Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pasir Timbul Pulau Nain, Pesona Bahari di Sulut

18 Oktober 2015   20:04 Diperbarui: 22 Oktober 2015   17:32 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Traveller menikmati pasir timbul di bawah payung pantai pulau Nain (dokpri)"][/caption]

Pesona Indonesia di Sulawesi Utara tidak hanya Bunaken. Diakui, Bunaken masih populer di mata wisatawan mancanegara dan lokal. Snorkeling dan diving di Taman Nasional Bunaken menjadi andalan wisata bahari propinsi yang terkenal dengan kuliner "bubur manado".

Di mata traveler seperti komunitas "kaki gatal" atau "bapontar", pamor Bunaken mulai redup. Komunitas itu lebih suka berpergian ke lokasi wisata lain yang sedang ngetren dibicarakan dan diunggah foto-fotonya di media sosial.

Pulau Lihaga di Minahasa Utara memiliki daya pikat karena pantai pasir putih dan terumbu karang serta biota lautnya yang menggoda untuk snorkeling. Pulau Tumbak di Minahasa Tenggara menyediakan traveler untuk bermalam di water cottage dan ekplorasi sunset yang indah. Tak hanya itu, pantai Pall dan Pulisan di Minahasa Utara juga memiliki pesona bahari sehingga siapa saja yang datang bisa bermain di pasir putih dan berenang di bibir pantai. Di samping itu, lokasi itu layak jadi spot fotografi yang eksotik.

Sekarang fenomena Pasir Timbul di Pulau Nain, Kecamatan Wori, Minahasa sedang naik daun dibicarakan di medsos. Seperti tak mau kalah, traveler berlomba mengupload fotonya saat berdiri di Pasir Timbul. Tak urung foto itu menjadi magnit bagi setiap orang yang ingin melihat fenomena Pasir Timbul.

[caption caption="Untuk ke Pasir Timbul, traveler berangkat dengan kapal longboat dari Pelabuhan Marina Manado"]

[/caption]

Liburan tahun baru Islam kemarin (14/10) saya manfaatkan untuk berkunjung ke Pasir Timbul bersama teman-teman saya. Kalau ditanya, kok suka datang ke Pasir Timbul, saya jawab ini gegara postingan foto-foto Pasir Timbul yang indah di Instagram. Pendek kata, rasa penasaran membuncah di hati untuk melihat langsung keindahan alam Pasir Timbul di Pulau Nain.

Secara geografis, Pulau Nain (Naen) adalah salah satu pulau dari lima pulau yang masuk dalam wilayah "segitiga terumbu karang" Taman laut Bunaken yang memiliki 390 species terumbu karang, berbagai species ikan, moluska, reptil dan mamalia laut. Sebaran terumbu karang itu selain di Naen, juga di pulau Manadotua, Mantehage, Siladen dan Bunaken. Konon, ekosistem laut Indonesia terwakili di Taman Nasional Bunaken karena terdapat padang rumput laut, terumbu karang dan ekosistem pantai.

Pulau Nain dihuni oleh Suku Bajo, suku yang terkenal sebagai pengembara laut dan hidupnya tergantung pada laut. Bahkan menjaga laut dari kerusakan atau pencemaran. Rumah panggung mereka pun kebanyakan didirikan di atas laut bukan di daratan. Suku Bajo juga hidup di Wakatobi, bahkan di Thailand, Pilipina yang katanya menggunakan bahasa bajo yang mirip.

[caption caption="Pelabuhan Marina Manado (dokpri)"]

[/caption]

"Berapa lama perjalanan ke Bungin (delta) Pasir Timbul dari pelabuhan Marina Manado?" tanya saya kepada David, pemandu wisata yang saya hubungi sebelumnya. "Kurang lebih 2 jam perjalanan" jawabnya dengan singkat.

Saya dan teman-teman berjumlah 13 orang tiba di pelabuhan pukul 8 pagi. Sudah banyak orang berkumpul di pelabuhan Marina. Mereka menunggu giliran untuk dipanggil masuk ke kapal yang sudah berlabuh di dekat dermaga. Dari informasi petugas lewat pengeras suara, ternyata mereka ada yang ke Bunaken dan ada yang ngetrip ke Pasir Timbul.

David, lelaki setengah baya dengan baju hijau dan penutup kain di kepalanya, tampak sibuk melayani rombongan-rombongan yang menggunakan jasanya untuk wisata ke bungin Pasir Timbul. Saya lihat David menyiapkan 3 kapal longboat dengan mesin berkapasitas 2 tempel mesin berdaya masing-masing 100 PK. Setiap kapal bisa mengangkut 40 penumpang.

[caption caption="Transfer perahu kecil untuk menuju ke Pasir Timbul (dokpri)"]

[/caption]

 

[caption caption="Berjalan di atas terumbu karang dan pasir putih, bergandengan (dokpri)"]

[/caption]

Jarum jam sudah menunjuk angka 9, semua rombongan yang dipandu David diminta masuk ke kapal. Saya dan teman-teman mendapat Kapal berwarna biru putih. Saya hitung ada 35 orang dalam kapal itu. Berarti ada dua rombongan dalam satu kapal ini.

"Kalau nanti ada yang mabuk saya bawa obatnya" kata David meyakinkan saya dan teman-teman. Bayangkan saja, dua jam di atas laut. Bisa bosan dan bisa pusing digoyang oleh ombak. Untungnya, ombak tidak terlalu besar saat itu. Bosan duduk di kapal kami pindah di dek depan untuk berselfi ria. Itu pun tidak terlalu lama karena David membagikan kepada semua peserta nasi kuning yang dibungkus pakai daun Woka.

[caption caption="Nasi Kuning Bungkus daun Woka"]

[/caption]

Rasa lapar di pagi hari itu terselamatkan oleh sebungkus nasi kuning plus telur rebus dan rica rowa. Asyik menyantap "smokol" (sarapan) itu di atas kapal yang bergoyang dan musik dari deru mesin kapal. Selesai smokol, sebagian besar penumpang tampak mulai menutup mata alias tidur. Mungkin juga karena pengaruh lamanya di atas kapal sehingga lebih baik tidur saja.

Senyap terasa di kapal. Hanya deru mesin kapal yang mengalun bak musik rock membelah laut buru. Di atas, Mentari tetap terik pada langit biru. Di saat itu, tiba-tiba David berujar, "Tak lama lagi kita tiba di Pasir Timbul" sambil melangkah ke dek depan perahu. Saya pun terdorong untuk ikut berdiri dan memandang ke arah depan kapal. Ternyata sudah ada perahu lain yang berlabuh. Tampak juga orang berkerumun di atas pasir timbul yang terbagi dalam tiga area.

Jangkar dibuang. Kapal berhenti. Kami diminta untuk pindah ke perahu kecil yang berkapasitas maksimal enam orang. Agar tidak oleng kami dilarang berdiri dan banyak gerak. Untuk sampai bungin pasir timbul, memang begitu caranya. Ditransfer ke perahu kecil. Setelah itu kami jalan kaki di antara terumbu karang dan pasir putih.

[caption caption="Di hari libur banyak yang bapontar ke Pasir Timbul (dokpri)"]

[/caption]

 

[caption caption="Maintream Pasir Timbul (dokpri)"]

[/caption]

Sejauh mata memandang, pasir timbul ini memang fenomenal. Hanya pada saat laut surut dan pada musim bulan terang, pulau pasir putih itu baru muncul atau timbul. Begitu cerita David. Jadi tidak setiap saat Pasir Timbul bisa dikunjungi.

"Mario coba kau hitung orang yang datang ke sini" kata saya kepada Mario salah satu teman saya. "Kalau ramai begini, bole sekitar lima ratusan" ujar Mario sambil bermain pasir putih dan sesekali menyiramkan air laut ke arah temannya.

Selain bermain di atas pasir putih, sebagian besar berfoto bersama. Bahkan ada yang sempat bakar ikan di atas pasir timbul. "Mo buka restoran ya om?" tanya Mario bersendagurau. Yang ditanya cuma tersenyum sambil melanjutkan bakar ikan laut.

[caption caption="Foto Bersama Manadonesia (trilokon)"]

[/caption]

Foto bersama tak kami lupakan. Selain menikmati alam di sekitar pasir timbul kami juga berlari kejar-kejaran sambil sesekali perang dengan air laut hingga membasahi pakaian. Crew David memasang dua payung pantai dan mendirikan tenda di atas punggung Pasir Timbul. Katanya itu dipasang untuk menmbah suasana eksotik dan bisa untuk property buat mereka yang ingin foto-foto.

Hampir satu jam kami berada di Pasir Timbul dengan aneka ragam kegiatan namun yang paling banyak berfoto ria. Jauhnya perjalanan dan 2 jam berada di atas kapal (Kalau ke Bunaken hanya sekitar 45 menit) terbayar sudah oleh pesonanya Pasir Timbul dan kesempatan berfoto.

[caption caption="Paang Tenda di atas Pasir Timbul (dokpri)"]

[/caption]

Kami pun dikode oleh David untuk kembali ke kapal. Sama dengan saat tiba, kami pun harus berjalan melewati terumbu karang baru kemudian naik perahu kecil untuk di antar ke kapal. Kata David perahu kecil itu milik warga setempat (suku Bajo) yang ikut kebagian rejeki dari datangnya para wisatawan.

Perjalanan darinPasir Timbul ke kapal, butuh waktu sedikit lama karena tidak mudah berjalan cepat di antara terumbu karang dan pasir putih. Harus hati-hati dan sabar. Kalau tidak resiko terpeleset dan jatuh terbentur karang akan terjadi. Ada satu teman cewek yang sempat terpeleset jatuh, tapi tidak apa-apa.

[caption caption="Kapal Longboat Biru Putih berkekuatan 200 PK (dokpri)"]

[/caption]

Dari Pasir Timbul rute selanjutnya adalah ke Pulau Siladen untuk snorkeling. Bagi mereka yang akan snorkeling terlebih dahulu sewa peralatannya. Sewa satu set peralatan snorkeling, biaya Rp. 150.000.- Sedangkan biaya kapal dan dua kali makan serta minum air mineral per orang harus bayar Rp. 200.000,-

Setelah snorkeling di pantai Siladen kapal kembali ke pelabuhan Marina Manado. Saat itu, kami tiba pada jam 16.30 sore. Begitulah pesona bahari Pasir Timbul di pulau Nain (Naen).

Salam traveling. Salam Pesona Indonesia. Salam Pesona Bahari.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun