Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memaknai Arti Hidup dalam Ajaran Budaya Jawa

4 April 2018   10:40 Diperbarui: 4 April 2018   10:47 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai seorang yang lahir, hidup dan tumbuh berkembang di lingkungan adat/budaya Jawa, penulis selalu mengingat ajaran-ajaran leluhur. Pitutur-pitutur/nasehat maupun wejangan yang dibekalkan sejak kecil telah menjadikan kebiasaan dalam mengisi hidup dan kehidupan sehingga kearifan lokal mendasari perilaku pergaulan, bersikap dalam aktivitas sehari-hari.

Beberapa dari sekian banyak ajaran yang dapat dipetik dan perlu disebarluaskan untuk diketahui atau mungkin pula bersesuaian dengan adat/budaya lain diantaranya menyangkut pemahaman tentang makna hidup bagi manusia.

Dalam kalimat berbahasa Jawa disebutkan bahwa: "Manungsa kang urip nanging tanpa pigunan salawase isih bisa ngirup hawa iku diarani urip-uripan, amarga ora tau aweh makna marang uripe".

Disini dapat dipahami dalam terjemahan bebasnya bahwa manusia yang tidak berguna terhadap sesama memang selamanya masih akan bisa hidup menghirup udara/bernafas -- namun itu namanya hidup asal-asalan, karena tidak pernah memahami dan memaknai arti hidupnya.

Demikian halnya manusia hidup itu punya kehendak/pengharapan, disebutkan bahwa: "Manungsa kang duwe gegebengan arep utawa karep bisa diarani utama. Diarani utama, menawa manungsa bisa mujutake arep sartane karep kanthi laku kang ora nyimpang saka bebener".

Terjemahan bebasnya: manusia perlu punya kekehendak utama atau punya pengharapan, didalam langkah untuk mewujudkan kehendak atau harapan tersebut perlu dilakukan melalui proses dan jalan (laku) yang dapat dibenarkan.

Dan yang juga penting, manusia hidup itu layak memberi terang kepada sesama. Disebutkan bahwa: "Manungsa kang urup sajroning uripe tansah migunani marang sasama. Marang kaluwarga, mitra, bangsa, lan nagara. Amarga manungsa kang uripe tansah urup (murup) iku pindha lampu kang bisa aweh pepadhang."

Bila diterjemahkan, begini: manusia yang terang/bersinar selama menjalani hidupnya akan berguna terhadap sesama, terhadap keluarga, terhadap teman/sahabat, terhadap bangsa dan negara. Karena manusia yang hidupnya sebagai penerang -- akan bisa memberikan sinar atau memberikan cahaya dalam arti pencerahan bagi kehidupan.

Nah, apabila kesemuanya paparan tersebut dirangkum maka dapat disimpulkan bahwa manusia hidup itu janganlah hanya "hidup-hidupan" atau hidup asal-asalan. Manusia perlu memahami tentang makna dan sejatinya hidup. Manusia hidup perlu mempunyai kehendak atau harapan yang dapat diraih secara nyata melalui jalan yang benar. Dan yang penting lagi, bahwa manusia harus berguna bagi sesama, memberikan sinar sebagai penerang maupun cahaya bagi segala kehidupan.

Demikian sekedar berbagi wawasan. Salam damai dan sejahtera selalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun