Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Memanjakan Otak dengan Seni, Memang Bisa?

23 Agustus 2017   22:32 Diperbarui: 28 Agustus 2017   20:26 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (https://anationofthinkers.info/)

Saya bersyukur, karena dilahirkan ditengah keluarga yang tidak memaksakan untuk menjadi apa. Termasuk juga dalam memilih yang disuka, seperti dalam hal hobi yang berkaitan dengan seni.

Sedari kecil, orangtua saya tidak pernah menuntut anak-anaknya untuk bisa melakukan ini itu. Mereka membebaskan saya sebagai anak bereksplorasi, memilih sendiri untuk melakukan apa yang memang disukai. Ya, saya merasa sangat beruntung karena orangtua saya bukanlah orangtua yang menakutkan seperti yang pernah katanya (dan sering) saya dengar, yang menyuruh si anak pergi ke tempat les dari satu tempat ke tempat yang lain, lebih dari satu.

Berkenalan  dengan Seni untuk kali Pertama

Saya akan selalu ingat, bagaimana cara elegan orangtua mengenalkan hal-hal berbau seni pada saya. Elegan karena caranya bahkan membuat saya tidak merasa bahwa saya sedang diintervensi untuk menjadi suka. Waktu itu, lewat kakaklah cara orangtua membuat saya bisa ikut jatuh cinta kepada seni. Seni tari, tepatnya.  Ya, gara-gara sering menemani dan melihat kakak di sanggar saat latihan membuat saya, yang terpaut usia empat tahun dengan kakak, tiba-tiba juga ingin yang sama. Dimasukan ke sanggar agar bisa ikut menari.

Tapi..saya memang mesti menunggu, karena usia saya masih terlalu kecil kala itu. Keinginan masuk ke sanggar tari baru terwujud saat saya sudah resmi berseragam merah putih, masuk sekolah dasar. Yeay!

Setelah bisa masuk sanggar, ternyata ada yang lain yang juga membuat saya jadi tertarik. Ya, menjadi anak sekolahan, ternyata membuat saya bertemu dan jatuh cinta pada Seni lukis.  

Sepertinya jadi wajar-wajar saja. Namanya juga anak kecil, usia-usia itu barangkali hampir semua anak-anak suka seni lukis, menggambar dan mewarnai. Apalagi saat itu, dijaman saya masih sekolah dasar, pewarna krayon sedang ngetrend-ngetrendnnya sehingga rata-rata memiliki dan menjadi suka menggambar serta mewarna.

Hingga suatu hari, salah satu guru di sekolah saya, yang juga merangkap guru seni, melihat ada yang lain. Beliau berkata bahwa saya punya bakat dan potensi di dunia yang penuh warna-warni itu, hanya perlu diasah dan dilatih saja. Ya, saya akan selalu ingat betul-betul siapa nama beliau yang telah banyak memotivasi saya untuk jatuh cinta lebih dalam pada dunia menggambar, (Almarhum) Pak Mar.

Saya (dilingkari merah) sewaktu mengikuti lomba menggambar (dokumen pribadi)
Saya (dilingkari merah) sewaktu mengikuti lomba menggambar (dokumen pribadi)
Puncaknya ketika saya duduk di kelas lima. Ketika Pak Mar menjadi walikelas saya, saya dipercaya untuk mengikuti lomba menggambar mewakili sekolahan tingkat kecamatan.  Padahal, disaat yang sama saya juga lolos mengikuti seleksi  lomba tari. Tidak ingin mengecewakan beliau, akhirnya di hari itu saya mengikuti double lomba, menggambar dan menari. Juara semua?Nggaklah, cuma tari, itu pun di peringkat tiga.Haha.

Meski waktu itu belum berkesempatan membawa piala, Pak Mar tidak pernah menaruh kecewa pada saya. Sebaliknya, beliau terus memotivasi saya untuk terus berlatih, untuk terus mengingat apa pelajaran yang pernah beliau berikan,  menggambar tanpa keraguan  dan mencampurkan warna dengan berani. Terima kasih, Pak Mar!

Mencicipi Dunia Lukis Lagi!

Setelah lulus sekolah dasar, dunia lukis saya sentuh hanya ketika ada tugas kesenian semata. Ntah mengapa, saya seperti kehilangan gairah. Mengikuti lomba apa lagi.

Kemudian angin segar itu datang lagi ketika saya memasuki dunia putih abu. Pelajaran seni rupa dikenalkan oleh Pak Heri jadi seperti ajakan untuk kembali mencicipi dunia lukis lagi. Ya, karena pelajaran beliaulah, saya jadi ingat rasanya menggambar dan mewarnai itu ternyata menyenangkan. Hihi

Sayangnya, pelajaran itu memang tidak berlangsung berturut-turut selama tiga tahun masa-masa SMA (Sekolah Menengah Atas). Kalau tidak salah hanya sampai di kelas dua saja, kemudian saya mulai lupa lagi sampai saya kuliah sekarang ini.

Semenjak tidak ada lagi pelajaran seni rupa sampai saya kuliah sekarang, saya tidak ingat (atau memang belum pernah) kapan terakhir kali menggambar apalagi mewarna. Hal yang kemudian membuat saya jadi sadar, ternyata sudah lama sekali saya menjadi jauh dari dunia yang pernah membuat semangat saya mengebu-gebu mengikuti kompetisi.

Bernostalgia dengan bantuan Faber-Castell

Untunglah, menggambar dan mewarnai tidak kenal usia. Meski usia saya kini bukan lagi anak sekolah dasar dan  sudah kepala dua, menggambar dan mewarna masih sah saja untuk dilakukan,bukan?Apalagi kini juga sudah bermunculan juga buku mewarna untuk orang dewasa, yang tentu ada beda karena dibuat lebih rumit dan menjadi lebih detail. Sepertinya memang bukan saya saja, kini jadi banyak orang dewasa yang ingin kembali pada dunia mewarna.

Ya, hari ini saya memang belum berani untuk menggambar lagi, tapi untuk mewarnai rasanya saya masih percaya diri. Apalagi peralatan yang dibutuhkan juga mudah didapat, sederet pensil warna faber-castell yang bisa dibeli di toko terdekat.

Awalnya, saya membeli pensil warna isi dua belas , faber-castell classic. Seperti yang sudah banyak orang tahu dan mengakui, produk faber-castellmemang terjamin soal mutu. Ya, ini yang juga saya rasakan betul, untuk pensil warnanya, warna yang dihasilkan semuanya jadi cantik dan tentunya mudah untuk dibaurkan dengan warna lainya.Terpenting, yang paling saya suka dari produk ini adalah tidak mudah patah sehingga mewarna tak ada alasan untuk berhenti. Hihi.

Mari mulai lagi (Dokumen pribadi)
Mari mulai lagi (Dokumen pribadi)
Dan dua jam kemudian, hasilnyaaa...
Tidak terlalu buruk bukan? (Dokumen pribadi)
Tidak terlalu buruk bukan? (Dokumen pribadi)
Setelah menyelesaikan satu buah gambar, saya berencana akan kembali lagi ke toko untuk membeli versi lainnya. Yang bisa dibaurkan dengan air jadi seperti lukisan, watercolour pencils. Beruntung deh saya  sekarang sudah di Jogja jadi bisa lebih mudah mendapatkannya, karena sewaktu saya di Temanggung produk yang ini susah sekali dicari. Hore!
Salah satu koleksi faber-castell di mirota kampus (Dokumen Pribadi)
Salah satu koleksi faber-castell di mirota kampus (Dokumen Pribadi)
Di sela-sela menunggu kelas, saya mencetak sebuah gambar di kampus. Kemudian segera mewarnainya di kosan. Memang untuk jenis pensil ini, sepertinya memiliki tekstur yang berbeda. Dan memang takdirnya harus diberi air agar terlihat cantik bak lukisan dari cat air. Seperti pensil tipe classic, pensil warna ini juga tidak mudah patah dengan warna yang sedikit berbeda, saya kira lebih terang dan ceria gitu.Suka!

Oya, meski saya tidak membaurnya dengan kuas, hanya dengan kapas kecantikan yang saya gulung tipis-tipis. ternyata hasilnya tidak terlalu mengecewakan dan saya jadi tambah suka. Ya, meski saya memang bukan pelukis profesional, tapi  faber-castell bisa membuatnya jadi nampak. Iyain aja ya!haha

Berhasil berhasil,hore! (Dokumen pribadi)
Berhasil berhasil,hore! (Dokumen pribadi)
Memanjakan Otak dengan Seni, Memang Bisa?

Disadari atau tidak, melakukan kegiatan seni akan selalu berhasil membuat kita menjadi rileks, terutama otak. Seperti ketika mewarnai gambar-gambar diatas, saya sejenak bisa lupa soal deadline,soal sisa-sisa letih mengerjakan tugas, sampai juga berhasil membuat seorang disana menjadi resah karena pesan tak jua dibalas. Ya, melakukan suatu yang membutuhkan kreatifitas memang membuat kita jadi asyik sendiri. 

Menggambar dan mewarnai, keduanya bisa jadi dua aktifitas yang  berdampak positif bagi kesehatan mental dan fisik. Kalau otak bisa berkata, mungkin ia akan berterima kasih padamu ketika kamu melakukannya.

Kapan terakhir kamu menggambar?

 atau mewarnai deh..

 Salam,
Listhia H Rahman

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun