Mohon tunggu...
SlemmersCuys
SlemmersCuys Mohon Tunggu... Lainnya - Ontologi

Seorang anak yang mencari ke abadian hidup...tapi boong

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Kuasa Media Melahirkan Watak Asli Penguasa

8 Mei 2021   19:10 Diperbarui: 8 Mei 2021   19:13 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat demokratis terlihat dari stuktur sosial yang timbal-balik antar individu atau kelompok terhadap peranan sosialnya masing-masing, dan mengutamakan transparansi dalam setiap aktifitas. Transparansi tersebut dibuktikan dan menjadi prasyarat masyarakat demokratis atas kebebasan memperoleh informasi atau kebebasan pers. 

Kebebasan pers meniscayakan para penggiat nya memberikan informasi tanpa ada mekanisme kontrol penguasa atau tanpa kelompok yang mengotoritaskan aktifiasnya. Pengharapan terbesar dari kebebasan pers ialah masyarakat dapat memperoleh atau mengakses suatu peristiwa yang objektif tanpa kendali dan tidak memperoleh pengekangan dalam bentuk inditimasi, sehingga segala tindakan massa rakyat yang diambil mendapatkan rujukan untuk berfikir rasional atas segala hal dan dapat memperhitungkan kekuatannya.

Berangkat dari realitas kehidupan bahwa fakta atas kebebasan pers adalah omong kosong yang terus dipelihara dalam sistem demokrasi. Herarki yang ada antara penguasa dan yang dikuasi merupakan bentuk dominasi humanis yang tergambarkan dari segala tindakan penguasa seakan benar dan memberikan yang terbaik demi kepetingan bersama pada yang dikuasai layaknya perpanjangan tangan ilahi. 

Melalui permainan media masssa yang menghasilkan sebuah rekonstuksi fakta yang dilempar kepada kawanan pandir (masyarakat) dari situasi yang didesign seakan benar atau objektif, padahal itu adalah rekayasa mereka untuk mengamankan kedudukan atau posisi dominasi dalam sistem demokrasi, serta menempatkan kawanan pandir sebagai penonton. Itulah disebut sebagai politik kuasa media antara penguasa dan kelompok awak media yang terafiliasi.

Posisi dominasi dalam sistem demokrasi menjadi cikal bakal lahirnya watak represif dan penindasan antara penguasa kepada yang dikuasi dengan membuat yang dikuasi tidak dapat berfikir secara rasional dan tidak mengetahui kekuatan mereka sejauh mana. Praktek politik kuasa media penguasa digambarkan 

Dalam buku uncle Chomsky yang menjelaskan bahwa kelompok yang terkesan dengan keberhasilan propaganda ini adalah para teoretis demokrasi liberal dan pemuka media dan ia adalah Walter Lippman seorang pemuka wartawan Amerika. Lippman terlibat dalam komisi propaganda dan dikenal keberhasilannya. Dia mengungkapkan bahwa yang disebut ‘revolusi seni berdemokrasi’ dapat digunakan untuk membuat suatu ‘persetujuan buatan’, yaitu mengadakan persetujuan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pihak publik dengan menggunakan teknik propaganda. Dia juga menganggap ini sebagai gagasan yang baik dan penting. Penting karena menurutnya, ‘kepentingan bersama dapat mengecoh pemikiran publik’ dan hanya dapat dipahami dan dikelola oleh sebuah ‘kelas para ahli’ yang berasal dari ‘para penguasa’ yang cukup cerdas untuk menalar.

Pandangan tersebut mengingatkan pada historis pengikut lenin, dimana para pemuka intelektual revolusioner memegang kekuatan negara atau elit-elit baru rakyat yang menggunakan kekuatan revolusi rakyat untuk mereka tiba ke kursi kekuasaan negara, kemudian menggiring rakyat ke masa depan yang - karena kebodohannya - tidak dapat mereka cita-citakan (dilakukan dengan berbagai bentuk propaganda).

Itulah mengapa konsekuensi dalam bingkai sistem demokrasi menciptakan suatu kelas dalam masyarakat. Pertama, kelas kawanan pandir adalah kelas yang memegang peranana aktif sebagai kalangan yang menitipkan nasibnya kepada para ahli dan hanya menjalankan aktitifas hubungan-hubungan umum seperti layaknya penonton sirkus (penonton kontestasi politik) dan dipergunakan sebagai lumbung suara unuk menghantarkan para ahli kebangku kekuasaan. Kedua, kelas para ahli ialah mereka (elit rakyat) yang melegitimasi dirinya layak untuk mengurus negara dan bertarung demi menjalankan segala bidang yang berhubungan dengan politik, ekonomi dan sistem ideologi, mereka secara kuantitas hanya sedikit.

Benturan realitas kehidupan pada setiap individu menyadarkannya untuk berfikir secara rasional bahwa bingkai sistem demokrasi dalam negara adalah permainan antar kelas untuk melanggengkan posisi kekuasan dan kepentingan elit yang seakan menjamah seluruh lapisan dengan menggunakan metode humanis, mengikatkan antar individu dengan negara melalui hal-hal yang bernilai moral memaksa untuk dapat mengkontrol setiap individu. Tindakan pembangkangan dan pembrontakan merupakan upaya bagi individu untuk lepas terhadap otoritas negara yang selalu mempermainkan mereka lewat politik kuasa media serta mempertumpulkan nalar berfikir.

Hakikatnya Kesadaran rasional setiap individu terhadap perlawan selalu ada dan ini akan membuat posisi tidak nyaman bagi penguasa (kelas para ahli katanya), ini dapat dilakukan dengan membangun media massa tandingan tanpa heararkis, tanpa otoritas, dan menyampaikan persitiwa objektif. Konsekuensi dari perlawan itu, bahwa setiap individu akan diperlakukan layaknya binatang (kehadiran negara sejatinya penegasian atas kemanusiaan) dan ini merupakan watak asli penguasa yang melegitimasi dirinya layak untuk mengatur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun