Oleh: Julianda BM
Aku berdiri di tengah keramaian, tapi merasa seperti tak terlihat. Seperti bayangan yang hanya muncul saat cahaya membutuhkannya, aku merasa dihargai hanya ketika mereka memerlukan sesuatu dariku.Â
Ketika tugas-tugas menumpuk, ketika proyek mendesak, atau ketika masalah muncul, barulah namaku disebut. Aku diingat. Tapi ketika semua berjalan lancar, ketika keberhasilan itu nyata dan hasil kerja kerasku terpampang jelas, tak ada yang peduli. Tak ada pujian, tak ada apresiasi, hanya diam yang menyelimuti.
Aku adalah mesin yang diharapkan bekerja tanpa henti, tanpa cela. Tanggung jawabku besar, dan aku menjalankannya dengan sepenuh hati.Â
Tapi, adakah yang melihat betapa lelahnya aku? Adakah yang menyadari bahwa di balik setiap keberhasilan, ada tetesan keringat dan air mata yang tak terlihat? Aku bukanlah robot yang bisa terus mengerjakan segalanya tanpa merasa lelah, tanpa merasa perlu dihargai.
Setiap hari, aku berusaha memberikan yang terbaik. Aku mencoba untuk tidak mengecewakan, untuk memenuhi setiap tuntutan yang diberikan.Â
Tapi, adilkah ini? Adilkah ketika aku diminta untuk terus berlari, tapi tak pernah diberi kesempatan untuk berhenti sejenak dan menikmati hasil dari perjuanganku?Â
Aku merasa seperti berada dalam lingkaran yang tak berujung, di mana keberhasilan hanya menjadi catatan kecil yang terlupakan, sementara kesalahan-kesalahan kecil diingat dan dibesar-besarkan.
Aku tahu, mungkin ini adalah bagian dari perjalanan. Tapi, bisakah ada sedikit keadilan? Bisakah ada sedikit pengakuan bahwa aku juga manusia yang butuh dihargai, butuh dipuji, butuh merasa bahwa usahaku tidak sia-sia?Â
Aku tidak meminta banyak, hanya ingin merasa bahwa keberadaanku berarti, bahwa apa yang aku lakukan tidak hanya sekadar tugas, tapi juga kontribusi yang dihargai.