Mohon tunggu...
Lucky Maulana Azhari
Lucky Maulana Azhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Dirasat Islamiyah, UIN Jakarta

Penyuka teh tubruk dan buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Warta dari Masa Lalu

20 Maret 2021   03:20 Diperbarui: 20 Maret 2021   03:49 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul Depan Novel Bidadari Hitam

“Nama saya Inong, hanya Inong. Saya bukan siapa-siapa”. Kutipan tersebut adalah kalimat pembuka yang dapat kita baca di bagian sampul novel Bidadari Hitam. Novel setebal 252 halaman ini mengangkat isu-isu Hak Asasi Manusia dengan penggambaran yang ciamik serta bahasa yang lugas.

Latar belakang pengarang - T.I. Thamrin - yang seorang wartawan sekaligus redaktur di majalah Ambassador, Tempo, Kadin dan Matra ini tentu sangat mempengaruhi sajian cerita yang dibawakan novel Bidadari Hitam. Karenanya, T.I. Thamrin sendiri mengatakan novel ini tidak begitu kental dengan aroma sastra, ia menyebutnya sebagai Novel Jurnalistik. Peristiwa demi peristiwa nyata semasa konflik Aceh ia sajikan dalam kemasan cerita yang menarik sekaligus turut menorehkan luka di hati siapa saja yang membacanya.

Kisah dimulai dengan potret suatu sore yang cerah, keceriaan tergambar di muka anak-anak desa dan keluarga Mak Santan, yang secepatnya berubah menjadi mencekam sebab kedatangan satu regu tentara yang hendak patroli rutin. Perlu diketahui,  tentara-tentara itu merupakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang mula-mula ditugaskan oleh pemerintah untuk meredam Gerakan Aceh Merdeka.

Disepanjang cerita kita akan dipertemukan dengan sosok tokoh Inong, Ahya, Fitri serta Mak Santan. Mereka merupakan tokoh sentral yan berperan besar mewarnai alur cerita dalam novel tersebut.

Namun, tulisan ini tidak akan mengulang runtutan peristiwa dari awal sampai akhir. Bagi yang penasaran dengan ceritanya, silahkan baca buku yang ditulis T.I. Thamrin, berjudul : Bidadari Hitam, terbitan Imparsial-AJMI tahun 2008.

Membaca, dialektika

Membaca tidak hanya sekedar membaca, membaca bukan lantas membiarkan objek bacaan berkuasa penuh atas diri kita. Artinya, dalam membaca sebuah buku ataupun yang lainnya, harus diupayakan adanya komunikasi dua arah antara pembaca dengan objek yang sedang dibaca. Sehingga, diri pembaca tidak tenggelam dalam objek serta tidak melenyapkan sisi keakuan.

Dalam konteks membaca Bidadari Hitam, selain menilik kembali konflik antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, disana terdapat sesuatu hal yang lebih urgent. Dilihat dari pemilihan judul Bidadari Hitam, merupakan ejawantah atas isi novel secara keseluruhan. Bahwa Inong, seorang tokoh yang nyaris digambarkan sempurna sebagai perempuan yang cantik nan eksotis, bak bidadari. Namun ia harus cukup puas menerima kenyataan sepanjang hidupnya beriringan dengan kekerasan dan penderitaan yang tak berkesudahan, sangat jauh dari konsep bidadari itu sendiri, boleh jadi inilah maksud kata hitam.

Ekspektasi semasa kanak-kanak Inong akan kehidupan di masa mendatang yang cerah, nyata-nyata ditabrak oleh realita sebenarnya, hal tersebut sebagai buntut dari konflik yang memuncak di provinsi berjuluk Serambi Makkah itu antara tahun 1989 sampai dengan tahun 2001.

Jika kita telaah novel ini lebih teliti, disana banyak sekali ditemukan bentuk kekerasan yang dipicu dari perbedaan gender. Paling tidak, sedikitnya ada empat bentuk kekerasan yang dirasakan langsung oleh tokoh-tokoh perempuan, yaitu : Kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan pembiaran ekonomi.

Kekerasan terhadap perempuan pada masa itu erat hubungannya dengan dominasi laki-laki atas perempuan, dimana pihak yang dominan merasa memegang kendali penuh atas pihak yang disubordinasikan serta menafikan kebebasan subjektivitas pihak yang disubordinasikan. Sementara dilihat dari kacamata pihak yang disubordinasikan, perempuan hanyalah alat kemauan pihak yang dominan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun