Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tari Kecak Uluwatu, yang Kocak

13 Agustus 2019   20:20 Diperbarui: 13 Agustus 2019   20:25 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hanuman akan dibakar (Dokpri)

Manusia bisa gelap mata, lupa diri, lupa daratan, saling bunuh, saling baku hantam, hanya karena tiga hal ini. Harta, tahta dan wanita. Lebih dari itu, tiga hal itu menjadi simbol watak manusia yang gila kekayaan, gila kekuasaan dan gila dalam mengobarkan hawa nafsu.

Seperti tidak pernah ada batas ruang dan waktu, wiracarita Ramayana membalut pesan moral itu dalam sebuah pertunjukkan apik yang dikenal dengan tarian kecak. Bagi warga Bali, tarian kecak, bukan sekadar seni dramatari khas Bali, tetapi merupakan ritual sanghyang, yang para penarinya, laki-laki, dalam kondisi "trance" (terhipnotis) sambil menyerukan cak dan mengangkat tangan. 

Sore itu sebelum senja memeluk bumi, saya melakukan perjalanan menuju ke Pura Luhur Uluwatu atau Pura Sad Kahyangan, ujung Barat Daya Pulau Bali, yang ramai dikunjungi wisnu dan wisman karena berada di atas tebing batu karang yang menjorok ke laut. Uluwatu berada di desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung.

Saya menyambangi Uluwatu bukan untuk mencari keindahan alam dan puranya, saat mentari terbenam, atau nonton kawanan kera yang konon nakal karena sering mencuri barang milik wisatawan, seperti kacamata, dompet, atau topi.

Langkah kaki saya hanya satu tujuan. Menonton dan menikmati tarian kecak dengan pertunjukan apinya. Yang lebih memikat hati saya, saat pertunjukkan tari kecak, rona merah lembayung matahari terbenam menjadi "background" alam yang eksotik ketika duduk di amphiteater.

Dipenuhi Penonton (Dokpri)
Dipenuhi Penonton (Dokpri)

Tiket masuk tari kecak Uluwatu dibandrol Rp. 100.000,- per orang untuk durasi satu jam, mulai pukul 18.00 -- 19.00. Saat itu, tribun amphiteater sudah tampak penuh oleh penonton. Untung petugas mengarahkan saya untuk masuk lewat pintu belakang yang posisinya naik tangga. Jadilah saya duduk di tribun paling atas, ya berdesakan dengan penonton lain.

Untung saya mendapat tempat duduk di posisi paling atas dan di tengah. Dari tempat saya duduk, saya bisa melihat semua penonton yang memadati amphiteater. Bahkan, pemandangan matahari terbenam dengan warna lembayung jingganya, dan yang bergerak perlahan memeluk senja, membuat suasana semakin syahdu.

Para penari memakai selendang kotak-kotak papan catur, dan duduk melingkar sambil menyerukan "cak-cak-cak" tanpa menggunakan alat musik atau gamelan bertalu. Mereka mengiringi para penari yang memerankan tokoh-tokoh dalam cerita Ramayana.

Bertahan hingga selesai (Dokpri)
Bertahan hingga selesai (Dokpri)

Ramayana berasal dari kata Rama dan Ayana, yang memilki arti perjalanan Rama dalam memerintah Kerajaan Kosala. Dewi Sinta, puteri Prabu Janaka, dipinang oleh Rama karena memenangkan sayembara yang diadakan oleh Janaka. Singkat cerita, Rama dan Sinta hidup bahagia di Ayodya.

Saat Rama bertapa, Rahwana yang semula ingin balas dendam untuk Suparnaka, akhirnya menculik Dewi Sinta, yang berparas cantik, untuk dijadikan istri dan diboyong ke Kerajaan Alengka. Lalu Rama menyerbu kerajaan Alengka untuk merebut kembali Dewi Sinta. Dalam peperangan itu, Rama dibantu oleh Sugriwa dan Hanuman bersama ribuan wanara (kera). Akhirnya Rama berhasil membawa pulang Dewi Sinta.

Dalam pertunjukan tari kecak, apa yang diperagakan oleh Hunuman, si kera putih yang sakti, mengundang decak kagum penonton karena berinteraksi dengan penonton lewat kejahilannya dan kocaknya. Seorang penonton ditarik dari tempat duduknya, dan disuruh memakai topeng (milik salah satu raksasa) kemudian di hadapan penonton minta untuk difoto. Click!

Duduk di belakang (Dokpri)
Duduk di belakang (Dokpri)

Hanoman lari ke arah penonton dan duduk berdekatan dengan salah satu penonton dan minta difoto. Jahil Hanuman terlihat saat ada penonton yang kepalanya botak dielus-elus.

Rahwana, raksasa yang mengganggu isteri Rama, juga berperan kocak di hadapan penonton dengan cara melakukan absensi asal asul penonton dengan menggunakan bahasa Inggris, atau bahasa Korea, Perancis, China untuk menyapa penonton. Adegan itu membuat penonton terpikal-pikal karena diomongkan dengan kocaknya.

Merekam taria kecak (Dokpri)
Merekam taria kecak (Dokpri)

Karena tarian kecak dikemas sedemikian rupa sehingga suasana cair, interaktif dengan penonton dan apalagi diselingi humor, membuat penonton tidak merasa bosan. Rasanya durasi 1 jam itu seperti cepat sekali.


Mengakhiri pertunjukan sebi dramatari khas Bali, pembaca acara memberi kesempatan kepada para penonton yang ingin berfoto ria dengan para penari tanpa dipungut biaya. Tak sedikit penonton berfoto secara bergantian dengan para penari.

Itulah pengalaman saya saat mengisi waktu libur Juli lalu. Mengapa saya berburu tari kecak Uluwatu kok nggak menonton tari kecak di Ubud atau di tempat lain, karena di Uluwatu selain tarian kecaknya dikemas dengan kocak menghibur, juga suasana alam yang eksotik karena balutan sinar mentari merah lembayung saat terbenanm itu sungguh indah dipandang.

Salam Koteka!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun