Mohon tunggu...
Listiana Putri Wajarwati
Listiana Putri Wajarwati Mohon Tunggu... Lainnya - pluviophile

a miracle is another name of an effort

Selanjutnya

Tutup

Nature

Peraturan Desa: Sebuah Pilot Project dan Mengintip Celah Potensi Tata Kelola Kayu Rakyat

8 April 2021   14:24 Diperbarui: 16 April 2021   20:39 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nur Hayati, SP., M.Sc. (Sumer: Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)

Hutan rakyat berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 49 Tahun 1997 diartikan sebagai hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0.25 hektar, penutupan tajuk tanaman berkayu dan/atau jenis lain yang melebihi 50% atau jumlah tanaman pada tahun pertama minimal 500 tanaman per hektar. Hutan rakyat digadang-gadang sebagai salah satu pemasok bahan baku kayu terbesar bagi industri perkayuan nasional. 

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Y. Ruchyansyah, dalam kegiatan talkshow pelibatan publik (engagement activity) sekaligus diseminasi hasil penelitian dengan tema “Penguatan Perhutanan Sosial: Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan, Petani, dan Pasar” yang dilaksanakan di Sheraton Lampung Hotel pada hari Rabu (07/04) mengungkapkan bahwa di Provinsi Lampung, hutan rakyat/hutan hak menyumbang ±80-90% untuk kebutuhan industri kayu sementara 10%-nya berasal dari luar Provinsi Lampung (Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan). Mengingat pentingnya kontribusi tersebut, maka diperlukan pengaturan pengelolaan hutan rakyat guna mewujudkan produksi kayu secara berkelanjutan, salah satunya dengan pembuatan peraturan desa (Perdes).

Menilik pada kegiatan penelitian Enhancing Community-Based Commmercial Forestry in Indonesia (2016 – 2021), sebuah kegiatan kerjasama Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BLI-KLHK) dengan Australian Center for International Agriculture Research (ACIAR) yang dilaksanakan di Desa Malleleng, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, Nur Hayati selaku narasumber talkshow dari Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar memaparkan bahwa timnya berfokus pada kegiatan di hutan rakyat karena 19% masyarakatnya memilih untuk menggarap hutan rakyat. 

Kontribusi hutan rakyat bagi pendapatan masyarakat pun cukup besar, yakni mencapai ±20%. Akan tetapi, kebijakan hutan rakyat bak anak ayam kehilangan induknya. Kewenangan pengelolaan hutan rakyat yang awalnya berada di tingkat kabupaten dialihkan menjadi kewenangan pemerintah provinsi. 

Hal tersebut menjadikan masyarakat kehilangan tempat bertanya, yang semula bisa bertanya ke penyuluh tetapi dikarenakan jarak Bulukumba ke Makassar (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan/Dinas LHK) memakan waktu yang cukup lama -5 jam perjalanan-, masyarakat mengalami kesulitan untuk berkonsultasi langsung ke penyuluh terkait pengelolaan hutan rakyat. 

Selain itu, pengadaan bibit yang awalnya disuplai oleh Dinas LHK Kabupaten Bulukumba, sejak terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pihak Dinas LHK hanya fokus pada tahura dan hutan adat saja. Hal inilah yang menjadi alasan inisiasi perlunya peraturan desa. Bemula dari hal tersebut maka dilakukan diskusi tentang bagaimana cara pengelolaan hutan rakyat yang optimal. Kepala Desa Malleleng pun menyambut baik hal ini.

Perdes Pengelolaan Hutan Rakyat Berkelanjutan di Desa Malleleng, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan yang digali dari anggota masyarakat dan tokoh masyarakat di sana dapat menjadi pilot project atau percontohan yang ke depannya diharapkan dapat menginisiasi desa-desa lain dalam hal pengaturan tata kelola kayu rakyat. 

Peraturan desa ini pun sifatnya tidak mengekang dan bukan untuk ikut campur mengatur lahan milik. Nur Hayati dalam pemaparannya menambahkan bahwa pengaturan atas hutan rakyat diperlukan dengan beberapa pertimbangan, salah satunya untuk keperluan data dan informasi mengingat data potensi hutan rakyat yang tidak up to date

Nantinya, data dan informasi yang diperoleh akan digunakan sebagai database dalam pengelolaan serta pengembangan hutan rakyat. Selain itu, dengan adanya pengaturan atas hutan rakyat melalui Perdes maka akan ada keterjaminan dan rasa aman bagi masyarakat dalam memanfaatkan serta memasarkan kayu dari lahan milik karena selama ini petani mengalami kesulitan dalam hal pemasaran akibat adanya 'pungli'. Kelestarian fungsi hidro-orologi dan konservasi dengan adanya hutan rakyat pun akan terjaga karena memiliki fungsi sebagai pengatur iklim mikro.

Adanya Perdes juga diharapkan mampu mendukung penguatan tata kelola kayu rakyat di desa, ungkap Nur Hayati. Adanya Perdes berpotensi memberikan manfaat pada desa dalam mewujudkan pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan sehingga tercipta kontinuitas poduksi kayu rakyat. Manfaat tersebut berupa tersedianya data potensi kayu rakyat di desa. Melalui Perdes petani diberi kewajiban untuk mencatat potensi serta jenis tanaman di lahannya kemudian dilaporkan ke kades. 

Manfaat lain yang dapat diperoleh antara lain: desa dapat menyediakan bibit secara mandiri dengan dibangunnya Kebun Bibit Desa (KBD), terjadi peningkatan kapasitas petani hutan rakyat melalui transfer ilmu, pemberdayaan ekonomi lokal melalui pengembangan pewarna alami dari pohon yang ditanam di hutan rakyat, serta pembuatan souvenir yang dikelola BUMDes. 

Melalui Perdes ini, diharapkan akan ada peningkatkan partisipasi masyarakat dalam menanam pohon, yang mana di dalamnya terdapat aturan 1 orang 5 pohon, setiap ada bayi lahir makan diwajibkan untuk menanam 5 pohon. Terkait pendanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat di desa, dengan adanya Perdes memungkinkan desa untuk mengalokasikan anggaran dana guna pengelolaan HR. Perdes juga memuat hal terkait penegakan hukum yakni adanya sanksi bagi masyarakat yang melanggar kesepakatan.

Sementara di Provinsi Lampung, selain illegal logging, pembangunan sektor kehutanan juga dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang kompleks. Salah satunya adalah belum adanya data valid terkait potensi kayu rakyat atau hutan rakyat. Melihat potensi-potensi yang ditawarkan, harapannya peraturan desa semacam ini bisa menjadi solusi atas permasalahan dan juga dapat diinisiasikan di desa-desa yang ada di Provinsi Lampung, terutama bagi desa yang di dalamnya terdapat hutan rakyat.

#P3SEKPI

#KementerianLHK

#ACIAR

#CBCFIndonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun