Mohon tunggu...
Trilita Apriani
Trilita Apriani Mohon Tunggu... Guru - Menulis sambil belajar

Pengajar, hoby menulis, travelling, dunia mengajar dan menyukai budaya lokal yang unik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batu Tiang 6 Cagar Budaya Pumi yang Terlupa

27 Juli 2021   11:04 Diperbarui: 27 Juli 2021   11:54 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanjung Sakti yang berada di kabupatan Lahat Provinsi Sumatera Selatan yang beribukota Palembang, ternyata banyak menyimpan kekayaan akan cagar budaya, salah satunya adalah batu yang bersusun berada di desa Pajar Bulan Kecamatan Tanjung Sakti. Lokasi situs bersejarah ini berada di belakang dipemukiman rumah warga, yang bersebelahan dengan TPU warga setempat. Dari pinggir jalan besar hanya berjarak 50 meter yang secara kebetulan berada tepat di seberang pendopoan rumah dinas Camat kecamatan Tanjung Sakti Pumi.

Menurut cerita dari orang tua dahulu bahwa yang menyusun batu bersusun enam, atau di dikenal dengan nama Batu Tiang Enam tersebut bernama NIK TUAN JUNJUNGAN SAKTI. 

Dialah orang yang pertama kali datang ke daerah tersebut. Awal cerita di mulai dari asal usul nama Tanjung Sakti, bahwa dulunya daerah ini adalah bekas letusan sebuah gunung yang besar dan dahsyat. Dari bekas lekungan tersebut yang digenangi air menjadi surut sehingga membentuk jorong daratan yang memanjang yaitu desa Sindang Panjang, Gunung Kembang, Pagar Agung, Masam Bulau dan Pajar Bulan.

Sementara, tepat di jazirah yang kelima tersebut letak situs bersejarah Batu Tiang Enam yakni di desa Pajar Bulan. Situs ini dinamakan Batu Tiang Enam sebab pada situs tersebut terdapat enam buah batu yang tersusun tiga berjejer. Dari permukaan tanah, rata-rata keenam batu tersebut memiliki tinggi 90 -- 100 cm, dengan diameter 100 cm. Jarak antar keenam batu yang sudah dipenuhi lumut tersebut 3 meter. Sedangkan areal peninggalan budaya tersebut memiliki luas 8 x 8 meter. Menurut sejarah, berat masing-masing batu tersebut diperkirakan 2 ton. Di mana di areal tersebut, pada zaman nenek moyang dahulu adalah tempat orang bersumpah, setelah mengadakan perundingan-perundingan.

Warga setempat mengatakan bahwa beberapa tahun silam ada beberapa orang yang ingin menggali untuk melihat seberapa besar ukuran batu tersebut, akan tetapi anehnya sudah hampir dua meter menggali belum juga kelihatan pangkalnya dan akhirnya memutuskan untuk menghentikan penggalian. "Lah dua meter jeme tuh galinya, anye lum kinaan pangkale", tutur Cekman (70 thn) yang saat itu menemani ke situs bersejarah tersebut. Dan menambahkan bahwa sesaat setelah melakukan penggalian, orang tersebut justru tiba-tiba menderita sakit.

Sementara, bila ditelik sekarang hanya orang-orang yang sakti mandraguna yang mampu menyusun batu tersebut tanpa bantuan alat. Akan tetapi masih perlu ditelusuri sejarahnya, apakah batu tersebut di susun dengan tenaga kesaktian di zaman dahulu, atau hanya kebetulan saja batu tersebut tersusun berdasarkan kondisi alam pada waktu itu. Belum dapat dipastikan.

Di samping itu juga, berdasarkan cerita tidak jauh dari lokasi situs tersebut, juga pernah ditemukan batu megalit berbentuk singa, yang di sebut warga setempat Batu Singa. Akan tetapi karena kurangnya perhatian batu megalit tersebut sudah menghilang hingga kini tidak diketahui rimbanya.

Dengan memiliki cagar budaya ini, Tanjung Sakti menjadi salah satu daerah yang kaya akan situs-situs sejarah yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan daerah-daerah kecamatan lain. 

Akan tetapi sangat di sayangkan jika cagar budaya tersebut mulai terlupa, sebab sampai sekarang situs bersejarah tersebut tidak terawat dengan baik, dibiarkan begitu saja. Terlihat jalan yang menuju ke lokasi situs masih penuh semak, seolah-olah tidak ada situs sejarah yang berharga yang tertanam di lokasi tersebut.

Beberapa Tokoh masyarakat mengatakan bahwa Batu Tiang Enam merupakan salah satu kekayaan cagar budaya Tanjung Sakti, kekayaan di bidang budaya yang wajib dirawat dan dipelihara, dan agar dapat di buka secara fisik dan non fisik. Di buka secara fisik, agar tempat tersebut dapat dikelolah dengan baik, dengan menambah fasilitas-fasilitas yang diperlukan. 

Secara non fisik, agar cagar budaya tersebut dapat diperkenalkan kepada masyarakat luar baik melalui media cetak maupun media elektronik. Situs bersejarah tersebut dapat menjadi aset kekayaan alam yang dapat menjadi sumber devisa daerah nantinya bila di kelola dan pelihara dengan baik, menjadi daerah pariwisita sejarah yang akan didatangi ole pengunjung dari luar daerah maupun turis mancanegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun