Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Hidup di Negara Keras, Guru Menyakiti Murid... Malah Didukung

8 Juni 2016   18:46 Diperbarui: 8 Juni 2016   18:50 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kekerasan fisik & verbal dari guru terhadap murid akan menimbulkan efek yang berbeda-beda pada anak. Tapi yang namanya kekerasan, pasti bakal membekas. Dan tentu saja tidak bisa disebut sebagai kenangan yang menyenangkan. Banyak guru percaya bahwa kekerasan artinya mendisiplinkan. Kenyataannya, ada pendekatan positif untuk disiplin, namanya mengajar.

Secara bertahap, seharusnya anak-anak belajar mengendalikan emosi dengan tepat. Dan kira-kira bagaimana hasilnya kalau dalam proses perkembangannya, mereka belajar dari guru yang bahkan tidak bisa mengontrol emosinya sendiri dan malah melakukan kekerasan?

Hukuman, apalagi dengan kekerasan, bukan alat yang tepat untuk membuat anak berperilaku baik. Malah sebaliknya, akan menimbulkan trauma.

Saya memang bukan guru, tapi saya adalah salah satu korban. Dan sebagai korban, tentu saya tidak berada dalam posisi yang menguntungkan.

Dan siapa yang bisa menjamin, seorang murid yang menjadi korban atas kekerasan guru, kedepannya tidak akan melakukan kekerasan kepada orang lain?

Saat membaca buku "Boy Tales of Childhood"-nya Roald Dahl (buku yang ia tulis tentang sejarah dirinya sendiri), saya seperti terkenang kembali masa-masa kecil saat saya masih bersekolah. Komentar saya, "wah, ternyata bukan cuma saya yang mengalami kejadian menyakitkan & tidak bisa dilupakan."

Teori saya pribadi: mungkin karena masa kecil yang menyakitkan & membekas itulah, yang mempengaruhi tulisan-tulisan Roald Dahl sehingga kebanyakan bukunya bertema balas dendam dari pihak yang teraniaya.

Karena senasib sepenanggungan, saya sendiri hampir tidak bisa menyelesaikan buku ini, saat di bab-bab awal Roald Dahl begitu deskriptif (& begitu hebat dalam mengingat detail2 penyiksaan dari gurunya) seperti dalam bab "Pembalasan Mrs. Pratchett":

Thwaites membungkuk. Mata kami tertuju ke arahnya. Kami serasa dihipnotis. Kami tahu, tentu saja, kadang anak-anak laki dihukum dengan pukulan, tapi kami tidak pernah mendengar ada yang disuruh menonton.

"Lebih bungkuk lagi, Nak, lebih membungkuk!" Mr. Coombes membentak. "Sentuh lantainya!"

Thwaites menyentuh lantai karpet itu dengan ujung jari-jarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun