Terima kasih, Opa dan Oma!
Sudah sejak akhir bulan lalu, buku ini sudah sampai ke lokasi yang dituju. Sayang, orang yang dituju sedang tidak berada di tempatnya. Sedang jauh.
Gara-gara Opa dan Oma
Buku "150 Kompasianer Meluis Tjiptadinata Effendi" sudah saya genggam sekarang. Meski belum sempat saya baca isi seluruhnya, saya sudah tidak sabar untuk segera menuliskan perasaan saya dan hubungannya dengan buku tersebut.
Ya, siapa lagi kalau bukan gara-gara Opa dan Oma? Sepasang yang menjadi idola para kompasianer di kompasiana. Sepasang yang mewujudkan mimpi kompasianer memiliki buku berisi tulisan karyanya sendiri tanpa harus memikirkan apa-apa, selain kata-kata.
Terima kasih, Opa dan Oma, lagi-lagi.
Bertemu di Halaman Enam Tiga
Setelah menahan rasa penasaran hampir dua minggu, akhirnya saya bisa pulang untuk melihat buku yang sudah saya tunggu dan ingin saya raba dan baca fisiknya.
"Wow, tebal yah." Itu komentar saya yang pertama.
"Kertasnya juga." komentar saya selanjutnya.
Memang sudah dapat ditebak, kalau buku ini akan tebal. Penulisnya saja 150 orang, yang artinya 150 tulisan. Sebagian nama sudah saya hafal, beberapa ada yang baru saya baca. Hehe. Ya, karena sebanyak itu.
Diawali oleh tulisan para petingginya Kompasiana, mulai dari Mas Nurulloh, Mas Isjet, sampai Kang Pepih, buku ini dibuka. Lalu, dilanjut oleh sambutan Opa dan Oma, yang rupanya baru saya tahu tujuannya sebagai "Kado Ulang Tahun Pernikahan yang ke-56"
Kado.
Ngerasa ada yang aneh, gak? Biasanya yang ulang tahun yang diberi kado, justru ini terasa sebaliknya. Karena buku dari Opa Oma jadi kado untuk saya, mungkin juga yang lain?
Di halaman enam tiga, tepatnya. Tulisan yang sudah pernah saya tayangkan di kompasiana, yang memang menjadi tulisan spesial untuk Opa Oma, kini sudah dalam bentuk buku juga. Dengan judul yang saya sengaja ubah agar lebih terasa personal, setiap membuka buku itu, saya pasti akan teringat Opa Oma.
Dan tak lupa,
Lahirnya buku ini tidak lepas dari peran kompasianer yang juga sudah saya kenal dan saya temui, Pak Ikhwanul Halim. Beliau yang kemudian menyusun tulisan-tulisan menjadi satu kumpulan buku. Pun yang menyampaikan kepada para penulisnya, mengirimkan satu-satu ke alamat yang tersebar di penjuru Indonesia. Nuhun, Pak.
Lagi-lagi, terima kasih Opa dan Oma. Semoga lewat buku ini, ingatan kita sama-sama abadi.
Oya, gara-gara Opa Oma membukukan kumpulan artikel dari teman-teman kompasianer, saya jadi terinspirasi mengikuti jejak Opa Oma. Hmmm, smoga saja. Doakan saja dulu, smoga saya segera menemukan nama laki-laki yang tepat untuk dijadikan tokoh. #eh
Apakah kamu juga ada diantara 150 itu, coba sebut di halaman berapa hayo?
Salam,
Listhia H. Rahman