Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jokowi dan Dunia Harus Paham Biden Juga

16 November 2020   18:09 Diperbarui: 17 November 2020   10:38 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Joe Biden | twitter.com/@jokowi

Kedua harapan utama itu diharapkan akan dijalankan oleh AS di bawah pemerintahan Biden mulai 20 Januari 2021 mendatang. Walaupun Presiden Trump akan memperkarakan kemenangan Biden, proses politik domestik di AS diyakini akan mengarah pada penyelesaian yang tidak mengganggu berjalannya pemerintahan baru, termasuk dalam kebijakan luar negeri.

Kebijakan itu sangat berbeda dengan milik Partai Republik yang cenderung nasionalistik, mengutamakan hubungan bilateral, dan meninggalkan partisipasi internasional yang tidak menguntungkan AS. AS bahkan berani mengambil resiko besar merusak hubungan dengan negara-negara sekutunya di Eropa, jika hubungan itu merugikan AS. 

Trump mengambil kebijakan 'menyabotase' alat-alat kesehatan dan obat-obatan terkait dengan pandemi Covid-19 yang sudah dipesan negara-negara di Eropa dengan membayar harga lebih mahal demi ketersediaannya di tingkat domestik. Kebijakan semacam ini belum pernah dijalankan presiden AS dari Partai Republik hingga yang terakhir, yaitu Presiden Obama.

Hubungan bilateral

Harapan Jokowi dan dunia terhadap Biden itu merupakan sesuatu yang wajar terjadi ketika sebuah negara mengalami perubahan kepemimpinan. Hal ini berkaitan dengan prospek hubungan bilateral, misalnya, antara Indonesia dan AS.

Selama Trump menjabat Presiden ke-45 AS, Indonesia merupakan mitra strategis AS. Namun demikian, Trump cenderung meninggalkan kesan yang cenderung tidak menyenangkan bagi Indonesia. 

Pertama, Presiden Trump tidak hadir pada tiga (3) KTT ASEAN, termasuk KTT ke-37 yang diadakan 12-15 November ini. Padahal para pemimpin negara yang hadir, termasuk Presiden Jokowi, biasanya menggunakan kesemlatan KTT ini untuk mengadakan pertemuan bilateral juga. Konsekuensinya adalah kedua negara kehilangan kesempatan diplomatis membicarakan peningkatan hubungan bilateral. 

Kedua, kurangnya pertemuan di antara Jokowi dan Trump menimbulkan kesalahan persepsi di antara AS dan Indonesia. Kebijakan Trump menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara maju bisa dipakai sebagai contoh.

Di satu sisi, kebijakan itu mengangkat status ekonomi dan citra internasional Indonesia. Namun di sisi lain, peningkatan status itu menimbulkan persoalan bagi produk-produk ekspor Imdonesia ke AS. Dengan status baru itu, produk Indonesia tidak berhak lagi menikmati fasilitas tarif impor GSP.

Pada kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tampaknya Presiden Trump ingin memperbaiki hubungan bilateralnya dengan Indonesia. Sebelum mengakhiri kunjungan di Indonesia, Menlu Pompeo memperpanjang fasilitas GSP bagi produk Indonesia, sehingga tarif impor menjadi lebih rendah. 

Sementara itu, hubungan bilateral secara umum berjalan baik sebagai negara sahabat. Beberapa fakta ini menjadi pertimbangan mengenai posisi Indonesia bagi AS dan sebaliknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun