Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Buat Dosen, Self Reward Menjadi Gampang-gampang Susah Dilakukan di Masa Pandemi

6 Maret 2021   23:43 Diperbarui: 8 Maret 2021   22:26 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: omgimages via Kompas.com)

Self reward menjadi topik pilihan menarik untuk menulis di Kompasiana, apalagi jika dikaitkan dengan masa pandemi pada saat ini. Ada banyak aspek telah ditulis. 

Saya mencoba menulis topik ini dari sudut pandang seorang pengajar, khususnya di perguruan tinggi.

Sejak masa pandemi diikuti dengan kebijakan bekerja dari rumah work from home (WFH), semua kegiatan belajar dan mengajar tidak lagi berlangsung di kampus. Sebagai seorang dosen, ruang kerja telah berpindah ke rumah.

Tidak ada lagi ruang-ruang kelas. Semua perkuliahan dilakukan dari rumah. Tidak ada perbedaan antara ruang publik untuk kuliah dan ruang privat (kegiatan rumah).

Dimensi ruang-ruang kelas dan kamar-kamar rumah secara tidak disadari telah menyatu dan tidak bisa dibedakan lagi. Akibatnya, self reward yang terkait dengan pekerjaan pun menjadi gampang-gampang susah dilakukan.

###

Self reward merupakan upaya untuk memberikan "hadiah" kepada diri sendiri. Upaya ini merupakan sebuah bentuk apresiasi diri (self appreciation) setelah menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan penting atau sulit.

Salah satu tujuan dari pemberian self reward adalah untuk memotivasi diri agar lebih bersemangat dalam melakukan pekerjaan selanjutnya. Lepas dari rasa penat dan capai setelah berkonsentrasi penuh dalam periode waktu tertentu perlu diganjar dengan self reward.

Bentuk self reward tentu saja bermacam-macam. Dari segi harga atau biaya, bentuk self reward tidak harus mahal, namun perlu disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Apalagi ketika self reward bisa dilakukan berkali-kali pada setiap meraih prestasi, maka faktor keuangan perlu dipertimbangkan.

Dengan alasan itu, bentuknya bisa berbeda pada setiap individu. Self reward bisa berupa melakukan sesuatu yang diinginkan sebagai bentuk dari me-time (seperti berlibur, bersepeda, berkunjung ke museum atau kegiatan lainnya), membeli sesuatu yang diidam-idamkan (misalnya es krim, buku dan lain-lain), atau bersantai meluangkan waktu dengan keluarga di rumah tanpa diganggu hape atau orang lain.

###

Masalahnya adalah self-reward terkait erat dengan pekerjaan di kampus atau kantor. Sebelum pandemi, self reward selalu dilakukan di luar kampus. Pada saat itu, rumah menjadi salah satu tempat untuk melakukan self reward itu.

Sekali lagi, situasi pandemi ini menyebabkan upaya mewujudkan self reward menjadi gampang-gampang susah.

Di satu sisi, pandemi mengharuskan perkuliahan diadakan dari rumah, bukan kampus. Rumah pengajar atau dosen bahkan berubah menjadi kampus-kampus digital yang bersifat pribadi.

Di sisi lain, pandemi mengharuskan kita semua tanpa terkecuali menerapkan protokol kesehatan. Mudahnya daya tular Covid-19 bahkan menempatkan anggota keluarga sendiri sebagai ancaman paling potensial, sehingga muncul kluster keluarga.

Sementara itu, kegiatan di luar rumah harus dihindari untuk mencegah kerumunan dan kontak fisik yang lebih memudahkan penularan virus Covid-19 antar-manusia.

Pekerjaan harus dilakukan di rumah. Kegiatan di luar rumah tidak mungkin dilakukan secara leluasa. Sementara itu, anggota keluarga harus saling menjaga kesehatan dengan mengurangi kegiatan di luar rumah juga.

Sebaliknya, konsentrasi pekerjaan di rumah juga mempersulit membedakan waktu antara bekerja dan tidak bekerja. Waktu melakukan pekerjaan di rumah bisa menjadi lebih panjang atau lebih pendek daripada di kampus dengan jam kantornya (office time).

Jam kantor menjadi fleksibel atau malah tidak jelas. Absensi digital menggantikan absensi dengan jempol tangan dan bentuk-bentuk lainnya.

Lalu, apa yang kita harus dilakukan agar self reward tetap bisa diwujudkan?

Pertama, komitmen waktu bekerja harus jelas antara sedang bekerja atau tidak sedang bekerja. Tanpa kejelasan waktu, muncul kesulitan bagi pengajar yang memiliki anak kecil yang masih memerlukan perhatian atau kasih sayang.

Kedua, perlu ruangan khusus di rumah sebagai tempat kerja. Ruang atau kamar itu menjadi semacam penanda bahwa kita sedang bekerja ketika berada di kamar itu. Anggota keluarga dapat mengerti kondisi itu dengan mudah.

Ketiga, perlu dipertimbangkan ulang mengenai bentuk self reward di masa pandemi ini. Misalnya, self reward itu adalah setiap saat di luar waktu bekerja dan tidak berada di ruang/kamar kerja itu.

Ketiga hal di atas perlu dipertimbangkan secara serius mengingat kita belum mengetahui kapan daya tular pandemi dapat diatasi dengan vaksin. Sementara itu, virus Covid-19 telah bermutasi dengan daya tular lebih tinggi.

Situasi itu menyebabkan kemungkinan waktu WFH diperpanjang lagi. Akibatnya, bentuk dan komitmen terhadap self reward pun harus dipikirkan dengan lebih baik lagi agar tidak memengaruhi daya imunitas kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun