Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cerita Foto: Memperkasa Anak Cucu Indonesia Timur

5 Juni 2013   11:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:30 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_258128" align="alignnone" width="600" caption="Lokasi Sekolah Pedalaman Mimika, Diambil Dari Helikopter"][/caption]

Salah satu cara memperkasa generasi muda, anak-anak dan cucu-cucu Indonesia Timur adalah dengan memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah yang baik.

Sejak 2004, Yayasan Pendidikan Lokon membangun kerjasama dengan LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Suku Amungme dan Kamoro). Awalnya, untuk LPMAK hanya diberi tempat untuk 10 siswa dan 10 siswi LPMAK. Sekarang, Lokon menerima antara 20 hingga 30 siswa dari Timika karena ternyata mereka bisa belajar dengan baik hingga lulus Ujian Nasional.

[caption id="attachment_258138" align="alignnone" width="600" caption="Pedalaman di Tengah Hutan"]

1370405378297287282
1370405378297287282
[/caption]

Untuk itu, tim dari sekolah dan yayasan berangkat ke Timika untuk mengadakan seleksi bagi mereka yang akan sekolah di SMA Lokon dan penyerahan tamatan siswa dan pemantapan studi lanjut ke Jerman.. Setelah dites lalu nama-nama yang lulus tes diberikan ke pihak LPMAK untuk kemudian diurus tentang kedatangan mereka di sekolah dan asrama.

Proses seperti itu sudah menjadi pola tetap hingga sekarang ini pada tahun pelajaran 2013/2014. Tetapi lucunya, kadang kami menerima siswa Papua yang ternyata tidak sesuai dengan nama-nama yang lulus tes. Setelah ditanya kesana kemari, ternyata anak kerabat dari Kepala Suku atau pejabat tertentu, meski tesnya tidak lulus harus diikutkan untuk sekolah di tempat kami. Nepotisme? He he he

[caption id="attachment_258129" align="alignnone" width="600" caption="Siap Mendarat"]

1370403582915083642
1370403582915083642
[/caption] [caption id="attachment_258131" align="alignnone" width="600" caption="Salah Satu SMP Pedalaman Mimika"]
13704037991238505390
13704037991238505390
[/caption]

Menerima siswa-siswa Papua setiap tahun ajaran baru sebanyak 20 hingga 30 di sekolah kami tak urung menimbulkan banyak reaksi dan komentar negatif dari internal maupun eksternal.

Yang jelas memang ada perbedaan menyolok antara siswa Papua dan siswa lain ketika mereka hidup besama di asrama dan belajar bersama di kelas-kelas.

Tak sedikit guru yang terpaksa kerja keras mengajar tentang perbedaan kali dan bagi atau tambah dan kurang dalam pelajaran matematika. Belum wawasan kebumiannya yang sangat minim. Pendek kata, secara intelektual mereka tidak sama dengan siswa non Papua. Untuk itu sebelum bergabung dengan siswa kelas X, mereka wajib mengikuti tahun Martikulasi.

[caption id="attachment_258142" align="alignnone" width="600" caption="Wilayah Kabupaten Mimika (sumber: wikipedia)"]

13704067281604691559
13704067281604691559
[/caption] [caption id="attachment_258143" align="aligncenter" width="403" caption="Siap-siap naik speedboat ke pedalaman"]
13704067831977269610
13704067831977269610
[/caption]

Dalam keseharian di asrama, pembina juga menghadapi tantangan yang cukup serius untuk menghilangkan kebiasaan beberapa di antara mereka yang terbiasa merokok, minum-minum dan mengunyah pinang. Belum adaptasi dengan siswa non Papua lainnya. Atasi kecenderungan mengelompok sesama Papua, jadi pengalaman yang menarik. “Penyakit kampung” juga sering melanda siswa Papua karena rindu pulang kampung sehingga secara psikis menghambat KBM mereka.

[caption id="attachment_258135" align="alignnone" width="600" caption="Helikopter Dipakai Untuk Menjangkau SMP Di Pedalaman"]

1370404737304055946
1370404737304055946
[/caption]

Reaksi tak menyenangkan juga muncul dari pihak luar atau di kalangan orang tua siswa yang intinya menerima siswa Papua adalah kemunduran bagi sekolah terutama soal kualitas. Asumsi ini lama-lama tak terbukti seiring dengan tradisi kelulusan 100% yang dijaga hingga UN 2013. Setelah tamat di sekolah kami ada yang melanjutkan di perguruan tinggi seperti Unima, Unsrat, UGM, dan ada yang sudah menjadi Pilot dan ambil S2.

Pengalaman proses pendidikan itu, semakin meneguhkan motto kami, “dari yang tidak bisa menjadi biasa”.Motto itulah yang menyemangati tim sekolah (6 guru) dalam mencari siswa baru hingga ke pedalaman Jita, Banti, Atuka, Kokonao, Agimuga, Uta, wilayah lainnya. Helikopter milik AD dan Freeport, serta pesawat AMA dan speedboat LPMAK dikerahkan untuk menjangkau SMP-SMA di pedalaman itu.

[caption id="attachment_258132" align="alignnone" width="600" caption="Suku Kamoro Di Pesisir Pantai Portsite"]

1370404361262647636
1370404361262647636
[/caption] [caption id="attachment_258133" align="alignnone" width="600" caption="Rumah Suku Kamoro"]
1370404433720025944
1370404433720025944
[/caption]

Sepuluh siswa Timika yang tamatan Lokon tahun ini mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya ke Universitas Aachen Jerman. Program belajar ke Jerman ini baru pertama kali diadakan setelah dinyatakan lulus tes masuk ke Universitas Aachen tempat mantan Presiden Habibie kuliah. Ke-10 siswa Timika ini akan bergabung dengan 12 siswa Jayapura yang terlebih dahulu disiapkan di LIP (Losnito Intensive Program).

Upaya memberikan kesempatan pendidikan yang layak dan patas bagi siswa-siswa Papua yang tinggal di pedalaman Kabupaten Mimika yang berpenduduk hampir 200 ribu jiwa, masih terus diperjuangkan. Secara topografi wilayah Mimika hanya 4,5 % dari luasnya Pulau Papua yang luasnya hampir empat kali pulau Jawa. Itu berarti, masih banyak generasi muda anak-anak, cucu-cucu yang belum beruntung mengenyam pendidikan seperti Amelius Aim dkk yang September nanti studi ke Jerman.

[caption id="attachment_258137" align="alignnone" width="600" caption="Foto Graduation 2013"]

1370405177581400033
1370405177581400033
[/caption] [caption id="attachment_258139" align="alignnone" width="600" caption="Pengapalan Batubara dari Tembagapura ke Portsite"]
1370405663785740886
1370405663785740886
[/caption]

Cerita ini sangat kontradiktif dengan pemberitaan tentang dugaan korupsi di “instansi pendidikan” Kemendikbud yang ditaksir 700 miliar rupiah negera dirugikan. Saya membayangkan uang segitu bisa dipakai untuk menyekolahkan atau memperkasa generasi muda, anak-anak dan cucu-cucu bangsa kita. Tapi siapa yang mau peduli soal pendidikan ini?

Foto-foto: dokpri sekolah

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun