Mohon tunggu...
Lubisanileda
Lubisanileda Mohon Tunggu... Editor - I'm on my way

A sky full of stars

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lansia; Membuang Kata Terbuang

23 Agustus 2021   00:45 Diperbarui: 23 Agustus 2021   12:35 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TENG. Pukul 10.00 Wib. Ini waktunya minum. Segelas minuman hangat yang manis disuguhkan bagi para lansia di Graha Residensi Senior Karya Kasih, Jalan Mongonsidi Medan. Setiap tegukannya menjadi pelengkap aktivitas para lansia pada pagi itu. Sudah lima puluh tujuh tahun Karya Kasih berdiri, bermula dari pondok-pondok seadanya. Kini waktu yang bergulir telah mengubah Karya Kasih menjadi gedung lansia yang luas. Siapa sangka, pendirinya  seorang Pastor Belanda, Frater Vandam yang membiayai pondok lansia ini dari belas kasihan masyarakat dan usaha botot.

Kesedihan Frater Vandam melihat nasib lansia di masa itu memang menjadi latar belakang kelahiran Karya Kasih. Cukup banyak lansia yang kurang dipedulikan di masa itu.

"Bukan tidak dipedulikan dalam arti ditelantarkan, tapi justru karena kondisi keluarga. Pastor Vandam pun mengunjungi para lansia ini ke rumah-rumahnya, kemudian menjemputnya untuk dirawat di pondok yang dibangun pastor," kata Suster Theresia, Pimpinan Graha Residence Senior Karya Kasih Jumat pagi (22/5/2014) di ruangannya.

Paling penting adalah semangat sang pendiri bangunan ini. Perjuangan ini yang masih diteruskan Suster Theresia dan 50 karyawan di Karya Kasih. Diakuinya tak mudah berhubungan langsung dengan lansia. Secara fisik pun mental, cukup banyak penurunan yang dialami seorang lansia. Dalam teknisnya, jika ada keluarga yang menitipkan anggota keluarganya di Karya Kasih, pihak Karya Kasih terlebih dahulu mengunjungi kediaman keluarga lansia tadi, dan pihak keluarga menulis data yang lengkap di atas materai.

"Kita harus memberikan pendidikan kepada pihak keluarga, anggota keluarga yang dititipkan di Karya Kasih tidak sepenuhnya lepas tanggung jawab. Mereka bukan darah daging kami, tapi kami berikan yang terbaik," bilangnya.

Tak dipungkirinya, bantuan dari pemerintah lapang tangan diterima oleh Karya Kasih, tapi tidak basa-basi Suster Theresia menyebut nominal Rp. 3.000,- per hari bukanlah suatu bantuan yang sangat diharapkan Karya Kasih. Jika diberikan, tentu Karya Kasih mengucap syukur, jika tidak, tidak apa-apa. Begitupun Karya Kasih tidak menyepelekan perhatian dari pemerintah.

Bahkan beberapa waktu lalu, ada pihak pemerintah yang datang dari Jakarta untuk memuji Karya Kasih karena diyakini sebagai gedung lansia yang bisa melakukan subsidi silang. Artinya tidak tergantung kepada pemerintah. Begitupun usaha botot yang dijalankan Karya Kasih tetap berlangsung sampai saat ini. Meskipun diakui Suster Theresia hasil dari penjualan barang-barang bekas itu tidak sepenuhnya mampu membiayai operasional Karya Kasih, namun demi menghargai sejarah masa lalu, itu tetap dilakukan. Terpenting usaha itu memberikan hasil yang bermanfaat bagi Karya Kasih.

"Jadi setiap ada botol-botol bekas atau kotak/kardus bekas kami kumpulkan dan ditaruh di gudang khusus, lalu setiap bulannya kami antarkan ke penjualan botot," jelasnya.  

Semuanya Terjadwal


Saat ini tercatat ada 110 lansia yang menetap di Karya Kasih. Kebanyakan berasal dari luar Kota Medan; Jakarta, Padang, Aceh hingga Sibolga. Sembilan puluh persen diantaranya lansia beretnis Tionghoa. Bahkan menurut Suster Theresia cukup banyak anggota lansia disini yang tidak menikah. Artinya mereka tidak memiliki pasangan hidup dan tidak memiliki anak, sehingga keponakan mereka menitipkan mereka ke Karya Kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun