Mohon tunggu...
Wardhani Lubis
Wardhani Lubis Mohon Tunggu... Konsultan - LEAD Fellow Cohort-9

learn and live the moment !

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dean (Pelita yang Tak Pernah Padam)

16 Mei 2015   06:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Nampaknya pepatah lama ini masih ampuh menempa hidup seorang Dean – si gadis Batak bermarga Siringo-ringo, yang mengalami kebutaan akibat penyakit campak di usia 6 tahun. Keceriaan seorang bocah yang kala itu baru akan memasuki jenjang pendidikan dasar itu dipaksa pupus oleh komplikasi serangan infeksi virus rubeola, kasus yang sudah sangat jarang terjadi di tengah gencarnya program imunisasi bayi dan balita yang diluncurkan pemerintah kita. Namun apa mau dikata, Dean yang sudah tidak berayah ketika ia duduk di kelas 4 SD harus menerima kenyataan pahit bahwa kemampuan penglihatannya kian menurun dari tahun ke tahun hingga ia pun mengalami kebutaan total saat duduk di kelas 1 SMA dan tak mungkin lagi disembuhkan.

Kebutaan yang datang berangsur-angsur itu rupanya memberikan kesempatan tersendiri bagi Dean untuk beradaptasi dengan lingkungannya, khususnya di sekolah. Tidak hanya dikucilkan dan mendapat tekanan dari para guru di sebuah SD Inpres di Lubuk Pakam, tempat dimana dulu ibunya – Nurmawati Manurung – mengajar, Dean juga sempat “dirumahkan” alias tidak bersekolah selama 1 semester.  Perlakuan diskriminatif yang menderanya justru membuat semangat belajar Dean yang lahir di Pematang Siantar tanggal 3 September 1994 ini kian menyala-nyala. Atas upaya tantenya, ia dipindahkan ke SD Bertingkat di Lubuk Pakam yang lebih modern dan terbuka dengan inklusifitas siswanya. Di sanalah kemudian Dean mulai menunjukkan bakat dan kecemerlangan intelegensinya. Gelar juara kelas kerap diraihnya sepanjang tahun. Bahkan ia pun pernah menjuarai Lomba Cipta Baca Puisi Tingkat Kabupaten, yang diikuti puluhan anak normal seusianya. Hingga di jenjang SMP, Dean yang sempat beberapa kali mengirimkan cerpen dan puisinya ke media lokal, kembali menjadi kebanggaan sekolahnya karena menjuarai Lomba Baca Puisi di Tingkat Nasional. Sebuah pencapaian yang luar biasa bisa mengharumkan nama daerah Sumatera Utara, apalagi jika prestasi itu diraih seorang siswa yang berkebutuhan khusus seperti Dean Pintauli Siringo-ringo.

Tak ada perlakuan khusus yang diberikan padanya sebagai penyandang tuna netra. Alumni SMA Negeri 2 Lubuk Pakam yang bercita-cita menjadi anggota DPR ini semakin menunjukkan ekspansi bakatnya di usia remaja. Meskipun hanya masuk dalam rangking 10 besar di kelasnya, Dean justru kian bersinar di arena olahraga. Berkat tangan dingin gurunya di SMA, Dean menguasai dengan baik beberapa cabang olahraga seperti catur, renang, badminton, dan tenis meja. Bakat seninya juga semakin matang dengan berbagai kompetisi yang diikutinya. Dean kembali menuai prestasi dengan menjuarai Lomba Karya Tulis di Yogyakarta, Lomba Cipta Baca Puisi di Bandung, dan Olimpiade Matematika IPS di Jakarta. Ketika menyerahkan sertifikat dan medali hasil kejuaraannya ke Kantor Gubernur Sumatera Utara, di sanalah ia bertemu dengan seorang pegawai Kantor Gubsu yang menawarkan Dean untuk bergabung di NPC (National Paralympic Committe) – sebuah organisasi yang mewadahi para penyandang disabilitas. Ajakan itu tidak serta merta diterimanya, karena sejak awal kebutaannya Dean tidak pernah bergabung di komunitas sesama disable. Apalagi untuk bersekolah di tempat khusus seperti SLB, sama sekali tidak pernah terpikir oleh Dean dan ibunya. Namun setelah dijelaskan lebih jauh mengenai NPC barulah Dean bersedia bergabung dan mulai fokus mengembangkan bakatnya di olahraga Renang.

Dengan segudang prestasi dan integritas akademisnya, di tahun 2013 Dean berhasil melanjutkan pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi USU melalui jalur SNMPTN Undangan. Kehidupan kampus membuatnya jadi lebih mandiri. Ia tidak lagi tinggal bersama ibu dan tantenya, tapi menyewa kamar kos sendiri. Jika dulu di SMA dia memakai mesin tik untuk mencatat pelajaran, kini Dean sudah memiliki laptop yang disetting “audible” untuk membantunya belajar dan mengembangkan bakat menulisnya. Untuk mengatasi ujian di kampus, Dean meminta bantuan temannya yang berasal dari jurusan lain untuk membacakan soal dan menulis untuknya. Di awal masa kuliahnya, ia pun sempat menyelesaikan sebuah karya fiksi berupa novel berjudul “Orang Terpilih” – tulisan yang di-publish secara mandiri bersama teman-temannya dan dijual terbatas di lingkungan kerabatnya saja. Kerja keras Dean di kampus biru pun tidaklah sia-sia. Dengan IPK 3,4 Dean mendapat beasiswa PPA untuk mahasiswa berprestasi. Dean bertekad untuk mengejar pendidikan karena ia yakin bahwa dengan ilmu pengetahuanlah ia bisa melihat dunia.

Sungguh Dean merasa hidupnya tidak berkekurangan suatu apapun. Dia sudah terbiasa hidup dengan memanfaatkan apa yang ada. Keluh kesah dan penyesalan tidak ada dalam kamus hidupnya. Dia berhasil menyiasati keterbatasannya dengan berbagai karya dan prestasi yang tidak semua orang bisa melakukannya. Di balik kegelapan penglihatannya, Dean justru melihat cahaya – terang dan berkilau – mengukir namanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun