Mohon tunggu...
Lisa Selvia M.
Lisa Selvia M. Mohon Tunggu... Freelancer - Literasi antara diriku, dirimu, dirinya

Anti makanan tidak enak | Suka ke tempat unik yang dekat-dekat | Emosi kalau nemu hoaks

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sejarah Masjid yang Berawal sebagai Kantor Arsitek

5 Juni 2019   15:46 Diperbarui: 11 Juni 2019   05:58 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Cut Meutia (dok. penulis)

Jika saya membawa teman untuk berkunjung ke area Gondangdia untuk berwisata kuliner biasanya saya suka ajak mereka untuk bertandang ke masjid Cut Meutia walau hanya di halamannya saja. Terakhir saya mengunjungi tempat ini ketika mencari takjil bersama kompasianer, mas Rahab dan teman kami Sari. Seperti biasa kami hobi kelayaban cari makanan enak. Kebetulan pas ada di sini, saya mengajak mereka untuk mencoba jamu legendaris di Gondangdia.

Baiklah, kembali ke topik utama. Kok, saya jadi melantur ? Saya merasa masjid ini adalah bagian penting dari Jakarta, sehingga merasa perlu untuk membuat artikel ini sebagai pengingat juga kalau-kalau saya lupa. Aha, tinggal klik link langsung ingat deh. Ditambah saya mendapatkan bahan dari harian Kompas sebagai data penguat, terbit minggu lalu.


Kantor Biro Arsitek Zaman Hindia Belanda
Di tempat ini, saya ceritakan sedikit sejarahnya dan meminta mereka memperhatikan detail bangunan yang awalnya adalah kantor arsitek zaman Hindia Belanda, NV De Bouwploeg, dipimpin oleh Pieter Andriaan Jacobus (PAJ) Moojen. Biro inilah yang memegang proyek pengembangan dan pembangunan kawasan Menteng, dinamakan Nieuw Gondangdia.
Kawasan ini juga kerap disebut Boplo. Nah, bagi yang bingung dari mana asal kata Boplo kok tidak Indonesia sekali ya ? Silahkan merujuk ke nama kantor real estate ini, NV De Bouwploeg. Disebabkan lidah orang Indonesia sulit menyebut kata Bouwploeg akhirnya berubah menjadi Boplo. Saya pun sulit menyebutkan kata ini hingga sempat dibantu pengucapannya pada saat saya sedang membawa peserta tur yang jago bahasa Belanda.

Catatan Resmi Mengenai Sejarah Sulit Didapatkan
Kalau dicari-cari catatan resmi mengenai masjid ini hanya sedikit. Paling pemberitaan yang ada di media massa daring itu juga tidak banyak. Informasi yang diketahui dari pengurus masjid juga berdasarkan cerita lisan dari pengurus masjid lama. Sangat disayangkan, mengingat sejarahnya yang menarik yang membuat bentuknya tidak lazim sebagaimana bangunan masjid pada umumnya.

Khas bangunan
Dimulai dari area shalat, arah kiblatnya tidak sama dengan arah bangunan. Tempat mimbar ceramah terpisah dengan bilik tempat imam memimpin salat. Sebelumnya di bagian tengah bangunan terdapat tangga besar kemudian dihilangkan karena dianggap terlalu memakan tempat dan mengganggu area ibadah shalat. Sisa bagian tangga yang terhubung ke tangga bercabang menuju lantai atas berada tepat di atas mimbar ceramah, pada bagian dindingnya dihiasi tulisan kaligrafi indah.

Kalau dilihat dari luarpun makin tidak terlihat sebagai masjid jika tidak terlalu memperhatikan detail tambahan bangunan. Justru dari balkonnya beserta jendelanya makin kuat ini adalah bangunan bergaya arsitektur Eropa, Art Nouveau, memang sedang trend di era 1880-an hingga 1920-an.

Bagian dalam masjid (sumber okezone.com)
Bagian dalam masjid (sumber okezone.com)
Sejarah Hingga Menjadi Masjid
Gedung kantor artsitek ini dibangun selama dua tahun mulai tahun 1910 oleh Moojen. Sayangnya biro ini hanya berjalan beberapa tahun saja karena pada tahun 1925 dinyatakan pailit. Mulai saat itu, gedung ini berubah-ubah fungsinya serta berganti pemilik.
Bangunan ini telah berfungsi sbb,
1. Kantor pos
2. Kantor perusahaan kereta api Belanda
3. Kantor Angkatan Laut Jepang (pada saat Jepang menjajah Indonesia tahun 1942)
4. Kantor sekretariat MPRS
5. Kantor Urusan Agama (era awal kemerdekaan Indonesia)
6. Tempat Ibadah (tahun 1987 atas usulan AH Nasution)
Gedung yang berdiri di atas lahan seluas 5.000m2 ini sempat diwacanakan akan diratakan tetapi oleh Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada masa itu ditetapkan berstatus cagar budaya. Duh, untunglah terselamatkan.

Nah, kamu sudah pernah masuk ke dalam atau belum ? Siapa tahu ada yang berencana untuk beribadah di sini dengan keluarga atau sahabat ? Bisa kamu ceritakan sejarahnya yang unik. Di masjid ini juga kerap mengadakan kegiatan seperti bazar dan bentuk perniagaan lainnya. Bahkan ada kegiatan dakwah melalui festival musik walau masih ada silang pendapat. Jika sedang mencari makanan di sekitar stasiun Gondangdia, dipersilahkan mampir. Ada banyak makanan enak di area ini. Oh ya, bagi yang mau menyelenggarakan resepsi pernikahan, di sini tersedia ruang aula. Hayuuk disurvei sambil jalan-jalan. (***)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun