Mohon tunggu...
Lucyana Kumala
Lucyana Kumala Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional Angkatan 2019

Dare to dream

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

THAAD: Kegagalan Sang "Rising Power" dalam Diplomasi Koersif

28 November 2021   17:25 Diperbarui: 28 November 2021   17:29 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

THAAD mempunyai teknologi X-Band, yaitu sistem radar yang dapat menelusuri, mendeteksi, mengidentifikasi, dan mencari target yang letaknya jauh. Menurut Tiongkok, THAAD memiliki jangkauan yang luas hingga 2000 kilometer (1.243 mil) melampaui Semenanjung Korea yaitu mencapai setengah bagian timur Tiongkok. 

Maka dari itu, pemasangan THAAD ini dianggap mengganggu keamanan nasional Tiongkok dan juga stabilitas kawasan (Shalal et al., 2016). Selain itu juga, Tiongkok menganggap bahwa pemasangan THAAD ini mengganggu balance of power di kawasan Asia Timur karena adanya aliansi keamanan trilateral yang mengepung Tiongkok, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, serta akan menimbulkan kompetisi senjata regional (regional arms race) (Paradise, 2019). Maka dari itu, Tiongkok berusaha keras untuk membuat Korea Selatan mengubah keputusannya untuk memasang sistem THAAD.

Dalam upaya mempengaruhi Korea Selatan untuk mengubah keputusannya terhadap THAAD, Tiongkok menerapkan strategi diplomasi koersif jenis tacit ultimatum, yaitu dalam bentuk pemboikotan. 

Diplomasi koersif adalah suatu strategi negosiasi politik-diplomatik untuk mencapai suatu kepentingan yang bertujuan mempengaruhi kehendak pihak lawan (opponent) menggunakan paksaan dan ancaman. Diplomasi koersif ini menggunakan pendekatan wortel dan tongkat (carrot and stick). Terdapat dua jenis diplomasi koersif, yaitu ultimatum dan try-and-see. 

Diplomasi koersif ultimatum memiliki tiga hal utama: 

(1) tuntutan yang jelas terhadap lawan; 

(2) jangka waktu dan urgensi mengenai kepatuhan terhadap tuntutan; dan 

(3) ancaman hukuman jika tidak mematuhi tuntutan yang diminta. 

Jika suatu tuntutan tidak memiliki jangka waktu yang jelas namun ditunjukkan melalui urgensi di bagian lain, atau ancaman hukuman dilakukan melalui aksi bukan verbal, ini disebut juga dengan diplomasi koersif ultimatum tacit. 

Menurut George dan Simon (1994:39-40) dalam Nugroho (2019), tacit ultimatum ini adalah bentuk akhir dari perilaku suatu negara terhadap negara lawan (opponent) di level nasional melalui kebijakan yang dilegitimasi oleh pemerintah, kelompok kepentingan, dan instrumen pembuatan keputusan di negara tersebut (Nugroho, 2019). 

Sedikit berbeda dengan diplomasi koersif ultimatum, diplomasi koersif try-and-see hanya memiliki dua hal, yaitu tuntutan yang jelas dan jangka waktu untuk melihat reaksi negara lawan. Diplomasi koersif try-and-see ini tidak memiliki rasa urgensi seperti diplomasi koersif ultimatum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun