Mohon tunggu...
L. T. Handoko
L. T. Handoko Mohon Tunggu... Ilmuwan - Periset

Saya hanya seorang peneliti biasa yang penuh dengan rasa keingintahuan dan obsesi untuk membuat aneka invensi dalam riset bersama grup kecil saya di LIPI yang kemudian diintegrasikan ke BRIN. Info detail silahkan kunjungi http://lt.handoko.id.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Komunikasi Sains ke Publik: Tantangan dalam Batas Kewajaran dan Etika Keilmuan

31 Oktober 2013   19:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:46 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini saya diminta pendapat oleh beberapa pihak terkait komunikasi sains ke publik. Karena cukup panjang, dan kebetulan sedang harus beristirahat di rumah, saya yakinkan diri untuk menuliskannya sebagai artikel di blog. Setidaknya ini akan membantu memberikan pencerahan pada beberapa pihak yang memerlukan.

Masalah

Salah satu masalah adalah terkait polemik penolakan komunitas kedokteran Indonesia atas kehadiran Dr. Warsito yang akhir-akhir ini mengklaim menemukan terapi kanker baru berbasis teknologi ECVT (Electrical Capacitance Volume Tomography) yang telah diteliti jauh sebelumnya. Dengan metode yang serupa untuk memindai materi, teknologi radiasi listrik statis berbasis tomografi ini diklaim mampu membunuh sel-sel kanker dalam tubuh. Tentu saja ini klaim yang luar biasa dan bombastis...

Kedua, kejadian serupa kami alami sendiri di Pusat Penelitian Informatika (P2I) LIPI. Masalah kami terkait liputan sistem operasi bandrOS di media yang diklaim : merupakan "ponsel buatan dalam negeri', ponsel anti-sadap, akan melawan Samsung dll. Wowww, tentu saja ini sangat berlebihan. Karena kami awalnya hanya mengembangkan aneka varian sistem operasi berbasis Linux sejak 2006 untuk kebutuhan khusus, yang kemudian dikenal sebagai distro lokal IGOS Nusantara (IGN). Kebutuhan tersebut didasari aneka kegiatan pengembangan dan aplikasi SBC (small board computer) untuk telemetri, kontrol serta otomasi. Dalam perjalanannya, dikembangkan untuk mengikuti tren perangkat bergerak dengan sistem operasi berbasis Android maupun Tizen.

Sehingga kami sendiri menjadi terkaget-kaget dengan liputan media yang sedemikian gencar, tetapi menuju ke arah yang sama sekali tidak relevan. Padahal sedari awal kami tidak fokus pada hal tersebut, melainkan hanya ingin merealisasikan perangkat khusus yang efisien baik ukuran, daya maupun kinerjanya sesuai kebutuhan. Ponsel bandrOS sekalipun tidak ditujukan untuk membuat ponsel pesaing Samsung dkk. Kami tidak bersaing 'menjual ponsel', karena kompetisi di bidang tersebut lebih pada harga dengan margin minim dan tidak pada teknologi. Karena lebih banyak perang gimmick dan kurang menantang sebagai tema riset ilmiah. Kami juga tidak mentargetkan membuat sistem operasi sendiri, karena sudah ada aneka sistem operasi yang tersedia. Dari awal fokus kami pada pengembangan layanan khusus dengan ponsel sebagai salah satu perangkatnya. Contoh : layanan monitoring dan komunikasi pasien di rumah-sakit, komunikasi kebencanaan, pengumpul data survei termasuk rekapitulasi pemilu di level TPS dengan keamanan khusus. Tentu saja salah satu aplikasi perangkat tersebut bisa untuk ponsel anti sadap karena bila semuanya dibuat khusus tentu bisa dibuat 'susah' disadap...;-). Tetapi bila diekspos sebagai 'ponsel anti sadap', tentu ini akan memunculkan opini yang sama sekali berbeda, seperti P2I mendukung para koruptor...;-(.

Fenomena klaim berlebihan

Kedua fenomena di atas memiliki efek yang sama, yaitu fenomena over claimed yang bisa sangat berbahaya. Pertama karena memberikan edukasi yang salah ke publik. Kedua, berpotensi menghancurkan kredibilitas pelaku kegiatan itu sendiri bila tidak ditangani dengan baik.

Kedua kejadian diatas seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam memaknai suatu 'hasil' kegiatan, khususnya riset. Karena riset ilmiah berujung invensi gradual, dan bahkan incremental development. Artinya tidak ada riset ilmiah 'membuat mobil', yang ada adalah riset ilmiah membuat material yang kuat untuk bahan mesin mobil, riset ilmiah membuat karet elastis untuk ban mobil dan seterusnya. Riset 'mengembangkan mobil' bisa dipastikan bukan riset ilmiah, tetapi rekayasa integrasi sistem dari berbagai hasil riset ilmiah sebelumnya. Ini merupakan ranah dari R&D di industri, bukan di lembaga riset atau universitas !

Poin kedua, riset ilmiah tidak boleh membohongi publik, meski boleh salah selama tidak disengaja dan telah melalui metode ilmiah baku. Ini kontras dengan pola penulisan artikel di media massa yang mengutamakan 'tagline yang menjual', salah tidak apa karena harus kejar tayang serta bisa dikoreksi belakangan. Meski bukan berarti media boleh 'dengan sengaja' membuat artikel yang salah, tetapi yang dimaksud disini adalah media tidak selalu perlu melakukan kajian mendalam untuk memastikan kebenaran artikel yang ditulis. Hanya pada kasus investigasi khusus saja media yang baik akan melakukan cek dan ricek secara mendalam. Hal ini tentu bisa dipahami karena tidak mungkin mengejar tenggat waktu tayang kalau seluruh artikel harus dikaji mendalam seperti layaknya peneliti melakukan riset. Dalam riset, saat menemukan suatu hasil yang luar biasa sekalipun, peneliti diajarkan untuk berhati-hati dan bahkan mencurigai diri sendiri untuk mencari kemungkinan adanya kesalahan yang berujung pada kesimpulan bombastis tersebut. Peneliti harus senantiasa mawas dengan menanyakan pada diri sendiri : 'kalau saya bisa menemukan hal hebat seperti ini, mengapa orang lain sedunia selama ini tidak menemukannya... dst". Filosofi ini menyebabkan seorang peneliti umumnya (harus) sangat berhati-hati, bila perlu melakukan pembuktian ulang dengan metoda yang berbeda dan sebagainya.

Perbedaan filosofi, karakteristik profesi dan kultur di atas menimbulkan jurang komunikasi antara peneliti dengan awak media massa. Meski di lain sisi, banyak kasus dimana peneliti (atau lembaganya) memang salah mengkomunikasikannya. Untuk kasus ponsel bandrOS misalnya, kami akui dari awal ada kesalahan komunikasi dari pihak lain (diluar LIPI) yang kebetulan telah mendapatkan purwarupa ponsel tersebut. Sehingga selang 1-2 bulan liputan media menjadi tidak terkendali dan P2I serta LIPI kesulitan meluruskannya pada saat ponsel tersebut diluncurkan secara resmi pada HUT LIPI ke 46 di Serpong. Akhirnya hanya ada beberapa artikel media yang melakukan klarifikasi atas kesalahan tersebut, seperti LIPI Tak Jual HP Antisadap, Tapi Siap Berikan Layanan Bila Diminta di detik.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun