Mohon tunggu...
Lis Liseh
Lis Liseh Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker/Pengajar

Apoteker dan Pengajar di Pesantren Nurul Qarnain Jember | Tertarik dengan isu kesehatan, pendidikan dan filsafat | PMII | Fatayat NU. https://www.facebook.com/lis.liseh https://www.instagram.com/lisliseh

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Peduli Tak Harus Memberi

14 Mei 2019   15:06 Diperbarui: 14 Mei 2019   15:22 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tribunnews.com

"Sesungguhnya meminta-minta tidaklah halal, kecuali bagi satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai melunasinya kemudian berhenti, (2) yang ditimpa musibah hingga menghabiskan hartanya, boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup, kemudian berhenti, (3) yang ditimpa kesengsaraan hidup, boleh meminta-minta hingga mendapat sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu adalah haram." (HR. Muslim)

Di lampu merah, jembatan penyeberangan, pasar, depan mall dan hotel atau tempat publik ramai lainnya banyak kita temui pengemis yang duduk dengan tampang memelas meminta yang lewat memberi sekedar receh. Lebih-lebih ketika ramadhan, populasi pengemis semakin membludak di kota-kota besar atau di tempat wisata religi. Hal ini semakin berpotensi menimbulkan kerawanan dan mengganggu ketertiban umum. 

Kadang kita sampai dibuat kesal pada pengemis yang ngotot tidak mau pergi sampai diberi uang, atau memaki-maki karena kita menolak memberi. Banyak juga kasus yang mengungkap ternyata mereka menjadi pengemis bukan karena miskin, tapi karena bermental malas bekerja. 

Sehingga tak jarang aksi mengemis dibungkus dengan penipuan seperti pura-pura hamil, sakit cacat, hingga sengaja membawa bayi yang masih orok dengan dot kosong sebagai alat mengundang iba. Setelah diungkap bahkan ada yang sampai menghasilkan jutaan rupiah dalam sehari. 

Fenomena sosial semacam ini menjadi keresahan bersama, sebab menjamurnya pengemis, gelandangan, pengamen, pedangang asongan, pengelap mobil, dll, di jalanan semakin meresahkan dan mengganggu ketertiban umum. Pemerintah pun sebenarnya sudah menetapkan peraturan guna menanggulanginya, seperti yang tertuang pada: 

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 504 dan 505 yang menyatakan larangan mengemis dengan kurungan paling lama enam minggu.

  2. PP No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. 

  3. Perkapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis.

  4. Perda di berbagai wilayah di Indonesia yang mengatur larangan mengemis. Contohnya Perda DKI Jakarta 8/2007 yang menyebutkan: setiap orang atau badan dilarang menyuruh/menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Serta dilarang memberikan uang/barang pada mereka dan dilarang membeli pada pedagang asongan. Pelanggaran diancam pidana kurungan paling lama 90 hari atau denda paling banyak 30 juta rupiah.

Fakta bahwa sampai dengan sekarang masih tetap menjamurnya pengemis, gelandangan dan pedagang asongan di jalan tidak lepas dari masih banyaknya masyarakat yang tetap memberikan mereka uang, meskipun sudah banyak dipasang baliho atau banner di jalan-jalan besar dan sosialisasi tentang larangan memberi pada pengemis di jalan. Kiranya keresahan ini sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama dan saling bekerja sama semua lapisan guna menekan masalah sosial ini. 

Sesuai amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara negara. Maka pemerintah melakukan tiga usaha guna menekannya, yaitu usaha preventif, represif dan rehabilitatif. 

Usaha preventif meliputi: penyuluhan dan bimbingan sosial, bantuan sosial, perluasan kesempatan kerja, pemukiman lokal, peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan. Usaha represif meliputi: razia, penampungan sementara dan pelimpahan. Sementara usaha rehabilitatif dilimpahkan pada UPT LIPOSOS (Unit Pelaksana Teknis Lingkungan Pondok Sosial) Dinas Sosial yang memberikan bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan. 

Dalam ajaran Islam pun tidak mengajarkan pemeluknya untuk menjadi pengemis terus menerus, hanya sampai punya sandaran hidup lalu harus berhenti, sebagaimana hadist di awal tulisan menyebutkan. Pada dasarnya, memberi sedekah pada pengemis merupakan sedekah dan tidak boleh disalahkan, sebab tujuan dan niatan si pemberi adalah demi kebaikan, sebagaimana amanat Islam untuk menyedekahkan sebagian hartanya pada yang berhak. 

Namun terus memberikan uang sehingga ia akan terus mengemis, tidaklah mendidik. Jika memang ingin membantu mereka, sekarang sudah banyak lembaga amil zakat, panti jompo, panti asuhan, UPT LIPOSOS, dll. Kita bisa menyalurkan sebagian harta kita dengan cara dan jalan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

Sehingga, menjadi harapan besar kita bersama, suatu saat nanti fenomena sosial terkait menjamurnya pengemis, gelandangan, anak jalanan serta pedagang asongan ini bisa ditertibkan secara tuntas tanpa menimbulkan masalah baru. 

Pemerintah mengambil perannya untuk memelihara dan merehabilitasi guna membina mental dan keadaan sosial-ekonominya sehingga dapat mandiri, tak kembali menjadi peminta-minta di jalanan. 

Serta masyarakat yang memiliki kelebihan harta atau hendak menyedekahkan sebagian hartanya, hendaknya bersikap bijak dengan memilih lembaga yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka, keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia semoga dapat terwujud, menjadi Indonesia yang baldatun toyyibatun wa robbun ghofur. 

Wallahua'lam bishawab 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun