Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

101 Tips Menggarap Cerita Pendek

20 Mei 2020   09:09 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:42 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Fathromi Ramdlon dari Pixabay

”Ini hari baik buat mencuri. Ia sudah menghitung tanggal, membaca sifat dan watak hari pasaran serta weton-nya. Menambah, mengalikan dan membagi tanggal-tanggal itu, hingga sebagaimana dalam primbon, ketemu angka yang memperlihatkan hari keberuntungannya. Sebagai pencuri, ia memang percaya hari baik seperti itu. Hari yang akan memberinya keselamatan dan ketenangan ketika mencuri. Setidaknya, dengan memercayai perhitungan hari baik seperti itu, ia menjadi berhati-hati ketika memutuskan kapan ia mesti mencuri. Hingga bertahun-tahun menjadi pencuri, syukur alhamdulillah, semuanya lancar-lancar dan baik-baik saja saja.”

Dalam cerpen tersebut, terlihat si penulis tahu betul berbagai hal mengenai tokoh utama. Perhatikan kata-kata: “Ia sudah menghitung…”, “ia memang percaya…” dan seterusnya. Si penulis terlihat tahu isi kepala tokoh utama.

4. Latar (Tempat dan Waktu)

Kompasianer memiliki hak penuh untuk mengimajinasikan di mana dan kapan rentetan peristiwa dalam cerpen terjadi. Jika Kompasianer suka cerpen-cerpen realis, deskriptif, bahkan ber-setting historikal, tentunya latar tempat dan waktu harus konkret.

Pastikan pembaca yang dituju dapat membayangkan di mana lokasi para tokoh, seperti apa suasananya pada masa itu, dan lain-lain.

Jangan lupa perhatikan detail-detail kecil, misalnya ketika Kompasianer merasa perlu mendeskripsikan pakaian tokoh, pastikan pakaian tersebut sesuai dengan latar waktu dan tempatnya.

Jika Kompasianer lebih suka latar tempat dan waktu yang sepenuhunya khayalan, silakan mencipta negeri dongeng dalam cerpen Kompasianer.

Biar begitu, jangan pernah mengkotak-kotakan latar ini menjadi “berdasarkan kenyataan” dan “khayalan”, karena Kompasianer jauh lebih bebas dari itu dalam berkarya. Kompasianer bahkan bisa memadukan latar tempat khayalan dan latar waktu yang nyata.

Misalnya, Kompasianer membuat cerpen science fiction tentang seorang ilmuwan yang diam-diam telah menemukan mesin waktu pada tahun 1800, dan pergi ke tahun 2030.

Untuk cerpen semacam itu, pastikan tetap memperhatikan detail-detail nyata tahun 1800-an agar ada kontras pensuasanaan yang jelas antara tahun 1800 dan 2030.  

Jika Kompasianer merasa bahwa konsep tempat dan waktu memiliki makna yang lebih luas dalam cerpen Kompasianer (karena, anggaplah Kompasianer sedang membuat cerpen eksperimental tentang perjalanan batin seseorang), silakan saja untuk mendeskripsikan tempat dan waktu ini sesuai dengan impresi yang ingin Kompasianer sampaikan kepada pembaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun