Mohon tunggu...
Lubisanileda
Lubisanileda Mohon Tunggu... Editor - I'm on my way

A sky full of stars

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Permainan Anak-Anakan Tempo Doloe

17 Desember 2019   21:31 Diperbarui: 17 Desember 2019   21:42 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi pribadi

Ada yang ingat dengan permainan boneka kertas? Dulu saya menyebutnya sebagai main anak-anakan. Mainan ini serupa puzzle, terbuat dari kertas karton.

Warung-warung penjual mainan ini umumnya menyediakan beragam jenis dan pilihan. Biasanya satu lembar terdiri atas beberapa bagian potongan gambar, seperti potongan gambar perempuan dan laki-laki, potongan gambar anak perempuan dan anak laki-laki.

Dilengkapi juga dengan potongan gambar lainnya seperti sepasang busana yang terdiri dari atasan dan bawahan. Tak ketinggalan perlengkapan lain seperti tas sampai bunga. 

Seingat saya, memainkan permainan ini lebih seru dilakukan berkelompok. Paling tidak dua sampai lima anak. Masing-masing anak nantinya membangun pondasi rumah-rumahan yang akan ditempati oleh mainan anak-anakan itu. 

Setiap anak yang mengikuti permaianan ini akan berkreasi dalam membangun pondasi rumah untuk si anak-anakan tadi. Ada yang menggunakan pensil untuk membentuk segi empat bangunan. Ada juga yang menggunakan dompet kecil ibunya sebagai tempat tidur si anak-anakan. Bahkan ada juga anak yang kreatif membuat kursi dan meja dari kertas yang dikoyak dari lembaran buku catatan sekolah. 

Saya selalu menggunakan kotak korek api sebagai meja, dan batang-batang korek api sebagai pembatas antara kamar, dengan ruang tamu. Memainkan permainan ini menyenangkan.  Dialog yang tercipta begitu alami. Menyentuh kehidupan manusia sehari-hari. Momen yang paling ditunggu dalam permainan ini adalah momen memasang dan mengganti busana pada anak-anakan ini. 

Tapi itu dulu. Kini media permainan anak telah berkembang pesat. Bahkan seiring waktu cukup banyak permainan anak yang memuat fitur teknologi yang canggih. Sayangnya kecanggihan permainan itu tak membuat anak tampak kreatif malah sebaliknya justru menjadikan anak persis 'boneka' yang dikendalikan oleh permainan canggih itu. 

Lakon Imajinasi yang Gembira

Tadi sore ketika sedang asyik rebahan di atas kasur. Saya memperhatikan dua orang anak kecil yang sedang memainkan permaianan anak-anakan versi era now. Tanpa menggunakan media boneka kertas, kedua anak ini secara langsung memainkan peran persis permainan anak-anakan itu. Anak perempuan yang berusia 7 tahun berperan sebagai ibu. Sedangkan anak laki-laki yang berusia 5 tahun berperan sebagai anak. Keduanya membangun pondasi rumahnya dengan menggunakan bantal dan selimut. Mereka juga menyusun komik-komik sebagai dekorasi rumah mereka. Saya melihatnya lebih mirip tempat tidur, bukan rumah.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Dalam mengamati tingkah laku keduanya, dialog-dialog tanpa naskah yang tercipta membangunkan ketertarikan saya. Sang ibu berkacak pinggang, meminta sang anak untuk segera mandi, karena waktu telah mendekati magrib. 

Si anak pun patuh, lantas memasuki ruang kamar mandi dalam imajinasi mereka. Suara air juga anak itu keluarkan dari bibirnya. "Byur, byur, byur". Setiap lakon ia sampaikan lewat kata-kata melalui bibir mungil si anak. Misalkan ketika membuka pintu kamar mandi, sang anak mengeluarkan suara persis pintu yang berderit. "Kreeek". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun