa Wapres Harris tidak mampir ke Indonesia?Apakah AS tidak lagi memandang Indonesia sebagai mitra strategisnya di kawasan ini? Pertanyaan lain masih bisa diajukan, termasuk, misalnya: Apakah kebijakan vaksin Indonesia yang lebih bergantung ke China telah menyebabkan Harris tidak mampir ke Indonesia atau, bahkan, AS berpaling dari Indonesia?

Masalah dasarnya adalah perilaku negara-negara di kawasan ini menanggapi rivalitas AS dan China. Dalam tiga tahun terakhir ini, rivalitas kedua negara besar itu di kawasan Asia Tenggara terletak pada konflik klaim China terhadap Laut China Selatan (LCS) dan pandemi Covid-19, termasuk vaksin Covid-19. LCS adalah isu regional antara China dengan beberapa negara anggota ASEAN. Sedangkan Covid-19 merupakan masalah kesehatan global yang memantik respon berbeda di antara negara-negara di kawasan ini. 

Kedua isu itu menunjukkan perilaku negara-negara dalam meresponnya. Di isu LCS, Indonesia tetap menjadi non-claimant state. Posisi Indonesia sangat berbeda dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang berkonflik langsung dengan klaim China di LCS. Dalam konflik itu, keempat negara anggota ASEAN itu cenderung meminta dukungan AS. Di antara ke-4 negara itu, Brunei yang paling tidak kelihatan dukungannya ke AS atau China.

Walaupun bukan negara pengklaim LCS, Indonesia terlibat aktif dalam penyelesaian krisis konflik klaim di LCS itu. Indonesia sering meminta AS dan China tidak menempatkan kawasan Asia Tenggara sebagai wilayah konflik. Indonesia juga menuntut negara-negara lain di ASEAN agar menempatkan sentralitas ASEAN dan menjadi tuan rumah di kawasan ini.

Sementara itu, Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara juga berbeda responnya terhadap pandemi Covid-19. Indonesia cenderung mendekat ke China untuk jaminan supply vaksin Covid-19 dari Sinovac. Selain itu, Indonesia juga membeli vaksin dari negara-negara lain, seperti Moderna dan Astrazeneca. Jika tidak salah, Indonesia juga akhirnya memberikan ijin edar bagi vaksin Sputnik V Rusia. Seperti Indonesia, beberapa negara anggota ASEAN juga cenderung bergantung pada China, seperti Laos, Kamboja, dan Filipina. Sedangkan Singapura dan Malaysia lebih ke AS. 

Respon negara-negara itu terhadap kedua isu penting itu ternyata secara tidak langsung dikaitkan dengan dukungan mereka terhadap rivalitas AS dan China di Asia Tenggara. Walaupun tidak sepenuhnya linier dalam pengertian bahwa sebuah negara, termasuk Indonesia, memasok vaksin dari berbagai negara. Malaysia, misalnya, juga memasukkan vaksin dari China.

Selain itu, seorang peneliti senior di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan kemungkinan bahwa AS mempersoalkan netralitas Indonesia dalam berbagai isu regional dan internasional. Sikap netral Indonesia dalam rivalitas pengaruh AS dan China di LCS ternyata tidak tampak pada isu vaksin Covid-19 yang dianggap lebih ke China. 

Walaupun kenyataan juga menunjukkan sepak terjang Indonesia dalam mendorong diplomasi multilateral vaksin bagi semua penduduk di dunia. Kiprah diplomasi Indonesia bisa dianggap sebagai menjauh dari AS.

Yang menarik lagi, peneliti itu menunjukkan bahwa netralitas itu ternyata ditemukan di figur Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong. Presiden AS Joe Biden mungkin memandang netralitas itu pada senioritas PM Singapura ketimbang Presiden Joko Widodo, misalnya, atau pemimpin negara lain di kawasan ini.

Kemungkinan bahwa kunjungan Wapres Harris tidak sepenting kunjungan Presiden Biden dan kemungkinan netralitas Indonesia mungkin dapat menjadi jawaban atas tidak mampirnya Wapres AS itu ke Indonesia.

Tentu saja masih ada banyak kemungkinan lain untuk menjawab kunjungan Haris ke Singapura dan tidak mampir ke Indonesia. Kemungkinan-kemungkinan lain bisa berdasarkan dimensi nasional masing-masing negara, misalnya, di Asia Tenggara. Pertanyaan seerti judul di atas juga dapat diajukan oleh Filipina, Thailand, dan negara lainnya.

Meskipun demikian, analisis mengenai kunjungan Wapres AS itu tetaplah penting dan menarik. Tujuan utamanya adalah melihat sejauh mana sebuah fenomena selalu berkaitan dengan yang lainnya dalam hubungan internasional. Kenyataan mengenai adanya jawaban lain yang mungkin lebih benar tentu saja bisa ditinjau dari perspektif lain dan menjadi inspirasi bagi munculnya tulisan-tulisan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun