Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Merasa Populer Gara-gara Banyak Pengikut di Instagram?

20 September 2019   21:00 Diperbarui: 21 September 2019   13:53 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | unsplash.com

Kali ini mari membahas dunia per-instagram-an, media sosial yang sempat diberitakan menjadi paling terburuk untuk kesehatan mental dan kesejahteraan hidup (well being) umat manusia. Ngeri tapi nagih ya, Lur~

Ini tulisan kedua saya soal media sosial Instagram. Tulisan pertama pernah saya singgung sekitar setahun yang lalu, 30 Agustus 2018, dengan judul: "Kenapa Baru Bikin Instagram?"

Ya, ternyata butuh waktu 365 hari -bahkan lebih- sampai saya membahasnya lagi. 

Alasan Saya Kembali, padahal gak ke mana-mana

Hampir setahun itu jugalah saya 'berpuasa' tidak mengunggah konten apapun di Instagram saya. Saya biarkan kosong, tapi tidak dengan hati ini #eaa. 

Penampakan Instagram saya yang seperti akun palsu membuat beberapa teman menjadi terheran-heran dan menjadi bertanya-tanya: "Kok gak uplot2?" 

Tapi urusan itu mudah saja saya jawab, "biar usaha kalau mau stalking." HAHA.

Sampai pada awal Juli 2019, dengan kesadaran penuh dan bukan karena dibajak, saya mengunggah foto diri ini. 

Foto berlatar belakang gunung agar kelihatan tidak kurang piknik. Unggahan yang juga sempat membuat beberapa teman jadi gempar sambil mengatakan: "tumbeeen" Kejadian yang barangkali bisa masuk sebagai salah satu keajaiban dunia maya. Hiya~

Menjadi 'anak baru' di Instagram ternyata membuat saya sedikit gugup. Apalagi sebelumnya saya memang tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di sana, kecuali hanya untuk melihat gossip di lambe-lambe itu, sudah.

 Jadilah saya sempat merasa nge-blank harus menulis caption apa dan seperti apa, yang pada ujung-ujungnya malah membuat saya nampak sok-sokan dengan menulis "Ngetes doang. Mau liat dapet "likes" berapa. Haha." Sungguh anak baru yang tidak punya sopan santun :p

...tapi sungguh saya terharu. Kehadiran saya nampaknya sudah dinanti. Disambut baik. Hmm. Dan.. Alhamdulillah yah, selama ini akun yang ada di Instagram saya ternyata memang orang semua. #eh 

Hal yang kemudian membuat saya makin yakin untuk kembali dan mengambil manfaatnya~ 

Membahas Pengikut: Mending Mana Kualitas atau Kuantitas?

Sebagai 'anak bawang' di Instagram, wajar dong kalau saya jadi kepo. Seperti soal cara memandang teman-teman saya melihat pengikut (followers)nya.

Nah, dari pikiran itulah saya lalu membuat #surveiseng untuk melihat pendapat mereka mengenai pengikut versi teman-teman saya di Instagram. 

Survei yang sederhana saja: "Dari segi apa kamu menilai pengikut/followers-mu?" Pilihan yang ditawarkan hanya dua yaitu kualitas atau kuantitas. 

Kualitas di sini maksudnya adalah tidak peduli seberapa banyak, yang penting ada interaksi. Sedangkan kuantitas berfokus pada jumlah dan interaksi belakangan (entah terjadi atau tidak ada, tidak masalah).

Hasil yang didapat ternyata di luar perkiraan saya, di mana 81 persen menjawab kualitas lebih penting dan sisanya memilih kuantitas (19 persen). Tentu hasil ini hanyalah kasaran saja dan bisa jadi akan berbeda jika dilakukan pada akun yang beda pula.

Namun saya sepertinya mulai paham mengapa jawabannya lebih banyak pada kualitas. Hal ini terjadi karena kebanyakan akun-akun baik yang diikuti maupun mengikuti saya di Instagram dibuat privat. Jadi ada kemungkinan memang hanya teman saja yang dijadikan teman juga di media sosialNyambung!

Tak Perlu Ada Acara Minder karena Akun Tetangga, Apalagi Hanya Karena Jumlah Pengikutnya

Kalau akun selebriti ya sadar diri aja atuh, tapi kalau bukan siapa-siapa (apalagi kalau tidak ada apa-apanya) kok bisa?

Mengapa membahas pengikut mendadak perlu dibahas? Ya, seru aja. Apalagi sekarang tidak sedikit ditemui hamba-hamba followers, di mana angka-angka itu adalah tiket menuju pengakuan sebagai selebgram bukan? #uhuk Pun banyaknya pengikut ini bisa juga jadi semacam cara balik modal dengan cara menjadi influencer~

Jika hanya mengejar banyaknya, hari ini siapa saja bisa memiliki. Caranya? Modal dikit, beli dong. Nah, yang perlu menjadi perhatian sekarang adalah tidak semua orang jadi mudah percaya dengan jumlah pengikut yang nampak "uwow" di matamu itu. Sebab hari ini jumlah pengikut bisa diaudit, dong~ Bisa diperiksa.

Cara yang paling mudah untuk mengetahuinya adalah dengan membandingkan jumlah pengikut dengan interaksi di kontennya. 

Pernah gak menemukan akun yang punya ribuan atau bahkan ratusan ribu pengikut tetapi ternyata foto-fotonya tidak mencapai puluhan yang memberi suka dan komentar? 

Model seperti ini ada banyakkkkk.

Saya sering menemukan dan biasanya kok akun-akun online shop. Ya, bukan berpikir jelek, hanya saja rasanya jadi tidak masuk akal. Tidak sampai disitu saja, karena kebanyakan akunnya juga sengaja dikunci.

Bayangkan mau jualan tapi akun di kunci? Apakah ini seumpama toko yang ingin berjualan tapi malah sengaja ditutup? Pusyiiing. Ah, saya saja yang berlebihan. Barangkali itu salah satu upaya untuk menghindari agar tidak bisa diungkap sebenarnya akun-akun siapa yang mengikuti, ya khan. #ehmaaf

Tidak hanya toko online, pun akun-akun pribadi juga ada. Ya, tidak bisa menyalahkan juga. Toh, itu akun-akun mereka yang mengendalikan. Namun, jangan juga jadi sakit hati jika setelah dianalisis ternyata memiliki engagement rate (interaksi antar akun dan pengikutnya, gitu deh) yang rendah. Lalu apa itu cukup membuatmu sebagai influencer?

Sebagai pengetahuan, yang saya ambil dari sini, bahwa rentang engagement rate yang baik dan bisa dikatakan berkualitas ada di sekitar 1.5 sampai 3 persen. Jadi jikalau kamu memiliki 10.000 pengikut, seharusnya kamu bisa mendapat 150-300 suka dan komentar (kombinasi) pada rata-rata unggahanmu. Coba sudahkah mencapainya?

Namun jangan senang dulu jika hasilnya ternyata terlampaui, celah untuk menempuh jalan 'kriminal' juga ada yaitu dengan memanfaatkan jasa/aplikasi untuk meningkatkan suka dan komentar bahkan juga polling. Ngga ada mati-matinye emang~ Namun tetap saja, akun-akun yang memberi itu biasanya juga robot yang tidak bisa diajak berinteraksi, hanya memberi jangan ngarep dibalas lagi~

Kalau ingin cara mudah, coba saja dengan IG Audit (https://igaudit.io/). Platform ini didirikan oleh Andrew Hogue, seorang lulusan Ilmu Komputer dari Caltech (California Institute of Technology) dan sebelumnya pernah bekerja sebagai engineer di NASA, Facebook, Snapchat dan Hooked.

Lewat IG audit, kamu bisa menganalisis Instagram siapa saja yang ingin kamu ketahui bagaimana kondisinya (baik itu pengikutnya, rata-rata interaksinya lewat tombol suka dan komentar, banyak deh). 

Selain gratis, tidak ada jumlah pengikut minimal yang menjadi syarat akun yang bisa diaudit. Hanya saja memang akun yang bisa kamu teliti adalah akun-akun yang tidak dikunci atau bersifat publik.

Nantinya tidak semua akun akan dianalisis, IG audit menggunakan sampel pengikut secara acak sajaa..dan dalam hitungan kurang lebih 15 detik~ Taraaa rapor IG yang kamu ingin tahu pun langsung diterima.

Ingat bahwa angka yang ditunjukan bukanlah angka pasti, hanya perkiraan. Untuk lebih akurat, cobalah mengaudit sebanyak dua kali lalu dirata-rata hasilnya,ya. Sebab hasilnya pasti akan berbeda, tetapi tidak jauh dari hasil yang pertama.

Tenang, orang yang kamu periksa akunnya tidak akan tahu kamu pernah membuka-buka rapornya. Aman. 

Namun sebelum melihat orang lain, tidak ada salahnya juga untuk mulai mempelajari rapormu sendiri sebelum orang lain melakukannya pula. Sebab di sana kamu pun bisa belajar seperti memperkirakan sebenarnya jumlah suka dan komentarmu itu sudah mendapat berapa dan seharusnya bisa berapa? Apalagi kamu yang tidak hanya ingin semata-mata 'bermain' Instagram.

Ini membahas instagram jadi ke mana-mana deh. Pada intinya adalah jangan buru-buru merasa populer hanya karena jumlah pengikut yang seperti penduduk satu kecamatan. 

Ada sosial dikata 'media sosial', jadi ketimbang cara magic mbokya digunakan untuk beneran berinteraksi. Ohya, ini instagram saya (@listhiahr). Haha. 

Seru loh, bisa ikutan #surveiseng yang lainnya~

Sama-sama.

Salam,
Listhia H. Rahman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun