Mohon tunggu...
LOVYANA PUTRI
LOVYANA PUTRI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

Penulis Baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Hukuman Penjara dan Denda bagi Warung yang Buka Selama Ramadhan

18 April 2021   01:44 Diperbarui: 18 April 2021   01:52 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan sebuah negara majemuk yang kaya akan keberagaman, baik suku, ras, budaya, maupun agama. Keberagaman tersebut bukanlah merupakan sebuah ancaman melainkan kekayaan bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, perlu ada upaya-upaya yang dilakukan guna menjaga dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga keutuhan bangsa agar tidak terpecah belah, diantaranya yakni tidak melupakan sejarah, menumbuhkan rasa cinta tanah air, melestarikan budaya, mencintai produk lokal, dan yang terpenting yakni bersikap toleransi antar sesama. Toleransi merupakan sikap dasar yang menjadi penentu eratnya persatuan dan kesatuan dalam suatu bangsa meski di tengah perbedaan yang ada. Salah satu bentuk toleransi dalam keberagaman yakni toleransi antar umat beragama.

Seperti yang kita ketahui, bahwa setiap umat beragama tentunya memiliki acara keagamaan masing-masing yang merupakan bentuk dari perilaku taat dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu contohnya adalah ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan yang dijalankan oleh umat Islam di seluruh dunia. Ibadah puasa di bulan Ramadhan dilaksanakan sebulan dalam setiap tahunnya dan ditutup dengan peringatan hari raya Idul Fitri atau biasa dikenal dengan sebutan "hari kemenangan". Pada bulan suci Ramadhan, seluruh umat muslim yang sudah baligh dan berakal diwajibkan untuk berpuasa sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari dan dilengkapi dengan ibadah salat sunnah tarawih di malam hari.

Sebelum berkelana lebih jauh, kita perlu mengenal terlebih dahulu dan memaknai tentang apa itu puasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puasa adalah menghindari makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja. Selain itu, pengertian puasa menurut Ibn Kasir adalah menahan diri dari makan, minum, dan berjimak disertai niat yang ikhlas karena Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung karena puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah.[1] 

Hal ini menandakan bahwa puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus melainkan juga menahan emosi agar mampu mensucikan diri dan meruntuhkan dosa-dosa. Tak hanya itu, Buya Hamka juga mengatakan bahwa puasa adalah kemampuan untuk mengendalikan diri yang bertujuan untuk mendidik iradat dan mengekang nafsu.[2] Jika seseorang mampu mengendalikan dirinya dari berbagai godaan yang ada, maka seseorang tersebut dapat dikatakan derajat atau tingkatnya sebagai manusia menjadi semakin tinggi.

Akhir-akhir ini, negara kita digemparkan dengan adanya salah satu peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya Pemerintah Kota Serang, Banten yang memberikan larangan bagi restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe untuk berjualan di siang hari selama bulan suci Ramadhan. Hal ini disampaikan pula bahwa apabila restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe tetap nekat buka dan berjualan di siang hari, maka akan dikenakan sanksi berupa hukuman penjara sekaligus denda Rp 50 juta. Hal ini dikuatkan dalam surat Imbauan Bersama nomor 451.13/335-Kesra/2021 tentang Peribadatan Bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang mengatur bahwa restoran dan sejenisnya tutup pada pukul 04.30 hingga 16.00 WIB.

Tak hanya itu, Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah (PPHD) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Serang yakni Tb Hasanuddin mengatakan bahwa bagi pelanggar akan dikenakan sanksi berupa hukuman 3 bulan penjara dan dikenakan denda sebesar Rp 50 juta. Ia juga menegaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 10 dan Pasal 21 ayat 4 Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 tahun 2010. Adapun bunyi Pasal 10 ayat 4 tersebut yakni "Setiap pengusaha restoran atau rumah makan atau warung dan pedagang makanan dilarang menyediakan tempat dan melayani orang menyantap makanan dan minuman pada siang hari selama bulan Ramadhan". Kemudian dalam Pasal 21 yang menjelaskan ketentuan pidana berbunyi "Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)."

Adanya peraturan tersebut tentunya menimbulkan pro dan kontra sehingga menjadi sebuah kontroversi bagi masyarakat. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa hal tersebut baik diterapkan guna sebagai bentuk menghargai orang-orang yang berpuasa dan dianggap tidak etis jika restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe buka di siang hari pada saat bulan Ramadhan. Sedangkan, sebagian yang lain beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sebuah bentuk dari sikap intoleransi antar umat beragama karena di negara ini, agama bukan hanya 1 melainkan ada 6 agama yang resmi diakui oleh Indonesia, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.

Menurut pandangan saya, saya tidak setuju dengan adanya larangan dan sanksi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang tersebut karena seperti yang sudah dibahas dalam pengertian puasa bahwa puasa itu dilakukan untuk mengendalikan diri dari berbagai hawa nafsu. Hal ini dapat diartikan bahwa akan selalu ada godaan bagi siapapun yang berpuasa. Namun, perlu diingat bahwa puasa sendiri bukanlah untuk menghindari cobaan atau godaan yang ada melainkan untuk menghadapinya dengan niat dan pengendalian diri yang kuat. Saya percaya bahwa sebesar apapun rintangan yang dihadapi oleh orang yang berpuasa, apabila telah didasari oleh niat maka seseorang tersebut tidak akan membatalkan puasa hanya karena hal kecil seperti rumah makan, restoran, warung nasi, dan kafe yang dibuka di siang hari selama bulan suci Ramadhan.

Tak hanya itu, kondisi pandemi Covid-19 yang masih terus melanda Indonesia dan mempengaruhi berbagai sektor, salah satunya pada sektor ekonomi menjadi faktor utama penolakan atas peraturan ini. Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak bulan Maret 2020, sektor perekonomian di Indonesia sangat menurun. Hal ini dapat dilihat berdasarkan fakta pada kondisi di lapangan, banyak masyarakat yang terdampak dengan adanya pandemi ini. Seperti pengurangan karyawan, perusahaan bangkrut, kesenjangan ekonomi yang tinggi, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan angka pengangguran di Indonesia semakin tinggi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, tempat-tempat usaha seperti restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe seharusnya tetap diperbolehkan dibuka mengingat kondisi yang tidak memungkinkan untuk melarangnya. Ditambah lagi, sanksi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang berupa hukuman penjara 3 bulan dan denda Rp 50 juta dinilai tidak masuk akal untuk kasus permasalahan ini. Hal ini disebabkan karena masyarakat dalam hal menghidupi kebutuhan sehari-hari saja sulit dan terganggu apalagi ditambah dengan beban untuk membayar denda sebesar itu dan menjalani hukuman di penjara.

Selain itu, sebagaimana yang telah disebutkan di awal mengenai keberagaman yang ada di Indonesia khususnya keberagaman agama juga menjadi faktor penolakan atas larangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Serang. Hal ini disebabkan karena banyak masyarakat non muslim yang notabenenya tidak menjalankan ibadah puasa Ramadhan tetapi dipaksa harus ikut menahan lapar dan haus di bulan suci yang penuh berkah ini. Meskipun mereka tetap bisa memesan makanan atau minuman dan menyantapnya di rumah atau dibawa pulang, tetapi secara tidak langsung hal tersebut cukup mengganggu dan memperumit. Hal tersebut sudah tergolong perilaku intoleransi kepada umat beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun