Muncul dari pos jaga, seorang anak muda memberhentikan mobil kami. Ah, dia pasti meminta uang retribusi masuk ke lokasi wisata pantai Desa Jiko, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara.Â
"Mau pergi ke mana pak?" tanya pemuda tadi. "Mau ketemu Pak Janis" jawab Stenly dari balik kemudi. Tak jauh dari pos jaga itu, Pak Janis keluar rumahnya melambaikan tangan dan menyambut kami. Lalu, kami parkir di pinggir jalan persis depan rumahnya.Â
Nadir menurunkan dari bak mobil dua karung berisi sayuran hijau sebagai buah tangan dari kami. Kiki ikut membantu Nadir. Buah tangan berupa sayuran hijau itu, kemudian kami serahkan kepada Pak Janis.Â
Begitu menerima buah tangan dari kami, senyum mengembang di wajah Pak Janis. Karung sayuran lainnya akan kami serahkan ke Pak Sangadi (Hukum Tua) Desa Jiko, tempat kami menitipkan mobil.Â
Silahturahmi sayuran ini kami gagas karena di kawasan pantai Jiko, tanahnya tidak bersahabat untuk ditumbuhi sayuran seperti kubis (cabbage), brokoli (broccoli), sawi/pakcoy (mustard), daun bawang (spring onion), kembang kol (cauliflower). Berbeda dengan tanah tempat kami, di bawah kaki Gunung Lokon Tomohon, sayuran tumbuh dengan subur.Â
Semenjak viral di medsos, kawasan pantai di sekitar desa Jiko, Kabupaten Boltim yang jaraknya 144 km dari Manado menjadi destinasi wisata yang diburu oleh wisatawan dari berbagai daerah. Tak masalah meski jarak tempuhnya dengan kendaraan pribadi, sekitar 4 jam lamanya.Â
Rabu (3/4/2019), pukul lima pagi, saya sudah siap berangkat. Saya menunggu teman-teman kantor berkumpul. Mesin dua mobil sudah dihidupkan dan siap berangkat. Akhirnya, teman-teman kantor masuk ke mobil. Udara sejuk di kaki Gunung Lokon, mengantar perjalanan wisata kami untuk mengisi hari libur.Â
Dua mobil secara beriringan bergerak menuju Bolaang Mongondow Timur. Secara umum, jalan yang kami lalui sudah mulus sehingga nyaman selama di perjalanan. Paling kami berhenti sejenak untuk ke toilet. Â
Perjalanan yang melelahkan itu, terbayar sudah ketika kami menaiki perahu dari pangkalan 2. Berlajar dari pantai Jiko, perahu yang diisi 12 penumpang, bertolak ke Pantai Abadi. Hanya sekitar 15 menit kami sudah berlabuh di pantai Abadi. Semua penumpang perahu memakai baju pelampung demi keselamatan.Â
Pantai AbadiÂ
Perahu berlabuh di Pantai Abadi, Kecamatan Nuangan. Kami semua turun langsung disambut oleh hamparan pasir putih yang lembutnya seperti bedak. Kami tidak hanya bermain di pantai berpasir putih, namun tebing bebatuan di pinggir pantai menarik langkah kaki kami untuk menuju ke bebantuan itu. Â
"Ayo foto di sini. Berdiri di atas tebing ini, dengan view belakang air laut. Wouw banget lho" ucap Kiki ngotot untuk selfie. Tak urung, saya pun ikut-ikutan foto di lokasi itu. Keindahan pantai di lokasi ini kerap dipakai untuk pre-weeding. Tak hanya itu, spot keindahan alam bawah laut di sekitar pantai Abadi ini, bagaikan surga bagi pecinta diving.Â
Kami berjumpa rombongan emak-emak berkaos orange sedang foto bareng di lokasi yang ada tulisan pantai Abadi. Setelah setengah jam menikmati indahnya pantai Abadi, kami melanjutkan ke Pantai Patokan  dan Tanjung Silar yang lokasinya berdekatan dengan pantai Abadi.Â
Pantai Patokan dan Tanjung SilarÂ
Perahu kayu bermesin 10 PK, berlabuh di Pantai Tanjung Silar, Jiko Port, Kecamatan Motongkad. Hanya 5 menit berlayar dari Pantai Abadi.Â
"Karcis masuk menuju Tanjung Silar, ditarik Rp. 2.000,- per orang. Silahkan bapak mencatat di buku tamu ini mewakili rombongan" ucap seorang ibu sambil menjaja aneka macam minuman baik  dan ada yang dingin disimpan di boks. "Harga rata-rata minuman kemasan Rp. 7.000,- Kecuali air kemasan, harganya Rp. 5.000,-" lanjut si Ibu. Â
Ini untuk pertama kali saya menginjakkan kaki di Tanjung Silar. "Tanjung Silar ini viral lho di media sosial. Banyak wisatawan menganggap teluk Tanjung Silar ini, mirip dengan pantai Navagio di Yunani yang dijadikan tempat shooting film drama Korea, Descendants of the Sun" jelas Stenly sambil memegang kamera memotret keindahan teluk ini.Â
Sementara itu, mungkin karena sengatan panas  matahari, beberapa wisatawan tampak sedang berteduh di gazebo-gazebo panggung yang sediakan oleh dinas pariwisata setempat.Â
 Sebelum naik perahu, saya ajak rombongan untuk minum kelapa muda dulu di salah satu warung di pinggir pantai Patokan. Satu butir kelapa harganya Rp. 15.000,- sudah termasuk es batu dan gula aren merah bagi yang suka.Â
Setelah makan, kami mohon pamit pulang dan tiba di Tomohon sekitar jam 8 malam. Perjalanan jauh itu terbayar oleh indahnya kawasan Pantai Jiko di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.Â
Dalam perjalanan saya bertanya kepada Stenly, berapa sewa perahu yang tadi dipakai. Dijawab, untuk umum rata-rata per orang Rp. 25.000,- pulang pergi.Â
Salam traveling. Salam Koteka!Â