Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kapitalisme Perang: Ketika Gaza Menjadi Mesin Keuntungan bagi Industri Militer

13 Juni 2025   14:53 Diperbarui: 13 Juni 2025   14:58 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tank-tank Israel melakukan serangan darat ke Jalur Gaza. (Sumber: https://www.pojoksatu.id/kolom/1083076991/perang-gaza )

Kapitalisme Perang: Ketika Gaza Menjadi Mesin Keuntungan bagi Industri Militer

Oleh: Julianda BM

Konflik di Jalur Gaza sudah berlangsung puluhan tahun, melewati berbagai fase perjuangan dan invasi, namun tetap mempertahankan satu ciri tragis: penderitaan rakyat Gaza yang tak kunjung henti. 

Ketika mayoritas pembahasan publik hanya berkutat pada hak politik, pelanggaran hak asasi, atau rivalitas geopolitik, ada dimensi lain yang jarang terungkap: Gaza sebagai laboratorium senjata global dan sebagai mesin kapitalisme perang---suatu sistem ekonomi yang menakar keuntungan dari kekerasan dan menghitung laba dari kehancuran.

Mengapa Gaza?

Tidak dapat dipungkiri, wilayah Gaza memiliki karakteristik yang menjadikannya "ideal" bagi pengujian senjata: kepadatan penduduk, isolasi geografis, dan situasi konflik yang terus berulang. 

Dalam beberapa dekade terakhir, Israel berhasil mengubah pengalaman tempurnya di Gaza menjadi modal komersial. Sistem pertahanan udara seperti Iron Dome, drone pengintai, dan teknologi militernya telah menjadi produk dengan label "battle-tested" atau terbukti di medan tempur---meskipun trataiknya digunakan terhadap warga sipil. 

Beginilah wajah baru kapitalisme perang: ujicoba konflik yang ternyata juga merupakan strategi branding untuk penjualan senjata global.

Yang paling mengerikan dari perubahan ini adalah kehadiran kecerdasan buatan (AI) dalam proses kekerasan. 

Teknologi penargetan otomatis---kontrol dari sistem AI seperti Gospel atau Lavender---telah membunuh ribuan orang tanpa verifikasi manusia yang cukup. Ini menandai fase baru: perang otomatis. 

Ketika keputusan hidup dan mati dialihkan pada algoritma tanpa akuntabilitas yang jelas, siapa yang bertanggung jawab? Dan siapa yang mendapatkan keuntungan? Jelaslah, perusahaan teknologi militer dan negara sangat diuntungkan---sementara kemanusiaan justru dijauhkan.

Investor global, dari bank-bank mapan hingga institusi pendidikan, mendukung produksi kekerasan. HSBC, Barclays, hingga HSBC diketahui berinvestasi di perusahaan-perusahaan militer Israel. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun