Mohon tunggu...
Didaktik Online
Didaktik Online Mohon Tunggu... Jurnalis - Lembaga pers Mahasiswa

Akun Resmi kami, dan Ikuti juga https://didaktikonline.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghayati Wawasan Kebangsaan di Setiap Langkah

7 Juni 2021   23:19 Diperbarui: 7 Juni 2021   23:19 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa kali kita mengikuti acara bertajuk Sosialisasi Wawasan Kebangsaan. Wawasan kebangsaan (wasbang), cinta tanah air, dan bela negara berhubungan sangat erat sehingga kerap diajarkan pada acara yang sama. Kalau saya sih dapat materi ini ketika mengikuti Latihan Dasar Kedisiplinan mahasiswa baru Politeknik Negeri Malang di Depo Pendidikan Kejuruan (Dodikjur) Rindam Brawijaya. Pemateri yang saya ingat dari Tentara Nasional Indonesia. Ada beberapa acara serupa yang saya ikuti di lain kesempatan. Acara terdekat, bulan lalu di Institut Teknologi Nasional Malang. Saat itu pembicara wasbang dari polisi, ustadz, dan alumi Resimen Mahasiswa.

Dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2002 Pasal 9 ayat (1) termaktub, "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan Negara". Menurut Kementerian Pertahanan, spektrum bela negara melingkupi aspek lunak (psikologis, ideologis, serta pemahaman wasbang) hingga aspek keras (fisik pada masa perang).

Selaras dengan Undang-undang tersebut, pada laman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) disebutkan bahwa Perguruan Tinggi harus menyelenggarakan Pendidikan Pancasila yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Momen Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) pun ikut diisi dengan berbagai kegiatan seputar penanaman wawasan kebangsaan/cinta tanah air/bela negara.

Berbicara mengenai hal-hal nasionalis terasa tidak ada habisnya. Secara garis besar wasbang adalah mengenali karakter, jati diri, dan bertindak sesuai falsafah hidup bangsa. Tentu tidak bisa dipisahkan dari gotong royong, bhinneka tunggal ika, serta Pancasila. Namun, menurut penafsiran saya wasbang melingkupi aspek yang lebih luas. Indonesia luas dan memiliki sejarah panjang, jadi ada wawasan-wawasan yang bisa lebih digali.

Mari kita mengingat wawasan tentang bangsa yang didapatkan selama bersekolah. Di pelajaran Seni Budaya misalnya, tidak pernah menyebut yang namanya Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Padahal Lekra menyumbang sejarah seperti Pramoedya Ananta Toer (penulis), Bachtiar Siagian (sutradara film), Djoko Pekik (pelukis) dan Amrus Natalsya (pematung). Banyak yang menganggap Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) mencongkel mata dan menyilet kemaluan jenderal akibat hobi nonton film Gestapu 30S/PKI. Tapi berapa banyak yang tahu jika Gerwani memperjuangkan Undang-undang perkawinan yang demokratis, memperjuangkan pelaksanaan Undang-undang Pokok Agraria, hingga bergerak memberantas buta huruf?

Di dalam buku Kewarganegaraan pun peran Partai Komunis Indonesia (PKI) bagi bangsa seolah tertimbun darah pembantaian 1965/1966, padahal salah satu aktor "penculikan" Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 adalah tokoh PKI yaitu Wikana. Bergeser ke pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, sedikit sekali narasi tentang Papua yang berimbas pada gampangnya menstigma rasis plus sok lebih baik. Di sisi lain para penstigma ini getol meneriakkan NKRI Harga Mati, kan lucu.

Keganjilan kian terasa ketika kita diharapkan memiliki cukup wasbang tapi usaha belajar ditanggapi secara tidak masuk akal. Contohnya pembubaran diskusi dan razia buku. Ada oknum-oknum bermental inferior yang takut bertambahnya wawasan menggoyahkan keyakinan. Mungkin mereka belum mau keluar dari zona nyaman berwujud konstruksi ingatan hasil menelan mentah-mentah bacaan zaman Orde Baru. Bangsa kita masih dibayangi krisis literasi, termasuk aparat.

Apa yang salah dari memperluas wawasan? Berdosakah belajar? Apalagi sebagian mimbar perkuliahan seolah memisahkan bidang keilmuan dengan realita di lapangan. Topik atau permasalahan terkini pun jarang mendapat tempat. Argumentasi tentang permasalahan tersebut kerap dimentahkan--dan yang lebih sakit lagi diabaikan rekan atau bahkan tenaga pendidik.

Kembali pada rekomendasi acara wasbang, saya berharap saat PKKMB dan atau orientasi di sekolah wasbang tidak disampaikan secara njelimet bin membosankan. Pembicara juga sebaiknya lebih beragam. Duduk menyimak berjam-jam berisiko menimbulkan kantuk. Saya juga lumayan gagal paham mengapa baris berbaris masuk kategori cinta tanah air. Ada lagi yang meminta berguling-guling di tanah dan mencelupkan diri ke air. Jika seperti itu, tidak semua peserta memahami makna wasbang salah satunya saya. Saya takut kurang tersampaikannya materi membuat peserta cenderung menganggap remeh.

Sepertinya lebih menarik jika wasbang secara lebih interaktif mengenalkan bangsa dan membuka tabir sejarah. Diiringi lagu atau puisi perlawanan lalu disodorkan dokumentasi-dokumentasi penggusuran serta kriminalisasi aktivis, misalnya saja Tumpang Pitu, Sumberanyar, Kulon Progo, dan Pulau Pari. Di akhir, dipaparkan kondisi-kondisi yang menjadi PR kita bersama. Barangkali sepulang dari sana peserta terpancing untuk terus belajar. Syukur jika di kemudian hari bisa berhimpun menghasilkan gerakan konkrit.

Jangan konotasikan gerakan sebatas aksi mengkritik pemerintah. Saya tahu hanya segelintir orang yang tahan orasi sampai serak dan tidak kapok bersilaturahmi hangat dengan ormas reaksioner. Ada banyak aksi yang bisa dilakukan untuk bangsa ini sesuai minat bakat kita, antara lain pelestarian budaya lokal seperti bahasa dan seni, menjaga alam karena Indonesia memiliki flora dan fauna endemik yang terancam punah, serta bersuara lewat sastra. Bisa juga menciptakan penemuan bernafaskan kearifan lokal seperti di bidang energi terbarukan, sosialisasi tanggap bencana karena secara geografis Indonesia tergolong rawan, dan masih banyak lagi. Pada diri sendiri kita bisa menanamkan kejujuran, kepedulian, dan rasa ingin tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun