Mohon tunggu...
N. Liwar
N. Liwar Mohon Tunggu... Guru - Mengajar untuk menginspirasi

Tenaga pendidik di SMP Gloria 1 Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Motivasi Belajar

30 Oktober 2020   16:43 Diperbarui: 30 Oktober 2020   16:48 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori motivasi yang dikemukakan oleh William Glasser mengharuskan para guru untuk merancang kegiatan pembelajaran yang variatif. Guru harus menyampaikan tujuan atau target yang dinginkan untuk dicapai siswa. Guru juga harus memahami kebutuhan siswa yang diajarnya agar yang diajarkan bisa relevan dan bermanfaat bagi siswa yang bersangkutan. Guru harus mampu menyusun format penilaian proses dan hasil yang menyenangkan siswa. Hal ini tidaklah sulit jika guru benar-benar memahami pesan kurikulum yang ada sekarang. Guru dapat bereksplorasi untuk memetakan kompetensi-kompetensi dalam kurikulum untuk disesuaikan dengan konteks kebutuhan siswa.

Hal yang seringkali dikeluhkan oleh guru dan orang tua adalah mengenai motivasi anak di dalam belajar. Di sekolah anak tidak termotivasi untuk belajar dengan serius. Guru kehabisan akal untuk memotivasi. Di rumah pun orang tua sudah putus asa dalam hal mengingatkan anaknya untuk belajar.  Akibatnya, prestasi menurun dan bisa tidak naik kelas. Apa sebenarnya yang salah sehingga keluhan klasik ini terus-menerus terulang? Penulis mencoba meninjaunya bertolak dari teori motivasi yang diperkenalkan oleh William Glasser.

William Glasser menemukan bahwa secara ekstrem tingkah laku tidak pernah disebabkan oleh respons terhadap stimulus dari luar. Sebaliknya, tingkah laku diinspirasi oleh kemauan atau kebutuhan seseorang dalam waktu yang terbatas. Pada prinsipnya, semua makhluk hidup mengontrol perilaku mereka demi memperoleh kepuasan.

Jika diterapkan di kelas-kelas pembelajaran, secara sederhananya, siswa tidak mau belajar jika mereka tahu bahwa yang mereka pelajari itu tidak relevan, tidak sesuai dengan kebutuhan mereka  atau tidak berguna bagi mereka. Hal ini sebenarnya seharusnya sudah disadari oleh guru. Namun, sayangnya belum ada upaya yang kreatif untuk menemukan terobosan-terobosan yang dapat meminimalisasi atau menumbuhkan motivasi belajar siswa yang murni.

Teori ini muncul setelah banyak keluhan dari guru dan orang tua bahwa anak mereka tidak memiliki motivasi yang benar dalam belajar. Akibatnya, guru dan orang tua bertindak sebagai bos. Mereka menggunakan hukuman dan hadiah untuk memotivasi siswa. Padahal, hadiah dan hukuman itu bisa bersifat memaksa. Menyikapi kenyataan tersebut, sedikitnya ada 3 hal yang harus dilakukan seorang guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Pertama, guru menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi yang akan dipelajari.

Dengan menyampaikan tujuan dan manfaatnya, maka siswa akan termotivasi untuk belajar. Mereka akan terdorong untuk sungguh-sungguh belajar karena mereka menyadari betul ada manfaatnya bagi mereka. Mereka akan memperoleh kepuasan tersendiri. Sayangnya, banyak guru yang masuk ke kelas tanpa mengkomunikasikan manfaat dari materi yang dipelajari. Tidak tahu cara terbaik untuk menyampaikan makna yang terkandung dalam materi yang bersangkutan.

Kedua, guru harus menganalisis kebutuhan siswa sehingga mampu menyajikan materi yang benar-benar relevan dengan kehidupan mereka di dunia nyata kelak.

Salah besar jika guru hanya sekadar menyampaikan apa yang ada dalam kurikulum dan ditelankan saja secara mentah-mentah kapada siswanya. Siswa tidak disiapkan dan tidak dikondisikan seperti apa dan bagaimana mereka kelak setelah mempelajari meteri yang akan mereka pelajari. Padahal, kurikulum sangat memungkinkan guru bereksplorasi dan mengembangkan materi berkaitan dengan sejumlah kopetensi yang ada dalam kurikulum.

Guru harus berani menentukan mana yang relevan bagi siswa dan mana yang kurang atau tidak relevan. Kurikulum bukanlah buku suci yang harus dituruti titik komanya. Guru memiliki peluang untuk mengembangkannya dengan indikator-indikator yang sesuai dengan kondisi dan konteks sekolah masing-masing. Dalam mengembangkan kurikulum di sekolah-sekolah yang terpacu dengan kemajuan dan perkembangan teori pendidikan, ditengarai adanya kurikulum inti, pengembangan keunikan individu, dan kurikulum yang menjawab kebutuhan masyarakat secara spesifik. Ini merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan kurikulum yang inovatif dan relevansif.

Ketiga, Guru harus merancang penilaian yang menghargai pekerjaan dan kreativitas siswa dalam berpikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun