Mohon tunggu...
liya Afif
liya Afif Mohon Tunggu... Guru - Liya Afifatul Muawnah (Mahasiswa IPMAFA Pati)

Nama : Liya Afifatul Muawanah Ttl. : Pati, 03 Oktober 1996 Alamat : Ds. Sitiluhur Rt 01 Rw 01 Kec. Gembong Kab. Pati Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskusi Daring, Pandemi dan Tantangan Pendidikan Islam pada Anak Usia Dini

30 November 2020   15:40 Diperbarui: 2 Desember 2020   14:27 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggota kelompok KKN Madukara Institut Pesantren Mathali'ul Falah Pati (IPMAFA Pati) yaitu Liya Afifatul Muawanah dan Munasri bekerjasama mengadakan kegiatan diskusi Sharing Time bertajuk Parenting Pendidikan dengan tema Pandemi dan Tantangan Pendidikan Islam pada Anak Usia Dini yang disiarkan langsung melalui akun facebook Liya Affif dan Munasri, Jum'at (27/11/2020).

Diskusi yang diadakan secara Daring ini dimulai pada pukul 16.00 WIB. Dengan mendatangkan narasumber Dr. Sumiyati, M.Pd.I yaitu Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia dini IPMAFA Pati dan Liya Afifatul Muawanah, selaku moderator.

Mengawali diskusi, dalam paparan materinya narasumber menjelaskan bahwa lembaga pendidikan sebenarnya merupakan supporting sistem yang membantu. Sehingga, baik pada masa pandemi COVID-19 atau tidak sesungguhnya pendidikan anak menjadi peran dan tanggung jawab utama orang tua.

"Saya sering mengampanyekan seorang ibu itu harus pintar, seorang ibu harus berpendidikan tinggi, karena bukan untuk menyaingi laki-laki tetapi karena tugasnya memang untuk mendidik generasi. Tentu kita tidak mau kan misalnya anaknya hanya diajak menonton sinetron saja misalnya, atau nonton game saja misalnya, tetapi bagaimana ibu atau orang tua ini bisa menjadi live kurikulum untuk anaknya," tuturnya.

Kemudian kaitannya dengan pendidikan Islam pada anak usia dini pada paparan materinya narasumber menjelaskan bahwa pendidikan Islam pada anak usia dini adalah upaya mengenalkan, mengajarkan ajaran agama dalam aspek pembiasaan.

 "Anak memahami agamanya dengan ritual. Anak itu mengenalnya dari ritual, anak melihat bagaimana orang tuanya. Sehari orang tuanya beribadah lima kali, anak melihat pagi itu orang tua saya shalat, siang orang tua saya shalat, sore orang tua saya shalat, malam orang tua saya shalat, meskipun sebenarnya anak belum memahami, anak belum tau apa itu shalat tapi anak akan melihat kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang tuanya termasuk beribadah, mengaji, bersyukur karena memang orang tua adalah live kurikulum, contoh kurikulum yang hidup yang darinya anak bisa melihat merekam, mendengar dan foto copy," imbuhnya.

Dalam diskusi ini narasumber menekankan bahwa anak merupakan copy paste dari orang tuanya, maka kalau orang tua ingin anaknya pintar orang tua harus pintar terlebih dahulu, kalau orang tua ingin anaknya shalat orang tuanya harus mencontohkan shalat terlebih dahulu, kalau orang tua ingin anaknya pintar ngaji orang tuanya harus mencontohkan, sehingga konsekuensinya adalah orang tua harus mau belajar, apalagi di era pandemi seperti ini yang mau tidak mau orang tua harus menjadi guru meskipun orang tua tidak dididik sebagai guru, tetapi dengan modal belajar, dengan modal kasih sayang semuanya pasti akan baik-baik saja. Belajar disini bisa dilakukan tidak hanya di bangku kuliah, orang tua bisa belajar dengan membaca buku, melihat Youtube, membaca artikel di Google dll.

Kemudian secara khusus untuk menyikapi berbagai tantangan yang muncul pada masa pandemi, tentu bukan menjadi rahasia umum lagi jika dengan dilimpahkannya pendampingan belajar pada orang tua di masa pandemi COVID-19 ini banyak sekali orang tua yang tidak telaten atau tidak sabar dalam mendidik menanamkan pendidikan Islam ini pada anak yang akibatnya orang tua membentak, memarahi anak bahkan tidak jarang mencubit atau memukul, terkait hal ini narasumber mengatakan "Istighfar, jadi kalau saya pengen marah dengan anak saya, saya kemudian menyapu atau melakukan hal lain, supaya ketika saya ingin marah kepada anak, saya sudah tidak punya energi, jadi yang terpenting adalah melatih bahasa positif". 

Lebih jelasnya narasumber menjelaskan bahasa positif dalam hal ini misalnya sebaiknya orang tua jangan mengatakan pada anak "Jangan lari-jangan lari" karena dengan mengatakan demikian tentu anak justru akan lari sebab anak itu memahami atau menggaris bawahi instruksi perintah yang paling belakang, maka katakan pada anak "Pelan-pelan atau jalan saja". 

Orang tua juga sering tidak menyadari, kadang ada orang tua mengajak anaknya shalat tapi orang tua masih sibuk main HP atau menyetel TV keras-keras. 

Nah, kalau orang tua mengajak anak shalat orang tua harus memberi contoh orang tua harus sudah siap untuk shalat juga. Akan tetapi memang, untuk mengubah dan melakukan hal ini  tidaklah mudah, maka untuk bisa terwujudnya hak ini orang tua harus mau belajar, belajar mendidik anak dengan cara yang tepat, belajar memahami anak, orang tua harus sadar akan perannya dalam keluarga yaitu sebagai pendidik pertama dan utama. Semarah apapun orang tua pada anak pasti anak akan tetap kembali pada orang tuanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun