Mohon tunggu...
Lukman Nul Hakim
Lukman Nul Hakim Mohon Tunggu... -

A creature, a son, a husband, a father, and obviously a friend of yours

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Membangun Resiliensi

18 April 2013   22:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:59 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedepan tantangan yang kita hadapi akan semakin kompleks. Era perdagangan bebas, perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup, merupakan hal-hal yang nyata menjadi tantangan kita. Dan yang paling merasakan dampaknya adalah orang-orang yang lahir dimasa mendatang, adik-adik kita dan bahkan anak-anak kita. Dunia yang akan dihadapi mereka adalah dunia yang berbeda dengan yang kita hadapi sekarang. Maka telah menjadi tugas kita untuk memberikan modal persiapan atau ‘senjata’ yang tepat untuk menghadapi tantangan tersebut. Sebuah modal yang tepat dan berguna.

Modal diri kita dalam mengarungi kehidupan didunia ini terbagi atas yang bersifat inner dan outer. Modal yang bersifat outer misalkan ijazah, penampilan fisik, finansial, dsb. Sedangkan contoh modal inner yaitu karakter, motivasi, daya juang, dll. Modal outer ini biasanya bersifat short term atau jangka pendek, sedangkan modal inner memberikan dampak yang long term atau jangka panjang. Sebagai contoh, seorang pemuda yang berpenampilan menarik (modal outer) dengan ijazah pendidikan S1 (modal outer) diterima bekerja disebuah perusahaan bonafide, setelah beberapa hari bekerja dan diberikan tugas-tugas oleh atasannya dia langsung merasa tidak mampu, dan karena daya juang (modal inner) dalam dirinya yang rendah, dia tidak mau menerima tantangan pekerjaan tersebut lebih jauh, sehingga dalam beberapa saat kemudian ia mengundurkan diri. Pada contoh kasus tersebut modal outer membantu seseorang pada tahap awal, sedangkan masalah keberlangsungannya lebih ditentukan modalitas inner.

Pada program televisi Kick Andy edisi 25 November 2009 menayangkan kisah orang-orang yang from zero to hero. Dari yang bukan siapa-siapa menjadi orang yang luar biasa. Dikisahkan ada seorang mantan pesuruh yang sukses menjadi Direktur Utama Pontianak Post dengan anak buah 6000 orang, orang itu bernama Untung Sukarti. Kemudian ada Harijanto, seorang mantan penjaga gudang yang sukses menjadi Presiden Komisaris Dimension Footwear Group (Perusahaan Astra) dengan anak buah 13.000 orang. Kemudian ada Naomi Susilowati Setiono, seorang mantan tukang cuci pakaian dan kondektur yang berhasil menjadi pengekspor batik Lasem Maranatha ke luar negeri. Lalu ada Surya Tati A. Manan, seorang mantan pegawai honorer yang sukses menjadi Walikota Tanjung Pinang Kepulauan Riau selama 4 kali berturut-turut dan memenangkan pilkada dengan perolehan suara 84.25%. Lalu ada Bob Sadino, seorang mantan penjual telur yang sukses memiliki 10 supermarket besar Kemchicks dari Kemfood Group. Contoh-contoh figur yang saya sebut diatas adalah contoh orang yang tidak memiliki modal outer (kurang uang) tetapi memiliki modal inner yang luas biasa.

Apa yang dimiliki mereka dan belum dimiliki oleh kebanyakan dari kita? Saya katakan KARAKTER dan RESILIENSI. Karakter adalah masalah integritas, kejujuran, ketulusan, kemampuan memegang teguh standar moral yang tinggi, daya juang dalam memperjuangkan impian. Dan mengutip Bapak Soemarno Soedarsono, karakter adalah dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam hidup. Sedangkan resiliensi mengutip dari dan Grotberg (1999), merupakan proses dinamis individu dalam mengembangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialami pada situasi sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Situasi sulit yang dimaksud tidak terbatas pada kesulitan yang luar biasa saja, seperti trauma akibat tindak kejahatan atau bencana alam, tetapi juga mencakup kesulitan yang ditemui ketika menghadapi tekanan dan tuntutan hidup sehari – hari, seperti dalam belajar, bekerja ataupun hubungan pertemanan.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita bisa menanamkan karakter yang positif dan resilensi pada diri kita, adik-adik ataupun anak-anak kita? Karakter terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari. Mulailah melakukan kebiasaan positif dan disiplin dalam menjalankan kebiasaan-kebiasaan tersebut.

Teori resilensi oleh Grotberg mengatakan bahwa tiap tiap manusia harus memiliki 3 sumber resilensi, yaitu mengetahui siapa diri mereka (I am), apa yang mereka miliki (I have), dan apa yang dapat mereka lakukan (I can). Fokus strategi dalam upaya meningkatkan resiliensi pada diri kita sendiri ataupun anak-anak adalah dengan memberikan kesadaran pada anak-anak tersebut mengenai sumber – sumber resiliensi yang dimilikinya.

Misalnya ketika seseorang sedang dilanda permasalahan, sehingga dia menjadi stress, depresi tertekan dan terganggu. Maka untuk membantu melepaskan diri dari masalah-masalah tersebut pertama ia harus menyadari kondisinya sendiri, kelebihan maupun kelemahannya (I am), kemudian dalam rangka melepaskan beban masalahnya ia bisa misalkan curhat ke orang yang dapat dipercaya (I have). Dan ia harus selalu berkeyakinan bahwa mereka mampu melepaskan diri dari beban tersebut (I can).

Tanamkan selalu dalam diri kita dan orang-orang disekitar kita bahwa kita mempunyai orang-orang yang sayang kepada kita yang siap membantu kita ketika dalam kesulitan. Kita juga harus belajar untuk selalu yakin bahwa kita mampu menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Dengan resilensi yang tinggi diharapkan dapat menekan angka bunuh diri, dapat membangkitkan semangat orang-orang yang dirundung masalah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun