Mohon tunggu...
Liza Irman
Liza Irman Mohon Tunggu... -

Saya suka menulis, itu saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kado Lebaran Terindah dari Menteri Pendidikan

23 Juni 2017   18:38 Diperbarui: 25 Juni 2017   11:18 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari SD sampai SMA, rumah saya selalu dekat sekolah. Saya nggak perlu naik kendaraan umum & cukup berjalan kaki beberapa menit saja ke sekolah.

Kebetulan SMP & SMA Negeri di lingkungan tempat tinggal saya termasuk sekolah unggulan. Dan NEM saya yang tinggi membuat saya bisa diterima di sekolah tersebut dengan mudah tanpa harus sogok sana sini, sebagaimana yang biasa terjadi pada masa penerimaan murid baru.

Sama seperti saya, saat ini SMP Negeri yang anak saya idam-idamkan juga dekat dengan lingkungan rumah kami di Bali. Selama setahun dia mempersiapkan diri, belajar & menghapal agar bisa mendapat nilai baik dalam UAN. Dan hasilnya sangat memuaskan, dia berhasil mendapat NEM tinggi di sekolahnya.

Tapi apa nasibnya sama seperti saya?
Apa NEM tinggi saja cukup?
Apa rumah kami yang dekat dengan SMP Negeri itu juga sudah cukup?

Hohoho...ternyata tidak semudah itu.

Karena Kartu Keluarga (KK) kami masih Jakarta, kami harus membuat Surat Domisili ke Banjar terlebih dahulu. Dengan pemberitahuan mendadak seperti itu & dengan keadaan saya beserta anak-anak sedang mudik lebaran di Jakarta, maka satu-satunya harapan adalah meminta suami saya untuk mengorbankan pekerjaannya di Bali & mengurus persyaratan tersebut.

Hasilnya?

Untuk membuat Surat Domisili di Bali, ternyata kami harus memiliki rumah terlebih dahulu, bukan dalam kondisi rumah sewa. Dan seandainya kami punya uang beberapa milyar untuk membeli rumah saat itu juga, segala tetek bengek surat menyurat tidak bisa selesai diurus dalam waktu sehari saja...sementara besok, tanggal 24 Juni adalah hari terakhir pendaftaran SMP Negeri.

Pilihan yang tersisa untuk anak saya hanya mendaftar di sekolah swasta di Bali dengan biaya mencekik leher atau sekolah di SMP Negeri di Jakarta, SMP yang sama dengan saya karena KK kami diterbitkan di sana.

Rasanya pedih sekali melihat anak saya menangis merintih-rintih mendengar kenyataan pahit tersebut. Rasanya saya ingin mengerahkan segala cara untuk mewujudkan keinginan anak saya.

Dia merasa sia-sia...menghapal, menghapal, menghapal, menghapal...hanya untuk mengejar nilai supaya bisa masuk SMP impian. Setelah berhasil mendapat NEM tinggipun...ternyata hasilnya tetap mustahil baginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun