Mohon tunggu...
Abd Hafid
Abd Hafid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Ibnu Sina Batam & STAI Ibnu Sina Batam

Doktor Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Mahasiswa Manajemen SDM S3-UNJ tahun 2015 dengan status candidat Doktor 2018. Dosen Tetap STAI Ibnu Sina Batam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran STAI Ibnu Sina Membangun Karakter Umat yang Kritis Transformatif

17 April 2018   11:17 Diperbarui: 28 September 2019   07:26 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Abd. Hafid

(Dosen STAI Ibnu Sina Batam & Mahasiswa S3-Pengkajian Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Perguruan tinggi agama Islam mempunyai peran besar dalam mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang diperhitungkan dalam kancah pengembangan keilmuan dunia. Demikian pula perguruan tinggi Islam memiliki peran sentral dalam membangun karakter umat dalam menghadapi tantangan global. Salah satu perguruan tinggi Islam yang berdiri di tengah arus globalisasi dan persaingan bebas dalam konteks masyarakat kota metropolitan Batam adalah STAI Ibnu Sina. Sebagai perguruan tinggi Islam tertua di Kota Batam, STAI Ibnu Sina Batam telah berkontribusi besar dalam membangun peradaban umat melalui pembentukan karakter yang berbasis Islami pada masyarakat Kota Batam yang heterogen. Membangun karakter yang demikian tentu tidaklah mudah, akan tetapi STAI Ibnu Sina sebagai sebuah perguruan tinggi islam tetap optimis.

Secara harfiah, istilah karakter berasal dari bahasa Inggris 'character'yang berarti watak, karakter, atau sifat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, atau berarti tabiat, dan budi pekerti. Karena itu karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari orang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam, dan rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter buruk. Sebaliknya, yang berkelakuan baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik atau mulia.

Dengan demikian, karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang terwujud dalam tindakan nyata melalui perilaku jujur, baik, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan erat dengan iman dan ihsan. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Aristoteles, bahwa karakter erat kaitannya dengan "habit"atau kebiasan yang terus-menerus dipraktikkan dan diamalkan seharoi-hari.  

STAI Ibnu Sina sebagai sebuah perguruan Tinggi Islam, di samping membangun karakter umat, juga mempunyai peran pengenalan pandangan dunia keislaman yang bercorak klasik, modern, dan posmodern pada masyarakat Islam di Kota Batam. Hal ini dimaksudkan sebagai prasyarat, keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Sikap dan mentalitas keberagamaan yang ada sekarang juga harus berani diubah atau digeser sedikit. Bukan agama atau obyeknya yang digeser, melainkan sikap dan perilaku keberagamaannya (subyek) dan interpretasi keagamaannya yang perlu disegarkan kembali. Dari pola keberagamaan yang semula bercorak taqlidy (sekadar mengikut apa saja yang dianjurkan, dinasihatkan, dan diperintahkan oleh para senior, guru, dosen, mubalig, amir, kiai, atau ustaz) ke arah corak keberagamaan yang ijtihady. Artinya, seorang pemeluk agama mampu mengolah secara matang informasi, anjuran, dan nasihat-nasihat keagamaan yang masuk terutama melalui media social. Sebelum mengambil keputusan, dia menimbang-nimbang baik-buruknya secara mandiri dengan berbekal ilmu pengetahuan, informasi, dan pengalaman hidup yang ia miliki.

Pada puncaknya adalah keberagamaan yang bercorak naqdy "kritis-transformatif", yaitu sikap dan mentalitas keberagamaan atau spiritualitas yang selalu menginginkan dan mengarah pada upaya penyempurnaan terus-menerus selama hayat dikandung badan. Dengan cara dan upaya yang berlapis-lapis dan berkesinambungan.

Untuk mewujudkan nilai-nilai karakter yang demikian dalam kepribadian perlu ditekankan tiga komponen (components of good character)penting yakni; moral knowing(pengetahuan tentang moral), moral feeling(perasaan tentang moral), dan moral action(tindakan moral). Moral knowingadalah adanya kemampuan seseorang membedakan nila-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai universal. Termasuk memahami secara logis dan rasional (bukan secara dogmatis dan doktrinis) pentingnya akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan. Hal itu dilakukan lewat pengenalan sosok Nabi Muhammad saw sebagai figur teladan akhlak mulia melalui hadis-hadis dan sunahnya. Sedangkan moral feelingdimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia, sehingga tumbuh kesadaran dan keinginan serta kebutuhan untuk menilai dirinya sendiri. Adapun moral doingadalah menampakkan pembiasaan perilaku-perilaku yang baik dan terpuji pada diri seseorang dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, berdasarkan ketiga komponen di atas dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik harus didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan kemampuan melakukan perbuatan baik. Dengan kata lain, indikator manusia yang memiliki kualitas pribadi yang baik adalah mereka yang mengetahui kebaikan, memiliki keinginan untuk berbuat baik, dan nyata berperilaku baik, yang secara koheren memancar sebagai hasil dari 5 (lima) olah, yaitu: olah pikir, olah hati, olah raga, olah rasa, dan olah karsa.  

Pada poin selanjutnya adalah bagaimana kriteria dan tolok ukur dari sikap yang dikategorikan berkarakter. Oleh Azhar Arsyad menjelaskan bahwa para ulama memberikan rumusan ukuran baik dan buruk dalam perilaku manusia mestilah merujuk kepada ketentuan Tuhan. Apa yang dinilai baik oleh Tuhan, pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Tuhan menilai kebohongan, sifat rakus dan sebagainya sebagai kelakuan baik, karena kebohongan dan sifat rakus esensinya buruk. Itulah sebabnya mengapa manusia dianjurkan untuk meneladani dan berakhlaq dengan akhlak Allah dan apa yang tertuang dalam kitab suci, dengan sifat-sifat Allah yang disebut dengan al-asmaa ul-Husna,seperti pemaaf, aktif hidup, bijaksana, pengasih, penyayang, dan seterusnya. Dengan demikian, di sinilah perlunya langkah penelusuran nilai-nilai dan konsep Karakter berbasis Al-Qur'an yang dinilai sebagai sumber kebenaran hakiki dalam kehidupan.

Masyarakat Kota Batam yang majemuk dan fluralistik, bukan saja floral dalalm aspek keagamaan tapi juga aspek social lainnya, seyogyanya mampu dibaca oleh lembaga perguruan tinggi khususnya STAI Ibnu Sina Batam. Persepsi atau gambaran masyarakat Batam tentang karakter umat Islam memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah-nya saja. Padahal, itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun