Mohon tunggu...
elde
elde Mohon Tunggu... Administrasi - penggembira

penggembira....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah SBY, Sultan Jogja Sentil Prabowo

9 April 2019   11:35 Diperbarui: 9 April 2019   11:44 5907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ungkapan bahwa kekuasaan bisa membuat orang menjadi lupa diri memang ada benarnya. Demi memenuhi ambisi berkuasa segala cara dapat dilakukan. 

Tidak peduli lagi dengan pandangan orang lain dan juga rela menggadaikan diri bersekongkol dengan kelompok yang secara prinsip atau idiologi bertentangan. Falsafah yang digunakan lawannya lawanku adalah temanku.

Gambaran itu sepertinya terjadi pada pilpres tahun ini. Bagaimana Prabowo yang mengaku Pancasilais, patriot dan nasionalis bisa berangkulan dengan kelompok-kelompok yang di mata masyarakat dikenal intoleran. 

Sudah menjadi rahasia umum bahkan diantaranya ada yang ingin mengganti sistem negara Pancasila dengan khilafah dan sebagian juga mencita-citakan Indonesia Bersyariah. 

Diberikannya kesempatan dan ruang bagi para pengasong paham konservatif agama ikut dalam kontestasi politik ini, akibat yang ditimbulkan begitu marak politik identitas yang dimulai jauh sebelum masa kampanye hingga sekarang. Puncaknya saat paslon 02 menyelenggarakan kampanye akbar di GBK.

Model kampanye yang tidak lazim dan tak inklusif seperti yang dikatakan oleh SBY. Bagaimana kampanye sudah sejak dari dini hari dilakukan dengan menonjolkan identitas keagamaan, Islam. Tidak mencerminkan sepenuhnya bahwa bangsa ini dihuni oleh berbagai macam agama, suku, ras dan golongan.

Dibalik isi surat SBY itu ada motif politik dibelakangnya sehubungan dengan elektoral partai atau tidak, namun sangat patut diapreasi. Kekhawatiran mayoritas publik yang masih memiliki kecintaan dengan NKRI dan Pancasila serta berjiwa nasionalis merasa telah terwakili.

Jauh sebelum bergabung di kubu Prabowo, Demokrat sendiri sempat mengatakan bahwa tidak akan ikut koalisi keummatan bila dibawah komando Rizieq Shihab. 

Namun entah kesepakatan apa yang dibuat antara mereka hingga akhirnya SBY menyandarkan dirinya pada koalisi ini. Kemungkinan besar alasannya karena keterpaksaan dan di last minute harus mengambil keputusan.

Untuk berbalik mendukung Jokowi-Ma`ruf ada rasa gengsi dan sepertinya pintu juga sudah tertutup. Walau merasa sudah dikadalin karena penunjukkan Sandi sebagai pendamping Prabowo tanpa melibatkan Demokrat, mau tidak mau harus menelan pil pahit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun